Dunia belum berakhir
Bila kau putuskan aku
Wajahku juga nggak jelek-jelek amat
Ada yang mauDunia Belum Berakhir - Shaden 🎶
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.
Thank you :)
🌟
"Ini bisa nggak lo berhenti pakai tisu dan pakai kain aja buat ngelap ingusnya?"
Kalimat dari Karenina tidak menghentikanku untuk mengambil tisu dan menyusut hidung lalu membuang ingus.
"Aktivis lingkungan bakalan ngamuk kalau lihat kamar lo, Le. Sumpah, deh."
Aku masih mengabaikan Karenina, tapi ekor mataku sedikit setuju dengan lantai kamar yang penuh tisu. Setiap melangkah memasuki kamarku, Karenina harus berjengit jijik jika menginjak sesuatu yang basah lalu kabur keluar untuk mengambil sendal yang kini melindungi kakinya.
Tubuhku masih terbaring tengkurap di atas kasur yang berada di lantai dan menempel tembok, tepat di bawah jendela besar yang kini dibuka oleh Karenina. "Supaya udara masuk," katanya tadi. Semilir angin memasuki kamarku, dari panas yang tidak aku rasakan, aku menebak kalau hari ini matahari sedang memiliki mood yang sama denganku: menangis tanpa henti.
Karenina melihat sekeliling lalu berjalan ke arah kursi lesehan berwarna lavender yang berhadapan dengan meja kayu berukuran kecil yang merangkap tempat menaruh makeup seadaku (baca: lipgloss dan bedak bayi) dan laptop untuk belajar. Di samping meja serbaguna yang sudah berkali-kali ingin dibuang oleh Karenina dan Eyang itu, ada cermin seukuran tubuh lalu sebelahnya lemari baju dari kain yang aku beli online. Lemari juga termasuk sebagai benda yang amat sangat ingin Eyang buang dari dalam kamar ini.
"Udah, sih. Dunia belum berakhir—"
"Kalau gue putus sama Edo," sambungku menggenapi kalimat yang Karenina ucapkan selama dua minggu terakhir. Kalimat itu justru mengingatkanku dengan lagu jadul yang beberapa kali aku dengar Karenina mainkan yang judulnya "Dunia Belum Berakhir" dari Shaden. Sahabatku itu memang lebih sering mendengarkan lagu-lagu jadul di dalam rumah, berbeda dengan persona gaul dan up-to-date-chick yang digadang-gadangnya saat pergi dengan teman-teman seumurannya. "Dunia belum berakhir, bila kau putuskan aku. Paling-paling juga kalau kamu mentok, balik padaku." Aku berusaha menyanyikan bait yang aku percayai dua minggu ini, tapi gagal. Jadi aku mengucapkannya sambil tersedu-sedu.
"Dude, bait awalnya dong. Dunia belum berakhir, bila kau putuskan aku. Wajahku juga nggak jelek-jelek amat, ada yang mau." Karenina menyanyikannya dengan fasih tanpa cacat atau nadanya lari sepertiku. "Lagian, dia kemungkinan dia bakalan balik sama lo itu kemungkinannya kayak setipis kesabaran gue ke lo sekarang. Dia selingkuh sama sepupu lo sampai hamil. Gue sendiri bakalan putusin dia di kata selingkuh, tapi di kata sepupu dan hamil, gue kayaknya lebih mau potong sampai habis."
Aku tidak menggubris Karenina, tapi diam-diam mendengarkan caranya menghiburku.
"Gimana? Kita mau rencanain penculikan mantan berengsek lo itu terus kita adain khitanan lagi?"
"Otak kriminil banget lo. Ditangkep polisi baru tahu rasa."
"Lagian, lo kayaknya dendam sekumat—
"Kesumat. Jangan bikin gue benerin kata-kata lo, plis. Gue lagi mau menikmati momen sedih, bukannya mau ngakak," potongku.
"Itu pokoknya. Dia selingkuh dan selingkuhannya hamil. End of story. Mereka bakalan nikah bulan depan."
Aku menggeser ponselku ke arah Karenina yang duduk di seberang, berjarak tiga langkah dariku, yang langsung ditangkap dan dilihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How This Story Ends
ChickLit[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM SETELAH PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes. Leah memerlukan uang agar cita-citanya tercapai. Benjamin memerlukan istri untuk memuaskan sponsor agar karier politiknya semakin la...