Tasya terbangun ketika ia merasakan tubuhnya sedang digerayangi. Perlahan ia membuka mata dan menemukan pemandangan mengejutkan. Tepa di atat tubuhnya, Wildan tengah meremas kedua payudaranya dengan gemas. Sesekali ia menunduk dan memainkan lidah di puting Tasya.
"Mmmmmphh!!"
Tasya baru sadar jika mulutnya tertutup lakban. Ia mencoba menggerakkan kaki dan tangannya tapi ternyata juga sudah diikat dengan kuat di masing-masing sudut ranjang. Tak ayal Tasya menjadi ketakutan setengah mati. Apalagi ia juga tau ia sudah dalam keadaan telanjang bulat.
"MMPPPPHHH!!" tasya berusaha memberontak tapi sia-sia.
Wildan yang baru sadar, mendongak ke atas. Ia menyeringai pada Tasya. Matanya menggelap karena gairah.
"Oh, lo udah bangun, Sya." kata Wildan tanpa rasa bersalah sama seklai.Ia menunduk lagi, sementara kedua tangannya terus meremas dua payudara Tasya, Wildan terus memainkan lidah, sesekali menghisap puting Tasya seperti layaknya bayi yang sedang menyusu.
"Wah, gila! Hangat banget ya susu lo. Kenyal, lembut, enak banget buat diremas-remas kayak gini," puji Wildan jujur. Wajahnya nampak kegirangan seperti habis kena jackpot.
"Mmmphh!!" Tasya terus berusaha berteriak tapi teredam oleh lakban yang menempel di bibir.
"Hushhh! Nggak usah berisik. Nikmatin aja, Sya!" seringai Wildan. Ia duduk di atas perut Tasya lantas melepas pakaiannya. Wildan membuang kausnya asal-asalan di atas lantai.
"Gue sering nonton bokep, dan sekarang waktunya praktek. Kan nggak seru kalau selama ini nontom doang tapi nggak pernah praktek. Ya nggak?" Ucap Wildan bermonolog sendiri.
Ia menunduk lagi, menciumi wajah Tasya yang terus menggeleng, mencoba menolak ciuman Wildan. Tapi Wildan tak kehilangan akal, ia mencengkeram dagu Tasya kuat lalu menciumnya tepat di atas lakban Tasya. Sengaja ia harus puas seperti itu, dari pada nanti Tsya teriak kan bisa bahaya.
Ciuman Wildan turun ke bawah. Ke leher Tasya. Ia menjilati dan menyesapnya kecil-kecil. Meninggalkan beberapa jejak kissmark di sana.
Sampai akhirnya ia menemukan puncak payudara Tasya, Wildan langsung mengulumnya. Sesekali menghisap dan meremasnya dengan tangan.
"Slllrpp...mmhh... slllrp..."
"Emmmphhh!!" erang Tasya terhalang lakban. Ia menggelengkan kepala ingin menolak tapi tentu ia tidak bisa melakukan apapun.
Jilatan, hisapan dan remasan dari Wildan nyatanya lama kelamaan mampu merangsang Tasya. Erangan penolakan itu berubah seiring rasa geli yang ia rasa. Wildan terus saja menyusu, memainkan lidah di puncak dada dan melahap, menghisap2 kecil payudara Tasya secara bergantian.
Saat tangan Wildan turun ke bawah, Wildan memutarnya di atas perut Tasya, menimbulkan rasa geli. Dan saat jemari Wildan akhirnya menyentuh inti kemaluan Tasya, ia berdecak kagum.
"Wah, lo udah basah, Sya." ujar Wildan yang lantas memainkan cairan kewanitaan Tasya, meratakannya di kemaluan gadis itu.
"Gue pikir memek lo berbulu, ternyata lo rajin juga cukur. Dan lo tau apa, Sya? Gue suka memek tanpa bulu. Kelihatan bersih dari pada yang berbulu lebat. Dannn .... " Wildan menyeringai. Tiba-tiba ia berpindah posisi, menempatkan wajahnya tepat di depan kemaluan Tasya.
Sungguh, saat itu Tasya sangat malu. Mengtahui kenyataan kemaluannya sedang diamati di bawah sana.
"Dan gue bisa jilatin lebih leluasa kaak gini," lanjut Wildan. Ia menjulurkan lidah dan langsung menjilati kemaluan Tasya mengikuti garis.
Tasya me3ngerang kecil, ingin menolak tapi terlalu geli. Selama 18 tahun ini, baru kali ini ia merasakan perasaan aneh seperti ini. Rasa yang orang-orang sebut de3ngan gairah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Life of Tasya
De TodoSejak kedua orang tuanya meninggal, Tasya harus hidup bersama keluarga pamannya, Marko. Namun ia ingin cepat-cepat pergi dari sana karena selain sikap tidak baik yang ditunjukkan oleh istri Paman Marko dan anak gadis yang seumuran dengan Tasya, Tasy...