Chapter 4

806 93 27
                                    


Malam menjelang begitu saja, sang waktu yang penuh misteri masih terus berjalan, satu minggu terasa seperti satu hari, satu bulan terasa seperti satu minggu, satu tahun terasa seperti satu bulan. Benar apa kata pepatah, waktu cepat berlalu. Namun kenangan-kenangan menyeramkan itu akan selalu ada dalam bayang-bayang kehidupan seorang Yessica Tamara.

Desiran angin masuk melalui celah-celah jendela yang tak tertutup rapat. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat orang-orang enggan keluar rumah, mereka lebih suka berdiam diri dirumah sambil menghangatkan badan. Mungkin dalam hitungan minggu, musim kemarau akan segera berakhir, lalu di sambut petrichor yang membuat sebagian manusia aesthetic menyukainya. Seperti Chika tentu saja.

Derap langkah yang menggaung di ruang tengah jelas sekali terdengar, Chika baru saja kembali dari rumah Oniel, yang hanya berjarak beberapa rumah dari tempat tinggalnya. Gadis itu menatap sekilas ke arah jam dinding yang menggantung di atas sebuah lukisan besar. Baru pukul 9 malam, namun tumben sekali suasananya terasa sangat sepi.

"Dek, baru pulang?" Shani berjalan dari arah dapur sambil menggenggam mug bergambar beruang, kepulan asap tipis menguar dari atas mug, bau jahe samar-samar tercium.

"Iya mbak, tadi ngegame bentar sama Oniel, hehe. Mbak bikin wedhang jahe ya? Aku mauuuu!" hidung Chika mengendus-endus seperti anjing pelacak, lalu bibirnya tersenyum saat wangi jahe menguar dari mug yang di pegang Shani.

"Ambil aja di dapur, mbak bikin dua porsi kok. Mbak ke atas dulu yaa, ke perpustakaan, mau nyelesein baca novel." ucap Shani, lalu beranjak dari hadapan Chika dan berjalan menaiki tangga.

"Oke mbak! Makasih wedhang jahenya cah ayu! Hahahaha!" Chika sudah ngacir ke dapur, sedangkan Shani hanya mendengus sebal karena ulah adik semata wayangnya itu.

Chika memegang mug yang juga bergambar beruang dengan kepulan asap yang menguarkan aroma jahe, gadis itu lantas duduk di atas kursi malas di ruang tengah, suara seorang perempuan yang tengah membaca berita terdengar dari balik layar televisi. Memberitakan kenaikan BBM yang akhir-akhir ini terjadi.

Aroma jahe yang menenangkan membuat Chika terhanyut, bibirnya menyesap cairan yang bisa menghangatkan tubuh itu, sambil tersenyum gadis itu terus larut dalam pikirannya sendiri. Hingga sebuah suara seperti dobrakan pintu membuyarkan dia dari lamunan indahnya. Kagetnya membuat mug yang dia pegang bergoyang, hingga cipratan air jahe yang masih panas itu mengenai bajunya.

"Surti! Kamu ngagetin aja!"

Chika tersentak saat hantu perempuan berjenis Kuntilanak sudah berdiri di hadapannya, dengan kepala menunduk dan rambut tergerai yang berantakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chika tersentak saat hantu perempuan berjenis Kuntilanak sudah berdiri di hadapannya, dengan kepala menunduk dan rambut tergerai yang berantakan. Hantu bernama Surti yang Chika dan Eyang Sukma temukan 6 tahun yang lalu di sebuah pabrik yang terbengkalai.

"Ada apa?" Chika meletakkan mugnya di atas meja kecil, lalu menatap Surti yang masih berdiri di depannya. Hawa yang tadinya normal-normal saja berubah menjadi dingin yang ganjil. Dingin yang membuat bulu kuduk meremang, namun Chika sudah terbiasa dengan ini semua.

WENGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang