Jantung Almira berdetak kencang menunggu hasil tes kesehatannya. Dan hal yang lebih mendebarkannya lagi adalah dia akan mendapatkan uang 200 juta jika hasil mengatakan dia sehat dan bisa menerima embrio dalam rahimnya.
"Bagaimana hasilnya Dokter? apakah rahimnya sehat dan siap menampung embrio yang akan ditransfer nanti?" Tanya Revan.
"Hasilnya bagus, ibu Almira bisa menerima transfer embrio ke rahimnya. Namun apakah sebaiknya dilakukan secara alamiah saja."
Bibir Almira tertarik ke atas mendengar ucapan dokter. Mana mungkin dia melakukan hubungan suami istri jika mereka sebenarnya bukanlah pasangan suami istri. Mainkan hanya sebatas rekan kerja saja.
"Terima kasih Dokter, kalau begitu kami pamit pulang." Revan tidak mau menanggapi apa yang dikatakan dokter lebih lanjut. Dia hanya ingin mengetahui apakah Almira sehat dan wanita yang tepat untuk mengandung anaknya dan juga almarhum istrinya Tiffany.
"Om, sudah tahu kan hasilnya saya sehat. Jadi gimana? Saya bisa kan langsung dapat uang Dpnya 200 juta?"
"Hm," balas Revan.
Almira yang mendengar itu pun merasa senang. Karena pada akhirnya dia bisa terbebas dari beban berat yang ditanggungnya selama ini.
Adiknya Ibrahim, tidak akan jadi jaminan sebagai penebus hutang almarhum kedua orang tuanya. Dan setelah pemeriksaan selesai mereka pun pulang ke rumah masing-masing untuk rencana selanjutnya kapan Almira kapan akan menerima embrio itu akan dihubungi lagi.
Mereka akan membuat sebuah surat perjanjian terlebih dahulu agar suatu saat nanti tidak ada yang dirugikan oleh pihak manapun. Almira melakukan ini dengan secara sukarela tanpa paksaan dan kondisi Almira selanjutnya bukan tanggungjawab fd dari pihak keluarga Revan dan juga Tina.
Ke esokan paginya, Almira mendapat kabar dari Tante Tina yang memintanya untuk datang kembali ke rumahnya. Karena surat perjanjian yang dibuat Revan telah selesai. Untuk itu, Almira diminta untuk datang untuk menandatangani surat perjanjian tersebut.
"Pandu gue titip adik-adik gue sama lo," ucap Almira pada sahabatnya yang kebetulan pagi ini datang ke rumahnya.
"Lo mau kemana Al?" tanya Pandu.
"Gue mau ke rumah Tante Tina."
"Tante Tina?"
"Bukannya gue udah cerita kemarin ya soal Tante Rani. Dia wanita paruh baya yang nawarin gue untuk jadi ibu pengganti anaknya."
"Gue ingat, tapA..." Pandu menatap Almira penuh harap Almira membatalkan niatnya.
"Lo yakin?" Pandu sekali lagi bertanya. "Gimana pendapat orang-orang jika ngeliat lo hamil sebelum menikah. Pasti mereka mikir yang enggak-enggak. Terus kalau bayi itu lahir dan bayi itu gak ada sama lo. Masalahnya akan bertambah, gunjingan dan hinaan mereka semakin jadi-jadi nanti."
"Pan, gak usah lo pikirin itu yang harus dipikirin sekarang adalah gue harus pergi menemui mereka dan menerima uang muka sebesar 200 juta. Untuk kedepannya itu akan jadi urusan gue."
"Tapi, Al..."
"Makasih Pandu udah khawatirin gue. Tapi gue gak bisa mundur lagi. Gue yakin, sekarang mereka udah nungguin."
"Gue anterin," tawar Pandu.
"Gak usah, nanti lo telat lagi masuk kerja."
Pandu yang mendapat penolakan Almira hanya bisa menghela nafasnya. Andaikan dia orang kaya. Mungkin uang 200 juta itu tidak apa-apanya. Tanpa Almira melakukan apapun dia pasti akan memberikannya pada Almira. Tapi jangankan membantu Almira, membantu keluarganya yang kesusahan aja Pandu masih belum bisa. Sungguh dia tidak tega melihat kondisi Almira harus berjuang melunasi hutang orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahim sewaan
General FictionNasib sial menimpa Almira, niat ingin menjadi wanita simpanan laki-laki tua kaya. Almira malah kepergok oleh istri sah yang dikencaninya di hari pertama. Bukannya mendapat caci maki, Amira malah mendapat tawaran menjadi Ibu pengganti dari anaknya ya...