bab 5. Tidak berminat jadi Pelakor.

843 33 9
                                    

Nama Stefan aku ganti jadi Revan ya.
Bantu aku revisi cerita ini dengan menandai typo.





"Dan soal Mas Revan. Mba, Kakak atau Tante. Aku tidak tahu harus memanggil dengan sebutan apa."

"Aku tidak pernah ada sedikitpun berniat merebut Mas Revan dari siapapun? Aku sadar diri kok, aku wanita seperti apa jadi, Mba tidak perlu takut kalah saing dengan wanita rendahan seperti saya."

"Bagus kalah kamu sadar diri, ingat apa yang katakan tadi. Aku tidak akan pernah main-main dengan ucapanku."

"Iya, aku akan mengingatnya dengan baik. Kalau begitu kalian bisa pulang ini sudah malam."

"Dasar wanita miskin, berani-beraninya kamu ngusir kita. Emangnya kamu ini siapa, kalau bukan karena Jeng Tina, kamu sudah menjadi pelacur di klub malam," ucap Tante Selly mencemooh pekerjaan Almira sebelum diangkat menjadi ibu pengganti.

"Untuk itu aku berterima kasih pada Tante Tina yang sudah mau menawarkan pekerjaan ini."

"Sudahlah, Tante. Lebih baik sekarang kita pulang aja, aku nggak mau berlama-lama dekat dengan wanita rendahan ini. Nanti yang ada tubuhku terasa gatal."

"Terasa gatal? Memangnya aku ulat apa bisa membuat orang gatal?" batin Almira, sepertinya harus lebih banyak bersabar dalam menghadapi ujian hidup.

Setelah melihat jika Tante Selly pulang begitu juga dengan wanita yang bernama Celine. Almira memutuskan untuk menutup pintunya karena sudah malam. Namun, setelah Almira mengunci pintunya, bel apartemen kembali berbunyi. Membuat Almira harus membalikkan badannya untuk membuka pintunya kembali.

"Apa orang-orang yang tinggal di apartemen memiliki kebiasaan bertamu malam-malam?" tanyanya dengan jengkel.

"Kenapa wajahmu terlihat kesal begitu?" tanya Revan heran.

"Maaf, Mas. Ada apa ya malam-malam datang ke sini?" tanya Almira tanpa basa-basi.

"Memangnya kenapa kalau saya ingin datang malam-malam ke sini. Masalah buat kamu."

"Masalah, karena itu sangat mengganggu orang yang mau istirahat," balas Almira cepat.

"Saya ke sini hanya melihat keadaan kamu saja."

"Keadaanku baik-baik saja. Mas, sudah melihatnya kan sekarang, Mas bisa pulang. Tidak baik bagi seorang wanita yang belum menikah berada di apartemen yang sama bersama dengan seorang laki-laki!" usir Almira.

"Nanti jadi fitnah," lanjut Almira memberi alasan.

"Siapa yang akan fitnah, orang yang tinggal di sini mereka tidak suka mengusik urusan orang lain."

Almira memutar bola matanya. Tidak tahukah laki-laki yang ada di hadapannya ini. Dia baru saja di labrak ibunya dan juga calon istrinya.

"Lalu mau Mas sekarang apa?" tanya Almira. Tangannya ia lipat di depan dada. Posisinya masih sama menghalangi pintu.

"Mau masuk."

"Mau apa masuk ke dalam?"

Revan terlihat kesal karena tidak diizinkan masuk oleh Almira.

"Tentu aja bicara sama kamu."

"Membicarakan hal apa?"

Revan mengerutkan keningnya. "Kamu itu terlalu banyak bertanya, seperti wartawan saja."

"Tentu, Mas. Saya harus banyak bertanya karena ini menyangkut harga diri saya sebagai seorang wanita yang tidak boleh sembarangan memasukkan pria ke apartemennya."

"Saya ingin membuat perjanjian sama kamu."

"Perjanjian apa? Bukannya kita sudah membuat perjanjian?" tanya Almira. Raut wajahnya menunjukkan penuh tanya.

Rahim sewaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang