Chapter 7

743 92 4
                                    


Bunyi denting sendok garpu beradu dengan piring begitu nyaring terdengar dari ruang makan, tempat Atmaja Sister tengah sarapan. Chika mendorong piringnya yang telah kosong, lalu meraih gelas berisi air putih yang langsung dia teguk hingga habis tak tersisa. Shani tersenyum melihatnya.

"Dek? Tadi kamu bilang soal Keluarga Raharja??" tanya Shani memecah keheningan. Chika mengangguk.

"Mbak tau soal keluarga itu??" Chika melipat kedua tangannya di atas meja makan.

"Mbak pernah denger itu dari ibu, waktu itu Ibu bilang kalau dia mau melayat ke koleganya di daerah Gunungkidul, ibu bilang salah satu Keluarga Raharja meninggal. Waktu itu ibu juga pergi bersama eyang." jelas Shani sambil mengingat kejadian saat dia duduk di bangku kelas 7 SMP.

Chika mengangguk-angguk.

"Apa kita tanya ibu aja??" tiba-tiba Shani mengusulkan idenya, namun malah mendapat gelengan dari Chika.

"Jangan mbak.. sebaiknya ibu nggak usah tau, lagian ibu kan juga lagi repot ngurusin usahanya. Aku yakin pasti eyang ninggalin petunjuk di perpustakaan rumah. Aku bakal cari." ucap Chika.

"Kita bakal cari. Mbak gak akan biarin kamu ngadepin ini sendirian." Shani berkata tegas, yang artinya tidak ada penolakan. Chika tersenyum, lalu mengangguk.

"Koco Medi, koco itu artinya kaca atau cermin, medi berarti memedi atau lelembut. Cermin berhantu?" Chika bermonolog, tapi mendapat senyuman dari Shani.

"Mbak rasa itu emang artinya. Berarti benda yang harus kita cari keberadaannya adalah cermin itu. Kamu bilang waktu kamu flashback tadi malam kamu lihat cermin di ruangan perpustakaan rumah, tapi sekarang cermin itu nggak ada, ada dua kemungkinan, pertama cermin itu udah di buang ke Parangkusumo, kedua cermin itu di ambil oleh seseorang, yang sampai sekarang masih di simpan, tapi mbak sih lebih masuk akal sama opsi kedua, pasti eyang pengen kamu nemuin cermin itu buat di hancurkan." jelas Shani.

Chika langsung menatap ke dalam mata Shani, tatapan yang hanya dapat Shani mengerti artinya, yang langsung mendapat anggukan dari gadis ayu berlesung pipi itu.

"Tapi dimana kita bisa mencarinya mbak?"

"Keluarga Raharja, mbak yakin ini semua ada sangkut pautnya sama keluarga itu. Bisa aja kan kalau cermin itu masih di simpan oleh keluarga Raharja. Mbak pernah denger sesuatu dari eyang, kalau manusia sudah bersekutu dengan iblis atau lelembut, maka nggak akan mudah untuk memutuskannya. Iblis itu sejatinya lebih cerdik, mempunyai 1001 cara untuk menyesatkan manusia." Shani menuangkan air putih ke dalam gelas, lalu meneguknya.

"Dan anak kecil yang selalu dateng di mimpi aku, bahkan dia juga ada di Dunia Furter. Aku yakin ini semua juga ada hubungannya sama dia. Dan Jinan -"

"Jinan?? Kamu curiga sama dia dek?" Shani memotong perkataan Chika.

"Entahlah mbak, semenjak kejadian kecelakaan itu dan aku lihat dia ada disana, rasanya ganjil aja. Apa lagi kalau dia senyum sambil pegang rambut panjangnya, ngingetin aku sama Surti." ucap Chika.

"Mbak sih gak gimana-gimana kalau kamu mau curiga sama dia, tapi jangan gegabah, kita harus cari tau dulu, kalau sampai salah kan jatuhnya fitnah." nasihat Shani sambil tersenyum.

"Iya mbak, aku tau kok.."

"Ya udah kamu bantu beresin dapur yaa, abis itu kita berangkat sekolah.." Shani sudah memegang piring yang langsung dia bawa ke bak cuci.

"Siap kapten! Hehe" Chika mengambil gelas dan langsung membantu Shani mencucinya.

.

.

.

Gemuruh siswa-siswi yang berlalu-lalang di koridor sekolah sama sekali tidak mengusik Chika, gadis itu berdiri sambil memegang sekaleng minuman bersoda, badannya dia sandarkan pada tiang penyangga, matanya menatap ke arah lapangan basket yang tengah di penuhi oleh anak-anak basket yang tengah bermain. Sesekali Chika menyesap minuman kalengnya itu, sambil bergumam tidak jelas karena beberapa hantu terlihat memperlihatkan diri di hadapan Chika.

WENGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang