Sejak kejadian di kamar Becca beberapa hari yang lalu, hubungan antara Freen dan Becca menjadi dingin sedingin kutub utara. Ini bukan Becca tapi ini Freen, bagaimana tidak perkataan Becca tentang "BATASAN" sukses membuat hatinya seperti di hujam ribuan pisau tajam. Freen menyadari bahwa dia tidak pernah akrab dengan Becca, tidak...selama ini dia salah paham sedekat apa pun mereka batasan antara pembantu dan majikan tetaplah ada dan mungkin Freen telah sedikit melewati batasan itu. Sampai hari ini, ingatan akan perkataan Becca selalu membuat hatinya seperti diremas kuat, sore itu saat dia keluar dari kamar Becca air matanya tak mampu ia bendung sehingga membuat kedua mata indahnya bengkak karena terus menangis semalaman.
Sejak kejadian itu pula, mungkin BATASAN itu akan Freen bangun kembali. dia tidak ingin terlihat seperti pembantu tidak tahu diri yang memanfaatkan majikannya, sebenarnya dia tidak melakukan kesalahan besar karena sejauh ini kesalahan yang ia lakukan hanyalah tersenyum dan tertidur di ranjang majikannya itu, tapi bagi Freen semua itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya sadar tentang statusnya dirumah itu "Aku hanya seorang pembantu".
"Freen". Panggil Bibi Pim
"Iya bi, ada apa?"
"Kamu baik-baik saja sayang? Bibi lihat akhir-akhir ini kamu lebih banyak melamun". Bibi Pim melihat Freen yang sedang duduk termenung di kursi makan para ART.
Tugas Freen hanyalah melayani Becca dan jika Becca sedang tidak dirumah maka Freen tidak akan melakukan apa-apa.
"Tidak bi, aku baik-baik saja..Hemmm...mungkin karena aku merindukan Emely dan Ayah". Freen tidak sepenuhnya bohong karena memang dia juga merindukan keluarganya, walau sebenarnya yang paling dominan adalah tentang Becca.
"Apa kamu ingin pulang? kalau iya, nanti Bibi yang akan meminta izin kepada nyonya"
"Tidak usah bi, aku sudah menelpon Bibi Mee di rumah tadi, aku juga sudah bicara dengan ayah dan mereka baik-baik saja".
"Syukurlah sayang, jika kau perlu sesuatu jangan sungkan untuk mengatakannya kepada bibi".
"Iya bi", Freen hanya mengangguk kecil, jujur saja perasaannya saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Amstrong Office
Becca sedang berdiri mengahadap jendela besar dengan view kota bangkok yang indah, ruang kerjanya berada di lantai 10 perusahaan, sudah hampir satu jam dia masih dengan posisi itu. Pikiran dan hatinya saat ini sedang berperang, hatinya menginginkan dia minta maaf ke Freen tapi pikirannya menolak hal itu, jujur saja sejak kejadian dimana dia mengeluarkan kata-kata itu kepada Freen, hari-harinya selalu dipenuhi rasa sedih, dia selalu teringat kedua bola mata wanita itu yang memancarkan kesedihan saat dengan teganya dia malah mengucapkan hal seperti itu, padahal jika dipikir Freen tidak melakukan kesalahan besar.
Ini semua karena dirinya sendiri yang meminta wanita itu untuk jangan tersenyum padanya, akhirnya kekesalan itu berujung pada perbuatan yang lebih buruk lagi, Becca menarik nafas panjang dan membuang kasar.
Tok...tok...tok
Ketukan pintu membuyarkan lamunan Becca...
"Masuk"
Tak berselang lama pintu terbuka dan menampakan dua orang wanita dengan senyuman khas masing-masing, Becca menatap mereka dengan kening yang mengkerut...
"Kenapa kalian ada disini?", Becca bertanya heran kepada kedua wanita itu
"Memangnya kenapa kalau kami disini? tidak boleh? apa kau ingin mengusir kami?"
"Setidaknya kalau kemari bikin janji dulu bodoh".
Becca menatap kesal kedua sahabatnya, yah...kedua wanita yang datang itu adalah Irin dan Jaja sahabatnya.
"Kami kebetulan berada disekitar sini, karena itu memutuskan untuk mampir melihatmu, yah...siapa tahu saja kamu sudah lumutan di ruangan ini", Ejek Jaja...
Becca hanya diam, tidak ada ekspresi lebih di wajahnya.
