Malam menjelang dengan gelapnya yang terasa sunyi, suara binatang malam terdengar seperti simfoni misterius yang membaur dalam kegelapan. Bulan bersinar dengan gagahnya menggantikan tugas sang surya, sinarnya yang terang mampu sedikit mengusir keseraman yang kentara, kendati demikian para lelembut tetap berpesta pora di alamnya.Gadis berambut panjang yang tergerai itu tampak duduk di depan meja rias, wajahnya sedikit pucat dengan guratan tipis berwarna kehitaman yang terlihat di sepanjang lehernya. Dia menatap cermin yang tergeletak di pojok ruangan, cermin berukuran besar dengan bingkai kayu jati yang di ukir sedemikian rupa. Kesan antik juga misterius terlihat dari bentuk cermin itu.
Gadis itu tiba-tiba tersenyum, senyuman yang terkesan ganjil juga seram. Bibirnya memang tersenyum, namun matanya hanya menatap datar, seperti menatap kekosongan. Perlahan tangannya terulur, lalu mengambil kotak kayu berukuran kecil dan membukanya, di dalam kotak kayu itu ada kumpulan bunga melati yang masih segar. Dia mengambil sejumput bunga beraroma khas itu, lalu memakannya begitu saja. Sambil mengelus rambutnya yang tergerai panjang, dia terus menatap pantulan dirinya pada cermin itu.
Dug!
Dug!
Bunyi itu terdengar, seperti berasal dari dalam cermin itu. Namun bukannya takut, gadis itu malah tertawa terbahak-bahak, lalu melengking seolah mengejek siapapun yang berada di ruangan itu. Pantulan dirinya pada cermin itu tiba-tiba berubah, berganti dengan pantulan wajah seorang anak perempuan yang tengah menangis. Gadis itu membulatkan matanya, giginya bergemeretak, kedua tangannya terkepal.
Dug!
Dug!
Bunyi itu kembali terdengar, dan gadis berkulit kecoklatan itu lantas menutup cermin besar yang terletak di pojok ruangan itu menggunakan kain hitam.
"Tetaplah disitu Jinan. Tubuh ini sudah menjadi milik saya seutuhnya..." monolog gadis itu, lalu tersenyum. Senyuman iblis yang mengerikan.
.
.
.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun Chika dan Shani masih betah berada di perpustakaan rumah. Shani tengah berdiri sambil mengecek beberapa berkas yang dia temukan di laci meja yang semasa hidup menjadi meja kerja milik Eyang Sukma, sedangkan Chika tengah duduk dengan beberapa tumpukan buku dan juga kertas-kertas yang terlihat berantakan, entah apa yang sedang dia baca.
Kedua alis Shani bertaut, saat membaca sebuah biodata yang tertera pada selembar kertas yang sudah menguning itu, lantas dia berjalan mendekat ke arah Chika yang tengah terkantuk-kantuk dengan selembar koran yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
"Dek?" panggilan dari Shani sukses membuat Chika langsung menegakkan kepalanya, sedangkan Shani duduk di sebelah adik semata wayangnya itu.
"Kenapa mbak? Mbak nemuin sesuatu?"
"Lihat deh..." Shani menyodorkan kertas itu ke hadapan Chika, yang langsung membuat gadis itu fokus pada tulisan latin yang tertera pada selembar kertas kekuningan itu. Tak berbeda jauh dengan Shani, raut wajah Chika di hiasi oleh alisnya yang bertaut, keningnya berkerut.
"Siska Saraswati Raharja.." ucap Chika, lalu menoleh ke arah Shani. "Waktu aku flashback, aku denger eyang manggil perempuan itu dengan nama Saraswati, jangan-jangan..."
"Dia orangnya. Dia pasti yang menemui Eyang waktu itu.." Shani menyerobot ucapan Chika. Keduanya lalu terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Hingga sebuah suara gemeredak membuat kedua gadis itu langsung menoleh ke arah jendela di sudut ruangan.
Chika langsung bangkit dan sedikit berlari ke arah jendela, tangannya lalu terulur begitu sampai di depan jendela itu, lalu menyibak tirai berwarna coklat itu. Mata Chika terbelalak lebar, saat melihat bola api yang tengah melayang di atas pohon beringin yang tak jauh dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WENGI
FanfictionYessica Tamara, gadis keturunan jawa yang di anugrahi kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan bangsa lelembut. Pertemuannya dengan seorang gadis pindahan membuat kehidupannya yang sudah menakutkan, berubah menjadi semakin mencekam. Bersama sang k...