Bab 4. Awal yang tidak mudah

918 36 31
                                    

Setelah kepergian Revan dari apartemen. Almira memutuskan untuk pergi ke keluar sekalian mengajak Ibrahim jalan-jalan.

Entahlah keadaannya saat ini berubah jadi seratus delapan delapan puluh derajat. Ia yang awalnya hidupnya sangat susah. Tapi setelah dia menerima kontrak dari Tante Tina. Kini kehidupannya jadi jauh lebih baik.
Ia tinggal di apartemen bagus dan semua kebutuhannya tercukupi tanpa harus bekerja keras. Namun, ia tidak tahu apakah uang yang saat ini di makannya uang haram atau halal.

"Ibrahim, kita jalan-jalan ya sama Kakak," ucap Almira. Ia keluar dari apartemen yang di tepatinya. Ia akan pergi ke sekolah adiknya sekalian untuk jemput.

**

Kabar Almira sedang hamil anaknya dan juga almarhum istrinya, Revan memutuskan untuk mengunjungi makam Tiffany.

"Hallo, Sayang. Bagaimana kabar kamu sekarang? Pasti baik, Karena sekarang kamu gak ngerasain sakit lagi." Revan mengelus nisan mendiang istrinya itu.

"Aku punya kabar bahagia untuk kamu, anak yang selama ini idam-idamkan sekarang dia tumbuh di rahim orang lain."

"Kamu pasti senang kan karena sebentar lagi akan jadi orang ibu." Revan tersenyum getir.

"Sayang, aku sangat merindukanmu. Aku berharap kamu ada di sini datang dan meluk aku." Revan berusaha menghalau air matanya agar tidak jatuh. Ia berusaha mengikhlasan kepergian Tiffany. Revan akan berusaha membuka hatinya untuk wanita lain.

"Aku berjanji akan mencari orang dibalik pembunuhan kamu."

"Aku janji akan membuat orang-orang itu menyesal karena sudah menyakiti kamu. Kamu baik-baik aja di sana. Karena akan aku pastikan kamu akan mendapatkan keadilan."

Setelah beberapa menit menghabiskan waktu di makam mendiang istrinya. Revan memutuskan untuk pulang. "Kalau gitu ku pulang dulu, nanti aku akan kembali lagi ke sini bawa bunga kesukaan kamu."

Revan meninggalkan area pamakaman dan kembali ke kantor.

Kembali pada Almira yang saat ini sudah sampai di tempat sekolah Vina.

"Almira!" panggil Pandu yang entah kebetulan atau tidak dia ada di sekolah Vina juga.

"Pandu!"

"Lo apa kabar?" tanya Pandu sambil menatap wajah Almira dengan tatapan penuh rindu.

"Kabar gue baik, lo sendiri gimana kabarnya? Udah punya partner di toko?" tanya Almira.

"Udah, tapi di toko gak ada lo sepi banget rasanya."

Almira yang mendengar itu tertawa pelan. "Gak usah berlebihan."

"Gue serius, gue gak bohong dan soal gue yang mau nikah sama lo itu juga serius."

Ekspresi wajah Almira yang tadinya biasa saja kini berubah menjadi sendu. Ada rasa bersalah dalam hatinya karena telah menolak laki-laki sebaik Pandu.

"Gue minta maaf, Pan. Gue udah ngambil keputusan ini, rasanya gue nggak pantas buat lo."

"Gak usah minta maaf."

"Tapi, Pan...."

Pandu menaruh telunjuknya di bibir Almira. "Gue cinta sama lo dan itu tulus. Apapun kondisi lo gue akan menerima lo apa adanya, yang sudah terjadi. Tinggal lo jalani aja. Tapi satu hal yang harus lo tau, perasaan gue itu benar-benar tulus."

Almira menatap Pandu dengan lekat, dia bisa melihat bahwa Pandu memang benar-benar mencintainya dengan tulus. Tapi Almira sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada Pandu, lalu apa yang harus dilakukannya. Dia tidak mungkin membuat Pandu menunggu dirinya.

Rahim sewaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang