2. Sagara

631 131 18
                                    

Setelah semalam Winata dibuat tak bisa berkata-kata oleh Narayan yang terlihat suka dengan sisi tercelanya, pagi ini perempuan itu lagi-lagi kaget lantaran Sagara sebagai one and only mantan Winata tiba-tiba meminta bertemu. Setelah putus setahun lalu secara baik-baik, lalu hilang kontak hingga tadi malam, Winata sungguh senang Sagara kembali menghubungi.

Sejujurnya Winata belum move on dari Sagara. Hubungan yang terjalin sejak jaman SMA hingga lulus kuliah setahun lalu itu sangat membekas bagi Winata. Pada Sagara, Winata menemukan semua kriteria lelaki idamannya. Winata mencinta Sagara tanpa jeda dan habis-habisan, sampai setelah berpisah pun ia masih saja berharap suatu hari akan kembali merajut kasih dengan sang cinta pertama. Winata tahu kecil sekali kemungkinannya, tetapi biarkan ia merangkai angan, sebab hanya Sagara yang ia inginkan. Winata cuma mau menikah kalau itu Sagara orangnya.

Di salah satu sudut kafe yang dulu jadi favorit Winata menghabiskan waktu bersama Sagara, Winata tampak antusias menunggu presensi mantan pacarnya itu. Sedari tadi ia tak henti-henti mengulas senyuman, merasa bahwa hari ini akan terjadi sesuatu yang baik. Balikan dengan Sagara, mungkin? Ugh! Perut Winata langsung diserbu ribuan kupu-kupu hanya dengan membayangkannya.

Winata sudah dandan semaksimal mungkin. Rambut yang biasa diikat ke mana pun pergi sekarang dibiarkan tergerai, sebab Sagara menyukainya. Sagara sering memuji bahwa rambut sebahu Winata itu cantik sekali, dulu, dan hari ini Winata lancang lantaran kembali menumbuhkan harap akan pujian tersebut dapat Sagara katakan lagi. Winata mau mendengarnya lagi.

Lalu sosok yang ditunggu-tunggu pun akhirnya memasuki kafe. Sepersekian detik Winata membeku kala Sagara yang sedang mengambil langkah ke arahnya menyungging senyuman. Itu, adalah lengkung bibir yang amat ia sukai. Winata merindukan lelaki ini dengan perasaan yang meluap-luap. Andai sekarang tak banyak orang dan Winata tak punya cukup kewarasan, maka mungkin ia bakal berlari untuk menerjang Sagara; memeluknya erat. Beruntung ia masih dengan jelas ingat bahwa mereka tak lagi terikat, bahwa kisah romansa statusnya pernah ada, bukan masih terjaga, bahwa di antara mereka hanya titel teman yang tersisa.

"It's been a long time, Ta."

Winata masih berusaha menata fokus kala Sagara melempar sapa tersebut. Ia sedang mati-matian mempercayai bahwa eksistensi Sagara betulan ada di hadapannya, nyata, dan tidak akan lebur jika tertiup embusan angin. Ia tidak ingin dikhianati oleh ilusi lagi. Ilusi yang kerap ia ciptakan sendiri ketika kelewat merindu pada sosok ini.

Winata tidak mendapati banyaknya perubahan pada diri Sagara. Lelaki jangkung itu masih miliki senyuman menawan dan tatapan kelewat teduh. Hanya saja kini garis rahangnya kian tegas, gesture tubuhnya lebih lugas. Sagara yang Winata kenal semenjak SMA, sejak tawa Sagara mengudara dalam nada yang kekanak-kanakan, sekarang telah bermetamorfosa jadi seorang lelaki. Gurat-gurat di wajah Sagara tampak dewasa, Sagara telah sampai pada versi diri terbaiknya.

"Ya, udah lama banget rasanya." Lirih, Winata melepas kata. Ia lega, tetapi sesak juga. Laki-laki yang duduk di seberang meja itu adalah orang sama yang selama bertahun-tahun pernah Winata genggam jemarinya. Lantas, ia melirik ke atas meja di mana Sagara menaruh sebelah tangan hanya untuk membuat dadanya berdenyut. Sadar, ia tak bisa lagi rengkuh tangan lelaki itu.

"Gimana kabar kamu, Ta?"

Buruk, Ga.

"Kelihatannya gimana?" Winata ulas senyuman, setulus biasanya, tetapi lengkungan itu berangsur-angsur turun kala Sagara merespons dengan tawa kecil. Winata tiba-tiba nelangsa. Tuhan, tidak bisakah Sagara saja?

Sagara menatap sepasang mata cantik itu lekat-lekat, seperti tengah mencari sesuatu di dalam sana. Lalu, senyum perlahan-lahan hiasi bibirnya. "Kamu kelihatan baik-baik aja. Aku seneng lihatnya. Di awal-awal emang gak mudah ya, Ta? Tapi akhirnya kita sampai di titik ini, aku dan kamu ternyata bisa tanpa satu sama lain. Cuma masalah waktu." Sagara luput menangkap setitik sendu yang secara kilat melintas di mata Winata. "Kita ambil keputusan tepat satu tahun lalu."

NARAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang