Tidak tahu harus mengatakan apa, Tasya pun hanya bisa diam menahan malu.
"Gila! Jangan-jangan selama ini lo ke sekolah emang nggak pernah pakai daleman?"
Tasya menggeleng. "Nggak kok. Baru kali ini!"
Satu sudut bibir Dion terangkat naik, pertanda bahwa dia sama sekali tidak percaya pada kalimat Tasya barusan.
"Dasar perek! Sok-sokan jadi cewek suci paling berprestasi di sekolah! Ternyata lo bispak juga. Nyesel gue pernah ngejar-ngejar lo!" ejek Dion sengaja karena sakit hati ditolak berkali-kali oleh Tasya.
Jemari Dion mulai meraba vagina Tasya. Ia menyeringai bak iblis sebab menemukan bahwa vagina tersebut sudah basah.
"Udah siap dientot nih kayaknya. Udah basah gini! Hahaha!" tawa Dion yang tanpa aba-aba langsung menusukkan dua jarinya masuk ke dalam lubang inti milik Tasya. Tasya terkesiap karena hal itu.
"Di-Dion. sakit. Jangan kasar-kas ... awh!" Tasya mengaduh sebab Tangan Dion yang bebas menjambak rambutnya kuat-kuat. Membuat kepala Tasya mendongak.
"Cewek kayak lo nggak perlu dilembutin! Memek lo bakal lebih suka kalau dikasarin kayak gini!" seru Dion, jemarinya kian kuat mengocok kemaluan Tasya.
"Rasain nih, perek! Enak kan? Suka kan lo?"
Tasya menggigit bibir. Ini baru dua hari dia kehilangan keperawanan dan jujur saja lubangnya masih agak sakit. Tiap Tasya berjalan pun sebenarnya selakangannya terasa nyeri. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin berdiam diri di rumah terus bukan?
"Dion- mmmmpphhh!" Dion melumat bibir Tasya. Tidak membiarkan gadis itu mengeluarkan protes apapun dari mulutnya.
Sementara itu, jari Dion terus bermain keluar masuk lubang vagina Tasya. Sesekali dia akan menampar-nampar kemaluan Tasya sebelum memasukkan jarinya lagi. Membuat Tasya mengerang dan terus mendesah.
"Aaah Dion... udaahhh ... "
"Udah apa, hmmh?"
"Jangan beginihhh ahhh ..."
"Kenapa? Bukannya lo suka?"
Tasya menggelengkan kepala namun Dion tahu Tasya berbohong. Semakin lama mempermainkan lubang kemaluan Tasya, semakin banyak pula cairan bening yang keluar dari sana. Membuat Dion tergoda untuk mencicipinya.
Ia pun berlutut, lantas mengangkangkan kaki Tasya lebar-lebar. Tasya terhenyak kala mulut Dion langsung melahap miliknya. Menjilatinya, menyeruput cairannya dan menusuk-nusuk lubangnya dengan lidah.
Desahan Tasya kian tak tertahankan, rasa nyeri tadi hilang sama sekali digantikan oleh rasa nikmat luar biasa. Napas hangat Dion yang berhembus mengenai intinya kian menambah rasa nikmat yang sedang dirasakan oleh Tasya.
"Slllrpp ... slllrppp ... " Dion terus menjilat dan menyeruput cairan Tasya tanpa rasa jijik sama sekali. Alih-alih lelaki itu justru terlihat amat sangat menyukainya. Sampai-sampai Dion memasukkan lagi dua jarinya, mengocok lubang kemaluan Tasya lagi hanya untuk mendapatkan lebih.
"Aaahh Diooon ... UDaahh ampuuunn ... Ngggh!" Tasya tidak tahan lagi. Kocokan jari Dion, ditambah dengan jilatan lidah Dion pada kelentitnya membuat Tasya ingin meledak.
Gadis itu ingin menjauhkan kepala Dion dengan mendorongnya namun Dioan menolak. Dia menepis tangan Tasya kasar untuk melanjutkan aktivitasnya.
"Diooon akuuuh ... aaahhhh aku mau keluarrr!"
Dion tidak peduli dengan teriakan Tasya. Dan karena Tasya sudah tidak sanggup lagi menahan ledakannya, ia pun meremas rambut Dion dengan kedua tangannya, membuat kepala cowok itu kian tenggelam dalam lubang kemaluannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Life of Tasya
RandomSejak kedua orang tuanya meninggal, Tasya harus hidup bersama keluarga pamannya, Marko. Namun ia ingin cepat-cepat pergi dari sana karena selain sikap tidak baik yang ditunjukkan oleh istri Paman Marko dan anak gadis yang seumuran dengan Tasya, Tasy...