3. Titip ya, Na

673 146 29
                                    

Pinta Winata tak sertamerta Amira wujudkan keesokan harinya, sebab pernikahan membutuhkan banyak persiapan. Harus digelar pertemuan dua keluarga untuk membahasnya, dan kemarin malam diskusi tentang hal tersebut sudah dilakukan. Hasil kesepakatan; hanya akan diadakan ijab dan qabul serta acara syukuran kecil-kecilan yang dihadiri keluarga terdekat saja. Ini jelas keinginannya Winata yang ogah ribet. Jelas enggan repot, pasalnya pernikahan ini tidak Winata inginkan. Kebetulan Narayan tipe yang iya-iya saja sebab ketimbang menggelar resepsi mewah, lelaki itu lebih suka menyedekahkan uangnya.

Sesuai yang telah disepakati, janji suci bakal dilaksanakan esok hari di rumah Winata. Itulah kenapa malam ini kamar perempuan itu sesak oleh eksistensi sahabat-sahabatnya yang shock berat pasca diberitahu rencana pernikahan Winata yang mendadak. Rina, Giana, dan Nina sebagai kawan akrab Winata sempat tidak percaya, tetapi begitu bertandang ke rumah Winata dan mendengar langsung beritanya dari Amira, barulah mereka manggut-manggut sambil tunjukkan tampang planga-plongo saking kaget.

"Lo mau nikah apa goreng tahu bulat sih, Wi? Dadakan amat." Rina menjadi yang paling merasa dikhianati di sini sebab bisa-bisanya kabar sepenting demikian baru Winata beritahukan satu hari sebelum acara berlangsung.

Winata yang rebahan di ranjang sambil maskeran cuma mampu membalas perkataan Rina dengan helaan napas sarat beban. Karena Winata tunjukkan reaksi sefrustrasi demikian, maka Nina yang berbaring di sampingnya langsung memberikan pelukan. Sementara Rina dan Giana yang tempatkan diri pada sofa di ujung ranjang masih setia menunggu Winata menjelaskan. Namun, keingintahuan mereka tampaknya tak akan Winata penuhi, terlihat dari Winata yang malah melepas sheet mask-nya dan langsung menarik selimut hingga tutupi wajah. Winata terlalu lemas untuk berkata-kata, kepalanya berisik, hatinya kelewat sakit. Luka karena Sagara masih menganga, lalu ditambah kenyataan ia akan berumah tangga dengan orang yang tidak ia cinta.

Menikahi orang asing, apalagi yang lebih buruk dari itu? Winata kacau!

"Wi, emang lo yakin mau nikah sama stranger?" tanya Giana. "Pernikahan itu bukan ajang main-main, sakral banget, mending pikir-pikir lagi deh daripada lo terima perjodohan ini tapi terpaksa. Kasian elonya nanti, kasian juga calon suami lo, mending Narayan buat gue aja—" Perempuan itu tergelak lantaran Rina menabok lengannya.

"Temen lo lagi sedih juga bisa-bisanya becanda," semprot Rina. "Ketimbang buat lo mah, Narayan cocoknya sama gue. Cowok shalih harus bersanding dengan cewek shalihah, alias gue."

"Shalihah apanya, anjir?" cibir Giana. "Bentukan kayak jametilawati gini."

"Gue shalihah, ya! Salat wajib gue gak pernah bolong," kata Rina sombong!

"Iya, mabok-mabokan juga gak absen. Emang balance banget hidup lo, salut."

Mendengar konversasi ngawur dua perempuan yang sudah Nina anggap selayaknya kakak, Nina cuma bisa mengelus dada. Mereka memang susah diajak serius padahal Winata sudah macam manusia paling sedih sedunia.

"Jangan dengerin mereka ya, Mbak." Nina menyibak sedikit selimut yang menutupi wajah Winata, mengintip keadaan perempuan itu. "Eh? Mbak? Kamu nangis?" Dan ucapan Nina ini sukses membuat Rina dan Giana yang belum usai memperebutkan Narayan sontak menaiki ranjang dan langsung menyibak selimut hingga air mata di pipi Winata kelihatan oleh ketiganya.

"Ih, Bayi!" Rina menarik pelan lengan Winata, membuatnya terduduk, dan langsung Rina peluk sambil puk-puk punggungnya. Waduh, Winata sedih betulan. Lihat saja tangisnya sampai tidak bersuara. Samar-samar juga terasa getaran pada bahunya. "Wiwi, jangan dipaksa kalau emang gak mau. Biar gue sama Giana yang ngomong ke Bunda, oke? Utututu, uljima uri aegi."

"Ngomong apaan sih lo, Jamet?" tanya Giana yang sudah gumoh mendengar Rina yang lagi-lagi ucapkan kata-kata dalam bahasa ibu idola K-popnya itu. Di saat ketiga sahabatnya nyemplung semua ke dunia Oppa-Oppa, Giana heran lantaran tumben-tumbenan tak terseret arus. Mungkin ini adalah efek terlalu sering bergaul dengan Haris, Giana jadinya lebih suka pop Jawa ketimbang K-pop. Sobat ambyar dia.

NARAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang