8. Tolong

316 68 29
                                    

Pernikahan Narayan dan Winata kini memasuki bulan kedua, dan semakin hari Winata semakin menyadari jika menikahi Narayan merupakan suatu keberuntungan. Meskipun laki-laki di masa lalu Winata adalah orang baik, tapi baiknya Narayan berada di level berbeda. Kesabaran Narayan begitu luas dalam menghadapi Winata yang banyak ngeluh dan protesnya. Winata kadang-kadang merenung di hadapan cermin, memandangi refleksi wajah sendiri sambil bertanya sekiranya apa yang telah ia korbankan dalam hidup hingga Allah menganugerahinya satu hadiah tak terduga berupa Narayan?

Sebab seseorang pernah mengatakan bahwa setiap kehilangan akan selalu digantikan dengan kedatangan baru. Kepergian Sagara memang menoreh luka, Winata membutuhkan banyak hari untuk kembali menata hati, itu pun tidak bisa benar-benar kembali seperti semula. Namun, rasa-rasanya pertukaran ini terlalu berlebihan. Ia diberi Narayan rasanya jadi sungkan. Jodoh kan katanya cerminan diri, tapi mau dilihat dari sudut dan sisi mana pun Winata tidak dapat menemukan kesamaan antara dirinya dengan sang suami. Beda jauh. Bagaikan langit dan dasar jurang. Winata pernah nelangsa karena pemikirannya sendiri; kasian banget Narayan harus nikahin cewek urakan kayak gue. He deserves better.

Malam itu Winata tiba-tiba terjaga di jam setengah tiga. Dan seperti biasa ia tak mampu menjangkau raga Narayan di sebelahnya karena lelaki itu tengah menunaikan salat Tahajud di samping ranjang. Biasanya Winata tidak ambil pusing dan kembali memejam sambil mengeratkan pelukannya pada guling. Namun, kali ini ia mempertahankan mata agar tetap terbuka, memandang Narayan yang sepertinya hampir usai. Sudah sampai pada sesi berdoa. Lalu, dalam kebisuannya, Winata menelisik dengan cermat wajah sang suami, dan mau ditilik berapa kali pun tak akan berubah. Narayan memang rupawan. Ekspresi khusu dengan pejaman mata itu tampak amat penuh harap. Apa ya yang sekiranya sedang Narayan pinta?

Narayan mengusapkan telapak tangan ke muka sebagai tanda telah selesai ia berdoa. Sambil melafalkan Al-fatihah tanpa suara, ia menengok ke ranjang, praktis bertautan tatapannya dengan mata ngantuk Winata. Seulas senyum lekas disuguhkan. "Kok bangun, Wi? Haus?" tanyanya sambil melipat kain sajadah dan kemudian bangkit untuk menggantungkan pakaian kokonya ke lemari. Tidak Narayan dengar balasan Winata, jadi ia bergegas menghampiri sang istri. Narayan singkirkan guling ke belakang punggung sendiri supaya nihil sekat di antara mereka. Sejenak, sunyi menyandera segala bunyi, cuma tatap yang saling bertaut. Lantas naik jemari Narayan ke pelipis perempuan itu demi menyingkirkan anak rambut. Pelan, ia bilang, "Kamu gak bisa bobo karena besok grand opening ya, Wi?"

Tentang kedai kopi yang besok bakal digelar grand opening-nya, sejujurnya Winata tidak khawatir sama sekali. Ia memang antusias sebab rencana soal buka bisnis bersama calon kakak ipar, alias Gina, akhirnya terealisasi, tetapi itu tak cukup untuk membuat Winata gugup dan resah. Antusiasme tersebut justru bikin ia tidur nyenyak. "Enggak juga. Kebangun aja, enggak sengaja."

"Kirain. Terus kenapa gak bobo lagi?"

"Enggak ngantuk."

Narayan mengangguk, lalu diusapnya pipi Winata dengan punggung tangan sebelum bawa tangannya kembali ke sisi tubuh. Sesaat, tatapannya jatuh ke bibir Winata yang tampak bengkak—bukan efek habis Narayan apa-apain. Ia belum pernah mencicipnya barang sedetik, Winata belum mengizinkan. Namun, Narayan ini sebatas laki-laki biasa dan normal. Terkadang Narayan kesulitan menahan fantasi liar dalam kepala. Membayangkan rasa dari dua bilah ranum merona milik Winata. Ia tidak akan meminta sebelum Winata lebih dulu katakan kesediaannya. Tak ingin memaksa. Enggan membebani. Dan tanpa Narayan tahu, Winata pun sejatinya sedang menunggu Narayan meminta lebih dulu. Gengsi kalau ia yang menawari, takut dikira agresif.

Toh sudah dua bulan, sudah terlalu lama Winata mengulur waktu. Pada akhirnya pada Narayan juga Winata bakal serahkan mahkota yang ia jaga. Sayangnya Narayan tidak kunjung menyinggung ke arah sana bahkan meski Winata telah mengode dengan cuma memakai gaun kelewat pendek yang mengekspos paha dan bahunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NARAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang