Happy reading:)
Pemuda kelahiran September itu terbangun tepat ketika alarm nya berbunyi. Perlahan ia mendudukkan diri masih dengan mata tertutup. Tangan kanannya segera mematikan alarm.
Kedua bola matanya bergerak perlahan sebelum akhirnya terbuka. Sinar matahari malu-malu menampakkan diri di ufuk timur, walau sedikit tapi sinarnya mengenai wajah tampan Hendery.
Langsung saja ia menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian Hendery sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Memasukkan beberapa buku yang diperlukan dalam tasnya lalu memakainya di bahu sebelah kanan.
Sebelum benar-benar turun ke bawah, ia merapikan poninya yang cukup panjang agar menutupi lebam-lebam di pelipisnya. Namun ia bingung bagaimana menutupi lebam yang ada di pipi dan bibirnya, apakah ia harus memakai masker?
Ya sepertinya itu solusi yang bagus, nanti ia akan beralasan terjangkit flu.
Di lantai bawah terasa sepi, jelas karena hanya Hendery seorang yang menempati rumah bertingkat dua ini. Sang ayah beberapa kali mengunjunginya tapi tak pernah menginap.
Jangan berpikir rumah ini akan terlihat jorok karena tidak ada pembantu karena sebenarnya meskipun Hendery orang yang bobrok ia adalah orang yang sangat disiplin.
Tak terlalu bersih tapi setidaknya tidak berantakan. Langkahnya terarah ke dapur. Ia membuka kulkas lalu mengambil dua lembar roti dan selai cokelat. Usai mengolesnya Hendery langsung melahap dengan cepat dan segera meminum air.
Setelah kembali merapikan poni dan maskernya lewat handphone Hendery sudah siap berangkat sekolah. Pintu ia buka dan dengan jelas ia melihat eksistensi pak satpam rumahnya di depan gerbang.
"Selamat pagi Pak Kim!" Ucap Hendery riang.
"Oh selamat pagi juga, semangat sekolahnya." Balas Pak Kim sambil tersenyum dan mengepalkan tangannya.
Hendery tersenyum lebih lebar meskipun tidak terlihat karena tertutup masker lalu melanjutkan langkahnya menuju sekolah.
*
*
*
*
*Namaku Huang Guanheng tapi entah kenapa dari kecil orang-orang memanggilku Hendery. Nama panggilan yang bagus jadi aku tidak mempermasalahkannya.
Di depanku sekarang adalah Senior High School yang aku tempati untuk belajar. Langkahku terarah menuju kelasku di lantai dua. Jika saja aku tak memakai masker sedari tadi aku sudah menebar pesona ketampananku.
Tapi semenjak bulan lalu aku tidak percaya diri lagi menunjukkan wajahku yang dipenuhi lebam. Aku ingin protes ke Ayah untuk tidak memukuli wajahku, cukup tubuhku saja, tapi nyaliku terlalu kecil untuk melakukannya.
Mereka yang mengenaliku memandangku aneh karena penampilanku yang tertutup. Dengan menghela napas aku berusaha tidak mempedulikan mereka dan mempercepat langkahku menuju kelas.
Di kelas aku langsung menduduki kursiku yang berada di pojok dekat jendela. Aku tak melakukan apapun hanya bermain Handphone dan tak memperhatikan sekitar.
Tiba-tiba saja ada sosok Jaehyun yang sedikit menggebrak mejaku. Aku menatapnya seolah menunggu apa tujuannya.
"Lo gak denger rumor tentang lo akhir-akhir ini?"
Aku hanya menggeleng karena memang tidak tahu. Aku penasaran, apa yang bisa dibicarakan tentangku? Aku hanya murid biasa dari kelas 2-4 yang tak memiliki prestasi tapi jika harta dan visual aku punya berkat Ayah.
"Katanya lo main tawuran ya? Kok gak ngajak sih?"
Sebenarnya aku tak akrab dengan si Jaehyun ini tapi terkadang dia bertingkah seolah kita adalah teman baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt | 99L NCT ✓
Fanfiction"Sakit itu biasa tapi kalau terbiasa sakit itu luar biasa." Quotes itu merujuk pada empat pemuda yang terbiasa merasakan sakit. Hendery yang sakit fisik. Xiaojun yang sakit mental. Dan Lucas yang sakit perasaan. Kemudian ada Mark yang mati rasa.