Sembilan

47.2K 238 19
                                        

Tangan Tasya sedikit gemetar saat mulai membuka kancing seragamnya satu persatu. Pandangan matanya berlarian ke segala penjuru ruangan kecuali terhadap Pak Wahyu. Tasya tidak ingin menatap wajah kepala sekolahnya yang sedang melihatnya dengan penuh gairah.

"Kok kayak susah banget. Mau Bapak bantuin buka?"

Tasya merasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab sebab tangan Pak Wahyu sudah lebih dulu meraih kancing seragamnya yang sudah setengah terlepas. Dengan gerakan lihai, pria tersebut membuka sisa kancing yang masih menempel satu demi satu sampai habis.

Kini, terpampang jelas kedua payudara Tasya yang sekal dan berisi. Pak Wahyu sedikit meneguk saliva dengan kasar. Seumur-umur dia menyelingkuhi istrinya dengan para kupu-kupu malam, tidak ada bentuk payudara yang lebih indah daripada milik Tasya. Begitu bulat dan menggoda.

"Wah, ini.... " Pak Wahyu kehilangan kata-kata. Lebih tertarik untuk melarikan telapak tangannya langsung ke bukit kembar Tasya yang tidak tertutup apapun.

"Tetek kamu lumayan besar, kencang. Bapak suka banget!" puji Pak Wahyu sambil mulai meremas-remas payudara Tasya. Sesekali dia memilin-milin puting Tasya yang sudah mengeras. Mungkin karena pengaruh seragam yang basah atau angin dari AC, atau mungkin juga karena gadis itu sudah mulai terangsang dengan remasan beliau.

"Ngggh ... Pak ... " lenguh Tasya sedikit menggeliat. 

"Kenapa Tasya sayang? Kamu suka ya di remas-remas gini?" goda Pak Wahyu. "Bapak mau nenen. Boleh ya?"

Detik berikutnya mulut Pak Wahyu sudah menyedot puting payudara Tasya. Sesekali lidahnya menjulur untuk memberikan jilatan-jilatan basah. Kemudian menyedotnya lagi dan menggigitinya kecil-kecil karena gemas.

Pak Wahyu melakukan secara bergantian. Kanan dan kiri. Bunyi kecipak mulutnya terdengar memenuhi ruang kepala sekolah, membuat Tasya sedikit khawatir jika ada orang lewat. Apa kata orang jika mereka mendengar suara-suara aneh dari dalam sini?

"Pak Wahyu ...," erang Tasya lirih. Merasakan jika salah satu tangan kepala sekolahnya mulai meraba paha dan masuk ke dalam.

"Eh? Kamu benar-benar nggak pakai celana dalam? Wah wah wah, nakal juga ya kamu," ucap Pak Wahyu setelah jemarinya menemukan vagina telanjang Tasya yang sedikit sudah basah.

Kemudian Pak Wahyu pun mengganti posisinya. Kini dia berjongkok di bawah Tasya. Kedua tangannya melebarkan paha Tasya yang masih tertutup rok abu-abunya.

"Sekarang Bapak mau lihat memek kamu." Itu adalah kalimat perintah dan Tasya sama sekali tidak mencegah. Peruma saja sebab pasti pria berkepala 5 itu akan mengancamnya lagi.

Perlahan, Pak Wahyu menyingkap rok Tasya ke atas. Dia berdecak kagum melihat paha Tasya yang mulus. Ingin rasanya dia berlama-lama mengelusnya namun sadar jika waktunya tidak banyak. Ada rapat yang harus dia hadiri segera.

"Oh, Tasya. Bapak suka memek kamu." lagi dan lagi Pak Wahyu memuji. Menatap kemaluan Tasya yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang tipis dan rapi.

Tasya memang sangat rajin merawat tubuhnya sendiri meski banyak tekanan di rumah, terutama dari Amel dan Rani.

Tanpa permisi seperti sebelum-sebelumnya, kepala Pak wahyu sudah mendekati vagina Tasya. Semakin dibuka lebarnya kemaluan Tasya hingga terlihat lubangnya.

"Slllrpp ... Slllrrp ..." Pak Wahyu mulai menjilati. Awalnya pelan, lama-lama menjadi sedikit rakus. 

Tasya berusaha kuat menutup mulut agar tidak mengeluarkan suara. Bahkan ketika Pak Wahyu mulai menyedot cairan cintanya.

"Hmmm ... enak ... " ujar Pak Wahyu disela jilatannya. Dari dulu dia memang paling suka rasa dari cairan cinta perempuan.

Sedang asik-asiknya menikmati kemaluan Tasya, tiba-tiba ponsel Pak Wahyu berbunyi. Pria itu mengumpat sedikit kesal namun tidak menolak panggilan tersebut.

Diary Life of TasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang