- I R I S -
;
Atas kebaikan dari Raja Chanyeol, Jeno mendapatkan izin untuk menginap selama sehari di Istana mengingat bahwa perjalanan menuju wilayah Lahore cukup jauh dan sangat disayangkan sebab Jeno tidak memiliki manor di Ibu kota. Bukan karena Jeno tidak mampu beli, akan tetapi dia pikir tidak ada gunanya membeli manor di Ibu kota saat dirinya selalu ada di Duchy.
Hari sudah larut malam akan tetapi Jeno tidak dapat tidur. Sebenarnya berkeliling di tengah malam saat di tempat orang lain bukan hal yang bagus, apa lagi ini adalah Istana Kerajaan. Namun Jeno memiliki kebiasaan berkeliling halaman rumahnya apa bila tidak bisa tidur dan setelah berkeliling biasanya dia akan mengantuk. Ya, lagi pula Jeno bukan seorang pencuri kalau pun ada masalah dia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan hal buruk.
Namanya juga Istana Kerajaan, pasti bangunannya megah dengan halaman yang luas jika tidak berhati-hati maka sudah pasti tersesat dan itulah yang terjadi pada Jeno saat ini.
"Huh? Bukannya tadi aku sudah lewat sini?" Gumam Jeno lantaran merasa tidak asing dengan jalan yang baru saja di lewati. "Hah, Harusnya aku memang tidak berkeliling sembarangan." Lanjut Jeno selepas menyadari bahwa dirinya tersesat.
Tatkala Jeno hendak berbalik guna kembali ke tempat awal, barangkali akan bertemu penjaga sehingga dia bisa ditunjukkan jalan untuk kembali.
Namun secara tidak sengaja dia melihat seseorang tengah berdiri di dekat danau. Awalnya Jeno pikir mungkin saja orang itu sedang menghirup udara segar sama seperti dirinya sehingga Jeno mencoba tidak peduli dan membawa tungkai menjauh, takut mengganggu. Akan tetapi baru beberapa langkah Jeno menyadri sesuatu, seperti perasaan tidak asing dengan sosok yang baru saja dia lihat.
"Oh Sial!" Gumam Jeno lantas berbalik menuju danau. Benar saja, sosok yang tadi berdiri di sana sudah tidak ada. Inginnya berpikir positif, tapi saat melihat air danau yang bergerak membuat Jeno tanpa pikir panjang segera menceburkan diri ke dalam danau.
Jeno melihatnya, sosok yang pasrah membiarkan dirinya tenggelam seolah semua masalahnya akan ikut lenyap saat dirinya kehilangan nyawa. Jeno berhasil meraih tangan itu, meski sempat ada penolakan dari sosok tersebut Jeno tidak menyerah dan terus berusaha menariknya keluar dari dalam danau.
Setelah banyak usaha yang Jeno lakukan, akhirnya dia berhasil mengeluarkan Renjun dari dalam danau.
Renjun yang masih sadar meski kesulitan mengambil napas segera menepis tangan Jeno dan mendorong pemuda itu menjauh dari dirinya.
"Kau ini sudah tidak waras ya?! Dengan bunuh diri, apa kau pikir semuanya akan selesai?" Jeno benar-benar tidak mengerti, ini sudah kedua kalinya Jeno menyelamatkan Renjun dari aksi bunuh diri. Jika Jeno tidak ada? Apa yang akan terjadi? Mungkin saja besok Istana akan heboh lantaran ada mayat yang mengambang di permukaan danau.
Batuk Renjun sudah mereda, perlahan-lahan ia bisa merasakan paru-paru kembali bekerja menghirup oksigen yang ada di sekitarnya. Renjun beri tatapan tajam pada Jeno yang lagi-lagi ikut campur urusannya, kenapa mau mati saja harus sesulit ini?
"Ini bukan urusanmu! Aku tidak meminta pendapatmu tentang apa pun yang akan aku lakukan!!" Renjun berujar dengan sinis. Melihat Jeno ada disini membuat Renjun semakin kesal apalagi jika ingat bahwa pemuda ini adalah orang yang sama yang berjanji akan menjemput Renjun, tapi apa yang terjadi? Sama seperti Ibunya yang tidak pernah datang, Jeno pun demikian lebih buruk lagi dia tidak ingat dengan Renjun.
"Pergilah! Aku muak melihatmu,"
"Tidak, jika aku pergi kau akan melakukan hal bodoh lagi,"
"Kenapa kau peduli?!" Renjun tertawa sinis, "Kau bahkan tidak pernah datang saat aku benar-benar membutuhkanmu," Gumam Renjun namun masih dapat Jeno dengan meski samar.
"Apa maksudmu?" Tanya Jeno dengan alis saling bertaut, namun Renjun memilih untuk diam.
"Yang mulia! Anda dimana? Yang mulia!"
Samar-samar mulai terdengar suara-suara yang berteriak memanggil Renjun. Para pelayan menyadari bahwa sang tuan tidak ada di dalam kamar sehingga mereka panik dan bergegas mencari keberadaannya, tidak hanya pelayan bahkan Chanyeol, Jaehyun dan Mark pun kalang kabut mencari keberadaan Renjun.
Mendengar suara-suara itu, Jeno segera menjawab guna memberitahu semua orang di mana posisi mereka sehingga Renjun tidak dapat kembali melakukan hal gila seperti menceburkan diri ke dalam danau lagi.
"Astaga! Yang mulia!!" Yunjin yang pertama kali tiba dengan membawa mantel, wajah gadis muda itu sangat pucat dengan sorot mata khawatir ketika berhadapan langsung dengan Renjun. Yunjin segera membungkus tubuh basah sang tuan dengan mantel guna menghalau udara dingin.
“Anda baik-baik saja, Yang mulia? Astaga, sudut mata Anda terluka! Bagaimana ini?!” Ucap Yunjin panik tatkala melihat warna kemerahan di sudut mata Renjun yang selama ini tertutup oleh poni terpampang nyata.
Renjun menggeleng pelan, “Bukan, ini tanda lahir,” Jelas Renjun agar Yunjin tak lagi khawatir, toh ini memang bukan luka tapi tanda lahir yang sudah ada sejak dulu. Karena warnanya merah, orang-orang selalu mengira jika itu bekas luka, maka Renjun menutupinya.
Setelah Yunjin, satu persatu pelayan mulai datang begitu juga dengan Chanyeol, Jaehyun dan Mark yang tampak khawatir dengan napas yang terengah-engah akibat berlari.
"Renjun-ah!" Ujar Chanyeol lantas membawa tubuh ringkih itu ke dalam dekapannya yang hangat.
Chanyeol nyaris gila saat mendapati kabar bahwa sang anak tidak ada di dalam kamar ataupun sekitar Istana. Berbagai pikiran buruk hinggap dalam benak seperti apa mungkin ada penyusup yang berhasil masuk dan membawa Renjun? Atau mungkin saja Renjun sendiri yang berusaha kabur? Namun kelegaan seketika membasuh jiwa tatkala mendapati Renjun ada di sini sekalipun keadannya cukup kacau.
Renjun lelah, dia bahkan tidak punya tenaga hanya untuk sekedar mendorong Chanyeol menjauh dari dirinya.
Mulanya Chanyeol ingin membawa Renjun masuk ke dalam dengan mengangkat tubuh anak itu agar lebih mudah, akan tetapi Renjun menolak dan memilih untuk berjalan sendiri dengan bantuan Yunjin. Chanyeol tidak bisa memaksa Renjun sehingga dia mengizinkan apa yang menjadi kehendak sang anak.
"Duke, anda baik-baik saja?" Suara Mark berhasil menyadarkan Jeno dari lamunannya, tiba-tiba saja Renjun sudah menghilang bersama para pelayan menyisakan sang Raja, kedua pangeran dan dirinya.
"Ya, saya baik-baik saja, Yang mulia."
Chanyeol meminta Mark untuk mengantar sang Duke kembali ke tempatnya selepas berterima kasih karena sudah menyelamatkan sang anak, detail kejadian akan Chanyeol dengar esok hari saat keadaan sudah lebih tenang.
Jeno berterima kasih pada sang pangeran kedua karena sudah mengantarkannya kembali ke tempatnya beristirahat. Selepas kepergian sang pangeran, Jeno menutup pintunya dengan rapat, ekspresi wajah tampak shock dengan mata yang terlihat sendu sekaligus gelisah.
"Tidak mungkin kan? Renjun yang aku kenal memiliki rambut coklat dengan mata emerald yang berkilau jernih," Gumam Jeno. Telinga masih berfungsi dengan bagus sehingga tidak mungkin salah dengar ucapan sang Raja yang memanggil anak itu dengan sebutan Renjun, nama yang sangat akrab bagi Jeno, pun tanda lahir yang ada di sudut mata sangat mirip dengan kepunyaan Renjun yang dia kenal. Waktu itu Jeno juga berpikir jika itu bekas luka, namun Renjun mengatakan dengan jelas itu adalah tanda lahirnya.
Jeno ingin menolak percaya jika keduanya adalah orang yang sama. Namun, kalimat samar yang keluar dari mulut Renjun tiba-tiba terlintas dalam benak Jeno hingga membuat tubuhnya seketika luruh ke lantai. Akhirnya, jawaban dari pertanyaan kenapa dia merasa sakit saat melihat sosok itu terjawab dan Jeno sangat menysal karena tidak menyadarinya lebih cepat.
"Sekarang, bagaimana aku harus berhadapan dengamu?”
[B e r s a m b u n g]
KAMU SEDANG MEMBACA
I R I S
Romance[NOREN] Faith, Trust, Wisdom, Hope Terlahir dengan berkah yang diberikan oleh Dewa tidak selalu membuat orang itu beruntung dengan dikelilingi kebahagiaan lantaran diri begitu istimewa. Renjun, anak yang lahir dengan berkah Dewa namun memiliki nasi...