"Apa kau sedang sariawan? dan ada apa dengan wajahmu ini? kau mendapat kunjungan dari kedua sahabatmu tapi ekspresimu seolah kami adalah kedua karyawan yang melakukan kesalahan padamu". Ucap Irin
"Tidak ada, aku hanya sedikit kaget kalian ada disini"
"Kau baik-baik saja? rasanya akhir-akhir ini kau sangat aneh, apa mungkin kau dan Non ada masalah?", Tanya Jaja
"Tidak, kami baik-baik saja...hanya......?". Becca tidak melanjutkan omongannya, dia tidak mungkin menceritakan tentang Freen kepada kedua sahabatnya ini, maybe dia akan cerita tapi nanti.
"Hanya apa? Heiii...sepertinya kau butuh healing Bec, astaga apa seberat itu pekerjaanmu di perusahaan daddymu ini sampai kau sudah seperti kulkas 10 pintu yang terlihat dingin".
"Irin benar, aku merasa kau sudah banyak berubah, bahkan Non mengatakan padaku kau juga sudah jarang mengangkat telponnya".
Yah...sudah beberapa bulan ini memang banyak yang berubah dalam diri Becca, sejak mengenal Freen hidupnya seperti sedang jungkir balik, ada semacam perasaan yang terus ia sangkal dalam hatinya, mungkin dia menyadari sesuatu tapi dia tidak mau mengakuinya dan Non sepertinya ia sudah mulai terlupakan...entahlah
Malam harinya, Becca sedang membersihkan sisa makeup di depan cermin, dia baru saja pulang kantor. Tiba-tiba seorang ART masuk ke dalam kamarnya membawa segelas air, Becca menatap heran ART itu...
"Kenapa kamu lagi? dimana Freen?", Becca merasa marah, pasalnya sudah 3 hari ini Freen tidak lagi melayaninya seperti biasa.
"Maaf Nona, Freen yang meminta saya mengantarkan minuman ini".
"Kamu ini bodoh atau apa? aku tanya dimana Freen?". Becca meninggikan suaranya
"A...anu Nona, Freen ada di kamarnya".
Becca tidak menghiraukan ART tersebut, dia berjalan keluar kamar dengan muka memerah karena emosi, kenapa Freen melakukan ini? apa dia sedang marah karena ucapan Becca?, tanpa mengetuk pintu Becca langsung masuk ke dalam kamar Freen dan menguncinya. Melihat hal itu Freen seketika kaget, apa lagi ekspresi wajah Becca saat ini sungguh menakutkan.
"Apa yang kamu lakukan?". Tanya Becca
"Becca ada apa?"
"Aku tanya apa yang kamu lakukan sialan?", Becca tidak bisa mengontrol emosinya lagi
Freen tidak tahu harus menjawab apa, sungguh wanita di depannya saat ini sudah seperti gunung api yang siap meletus.
"Kenapa ART lain yang menggantikan tugasmu?".
"Maaf, aku mengerjakan pekerjaan lain jadi aku meminta mereka menggantikan tugasku dulu". Bohong Freen
"Apa katamu? apa kamu sudah lupa tugas dan kewajiban kamu di rumah ini? Apa kamu sudah lupa kamu digaji untuk pekerjaan apa di rumah ini? Kamu hanya melayaniku dan tidak untuk pekerjaan lainnya, jika kau sudah tidak mau melaksanakan pekerjaanmu lagi lebih baik berhenti dan keluar dari rumah ini".
Tes...tes..tes
Lagi dan lagi, seperti pisau perkataan itu berhasil menusuk hati Freen sangat dalam, kali ini air matanya tidak mampu dia sembunyikan lagi, ia hanya menatap nanar wanita di hadapannya, apa kesalahannya hingga Becca bersikap seperti ini padanya padahal selama ini dia berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, tangisan itu pecah, tidak kuat tapi mampu membuat siapa pun yang mendengarnya merasa iba.
"Apa kesalahanku? apa Nona merasa jijik aku tidur di ranjang nona? apa senyumanku membuat nona merasa takut? aku minta maaf dengan semuanya, jika itu kesalahan besar aku akan berhenti bekerja dari sini". Ucap Freen di tengah tangisannya
Becca berdiri mematung tanpa suara, otaknya kembali mengulang apa yang baru saja dia ucapkan tadi, jangan tanya bagaimana perasaannya sekarang, karena melihat air mata Freen membuat hatinya seperti ditumbuk batu besar, hati menyuruhnya memeluk Freen tapi otaknya mengatakan jangan, tak ada suara dan dia pun berlalu keluar dari kamar wanita itu.
"Apa salahku bec?". Lirih Freen
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantuku Pujaan Hatiku
RomansaRebecca Patrisia Amstrong Gadis cantik nan manja, semua keinginannya selalu dituruti kedua orang tuanya sehingga membuat Becca menjadi sosok yang keras kepala, egois dan tidak punya perasaan. Freen Sarocha Chankimah Gadis cantik nan lembut, keadaan...