Bab 1. Tawaran

2.5K 55 1
                                    

"Selamat, sel telur milik Ibu Tiffany berhasil di buahi!" ucap seorang dokter yang menangani proses bayi tabung milik Revan dan juga Tiffany.

"Terimakasih, Dokter," ucap Tiffany dengan perasaan haru. Penantiannya akan segera berakhir.

"Dokter, kapan transfernya embrio akan di lakukan ke dalam rahim istri saya?" tanya Revan dengan tidak sabaran.

"Kita tunggu rahim Ibu Tiffany siap ya. Obat yang saya resepkan selalu di minumkan?" tanya dokter.

"Selalu dokter."

"Kalau begitu kita akan melakukan pemeriksaan pada rahim Ibu Tiffany, jika semuanya sudah di katakan baik. Kita akan melakukan transfer embrio."

Tiffany dan Revan keduanya saling memandang satu sama lain, mata keduanya memancarkan binar kebahagiaan.

Akan tetapi semuanya tidak berlangsung lama, pada saat Tiffany akan melakukan transfer embrio dia mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Hal itu membuat semua keluarga baik Revan maupun Tiffany merasa sedih. Apalagi orang tua Tiffany hanya memiliki satu orang anak yaitu Tiffany.

"Tiffany, Kenapa kamu meninggalkan aku dan juga calon buah hati kita," ucap Revan dengan tersenyum getir. Matanya memerah tangis melihat nisan istri yang paling dicintainya itu.

"Jika kamu pergi, siapa yang akan menjadi ibu pengganti untuk calon anak kita."

"Tiffany, aku mohon jangan tinggalkan aku!" tangis Revan pecah.

**
Beberapa bulan kemudian.

"Almira! keluar kamu!" teriak para rentenir yang terus saja meneriaki Almira.

"Cepat bayar hutang-hutang bapak kamu!"

"Almira!"

Almira yang sedang bersembunyi di dalam kontrakannya hanya bisa menahan nafasnya. Setiap hari, Dirinya selalu didatangi rentenir untuk segera membayar hutang-hutang yang ditinggalkan Ayah dan juga ibunya.

Jika kalian tanya ke mana orang tua Almira. Maka jawabannya orang tua Almira telah meninggal. Ayah Almira meninggal karena overdosis minum alkohol.

Ibunya stress karena hamil lagi di usia sudah tidak muda ditambah hidup susah karena suaminya bukannya cari nafkah malah asyik judi dan mabuk-mabukan. Apalagi setelah tahu suaminya meninggal dan meninggalkan hutang yang menumpuk membuat ibu Almira memilih gantung diri meninggalkan tiga anaknya.

"Almira!"

"Bayar hutang-hutangmu. Jangan harap besok kamu liat adik kamu masih ada jika tidak segera bayar hutang-hutang itu. Kami akan mengambil adik kamu dan menjualnya."

Almira tersentak mendengar ancaman rentenir yang ingin menjadikan adiknya sebagai penebus hutang.

"Kakak, aku takut..." ucap pelan adik Almira perempuan berusia 12 tahun.

"Vani, kamu tenang ya. Gak akan ada yang berani bawa kamu. Jangan takut ya." Almira berusaha menenangkan adiknya walaupun kenyataannya dirinya pun sama-sama takut.

"Terus gimana sama adik Ibrahim?" tanya Vani.

Almira melirik adiknya yang ada di gendongannya yang sedang terlelap setelah diberi susu.

Adiknya Ibrahim, baru saja berusia 5 bulan. Tapi dia sudah menjadi yatim piatu.

"Kamu jangan khawatir, malam ini Kakak ada kerjaan yang bisa menghasilkan uang banyak. Kamu jaga Ibrahim ya. Kalau dia nangis kamu bisa buatkan dia susu. Kalau dia gak mau, kamu cek popoknya. Kakak pernah ajarin kamu ganti popoknya Ibrahim kan."

Vani mengangguk. "Kunci pintu, jangan pernah buka kalau bukan Kakak."

"Iya, Kak."

Almira mengintip kaca jendela kontraknya. Memastikan apakah para rentenir itu masih ada di sana atau tidak.

Rahim sewaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang