Tujuh

42.3K 189 3
                                        

Tasya berteriak kecil setiap kali batang kemaluan Wildan menghujamnya dari belakang. Dengan posisi ini sebenarnya Tasya merasa sedikit nyeri, tapi dia tahu jikalau pun dia protes sepupunya tidak akan mendengarkan karena dia hanya mementingkan kenikmatannya seorang.

Plok plok plok

 Bunyi tersebut memenuhi ruang tamu, menandakan secara nyata jika keduanya sedang bersetubuh. Lalu tiba-tiba Wildan menarik rambut Tasya ke belakang, membuat gadis itu mendongak ke atas.

"Enak banget ngentotin lo, Sya," erang Wildan merem melek. Pinggulnya menghujam semakin dalam, sesekali sengaja memutarnya hingga membuat Tasya menggigit bibir.

"Akkh... Wildan... ngggh" lenguh Tasya keenakan.

"Ahhh ..."

Desahan keduanya saling bersahutan satu sama lain. Mereka tidak sadar jika Marco sudah turun dari tangga dan mengamati dari jarak beberapa meter. Ada rasa puas dalam hati karena dia akhirnya berhasil menikmati tubuh keponakannya sendiri. Persetan dengan status bahwa dia adalah paman kandungnya. 

Melihat adegan bagaimana putranya mendoggie Tasya, gairah Marco kembali naik. Dia menarik napas panjang demi mengontrol diri. Jika dia bergabung, maka sudah dipastikan bahwa hari ini dia akan terlambat ke kantor.

"Papa berangkat dulu, Wil!" serunya sambil melewati ruang tamu.

WIldan hanya menoleh sebentar dan melambaikan sebelah tangan tanpa menghentikan hujamannya di vagina Tasya.

"Jangan lupa suruh minum pil anti hamil. Berabe kalau dia bunting. Bisa-bisa kita bingung siapa bapaknya. Hahaha!" kelakar Marco sebelum menutup pintu depan.

Wildan tidak peduli. Dia justru memeluk tubuh Tasya erat sementara tangannya mulai meremas payudara gadis itu dari belakang. Hujamannya semakin cepat seiring dengan bertambahnya menit.

"Wwildan aahhh.. nggh.. ahhhh... " Tasya terus mengerang, sesekali menggigit bibir. Kedua tangannya menengkeram pinggiran meja makin erat karena merasakan gelombang orgasme yang akan segera menyerang.

"Tahan, Sya. Jangan keluar dulu. Bareng sama gue!" perintah Wildan yang mengetahui jika Tasya hampir sampai puncaknya. Sebab Wildan dapat merasakan cengkeraman dinding vagina Tasya yang mulai mengetat kuat.

"Aku nggak tahan, Wildan.. ahhh... aku mau keluaarrhh ..."

Wildan semakin mempercepat lagi hujaman penisnya pada kemaluan Tasya. Kedua tangannya pun mencengkeram pinggul Tasya untuk membantu perempuan itu bergerak maju mundur.

"Wildaaaan!! Aaaakkh!!!" Tasya berteriak kencang. Kepalanya mendongak ke atas sementara mulutnya mengaga lebar. Tubuh Tasya menegang tidak kuasa menahan orgasmenya lagi.

"Anjing!" umpat Wildan merasakan vagina Tasya yang berkedut kencang, mencengkeram dan mengurut-urut batang kemaluannya. Membuat Wildan langsung orgasme saat itu juga.

"Aaakhhh, gue buntingin lo Sya!" lagi, Wildan mengumpat seiring dengan semprotan spermanya di dalam lubang kemaluan Tasya.

Beberapa menit kemudian setelah keduanya selesai menikmati orgasme masing-masing, Wildan mencabut kejantanannya dari kemaluan Tasya, membuat sebagian spermanya keluar dari lubang milik Tasya.

Wildan tersenyum jahil. Ia menengadahkan telapak tangannya untuk menampung spermanya. Setelah itu, Wildan membalik tubuh Tasya menghadapnya dan meratakan cairan kental berwarna putih tersebut ke muka sepupunya.

"Wildan!" protes Tasya.

Wildan tertawa saja. "Hitung-hitung masker gratis, Sya, Hehehe!"

Meski kesal sekali, Tasya tidak melanjutkan protesnya. Dia melirik jam besar di ruang tamu dan segera berdiri. Dia harus segera bersih-bersih agar tidak terlambat ke sekolah.

Diary Life of TasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang