Part 3

2 0 0
                                    

Hallo reader mimin sudah upload cerita baru nih

Penasaran kan? yuk langsung aja di baca

Happy reading :)

Tubuh ranjang seketika bergerak hebat. Lelah, kesal, kecewa, bercampur baur dalam hati. Hanya barang itu yang mampu membantuku dalam keadaan sekalut ini. Tetapi mengapa barang itu tidak ada? Siapakah yang mengambilnya? Yossi? Dia masih kecil, bantahku. Lantas, lelaki itu? Ketika memasuki kamar aku tak sempat melihat batang hidungnya. Biasanya jam sekian dia selalu setia di depan pesawat televisi. Jadi, tidak mungkin! Atau ..., seketika bulu kudukku berdiri. Mas Yoyok? Hanya dia yang kuperbolehkan bebas keluar masuk kamarku. Dan itu berarti, mas Yok telah pulang ...? Tuhan! Aku menjerit sekeras – kerasnya. Mengapa harus dia? Mengapa harus mas Yok???

*

"Mas Yok?" pekik lirih terlampur dari mulutnya. Ine berdiri mematung menatapku. "Aku tidak mengira...."

"Aku juga tidak," aku menatapnya lemas. Kupegang tepian meja dengan tangan berkeringat. "Dia kakakku satu – satunya. Aku merasa berdosa! Seharusnya barang terkutuk itu tidak kubawa ke rumah!"

"Yang," Ine menggapai lenganku. "Soal mas Yok, nanti kita selidiki bersama – sama. Sekarang, berjanji untuk tidak menjamah benda itu lagi. Ya?"

"Kau tidak tahu, In. Otakku kalut! Kalu!"

"Ya, ya, aku tahu, Yang. Seiap individu yang lahir ke dunia ini masing – masing membawa masalahnya, problemnya sendiri. Persoalannya, apakah setiap masalah itu harus diselesaikan dengan jalan nekat? Bunuh diri? Minum obat tidur? Atau mencicipi serbuk – serbuk itu? Apakah dengan jalan itu, semua masalahmu akan selesai? Kamu harus tahu, Yang, problema manusia itu kompleks! Kalau tidak di dunia, apakah kau sanggup menyelesaikannya di akhirat nanti?"

"Sudah!" kututup telinga kuat – kuat, menahan sesak yang menggelora. Aku tidak ingin dengar perkara kemanusiaan atau keakhiratan semacam itu! Bagiku justru lebih cepat mati lebih baik!

"Ayang." Ine menurunkan tanganku dari kedua belah telingan dengan sabar. "Jangan putus asa, Yang. Selama masih ada hidup masih ada harapan kan? Kau pernah mengatakan itu kepadaku dulu, bukan? Masih ingat? Keterika aku nyaris frustasi ditinggal Heri?"

"Ini persoalan lain! Ini bukan persoalan cinta!"

"Ya, tapi ini menyangkut diri manusia juga! Dirimu, Yayang!!"

"Ini bukan urusanmu!!"

"Yayang!"

"Mana Jerd?" aku berteriak kalap. "Jerd!!?" Ine sibuk mengguncangkan bahuku.

"Ini di kelas, Yang. Sebentar lagi semua datang!"

Tetapi aku sudah tidak perduli. Dengan sekali sentak, cekalnya terlepas. Aku berlari menuju tempat parkir. Tetapi Jerd tetap tidak kelihatan. Dalam sekejab, gas mobil bertambah, melaju ke jalan raya.

Setengah jam duduk menunggu, hanya seorang ibu yang keluar menemuiku. Di mana Jerd? Tadi yang membukakan pintu adalah seorang gadis mungil, barangkali adiknya. Dan mengatakan bahwa Jerd ada. Kini yang keluar hanyalah seorang ibu sebaya mama. Bedanya, dia bersanggul dan berkebaya . ibunya Jerdkah? Rasanya tidak mungkin. Jerd pernah bercerita, ibunya jarang di rumah, selalu sibuk dengan ibu – ibu tetangga lainnya.

Sejenak matanya menelitiku, atas bawah.

"Temannya Jerd?"

"Ya, Jerd ada? Hmm.., ibu, siapa?"

"Saya ibunya Jerd." Wanita itumaju selangkah menjabat tanganku. Dugaanku meleset. Kutatap sekeliling matanya yang terlihat cekung.

"Semalam Jerd kumat," ibu Jerd membuka percakapan setelah mempersilahkan aku duduk. Sesaat aku terpaku. Jerd pernah mengatakan dia tidak pernah menceritakan rahasia inikepada siapapun orang di rumahnya. Dan sekarang, ibunya telah mengetahui. Apakah rahasia itu telah terbuka?

REMBULAN DIPERBATASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang