Tepat pukul 02.00 malam Hersa terbangun dari tidur nya, yang di rasakan Hersa saat ini adalah tenggorokan kering, tentu saja Hersa langsung bergegas menuju dapur untuk mengambil segelas air minum.
Saat Hersa melewati kamar kedua abang nya Hersa tak sengaja mendengar apa yang sedang di bicarakan oleh bang Mahesa dan bang Jendral. Perlahan Hersa menguping di balik pintu yang hanya terbuka sedikit.
" Jendral lu kasian gak sih sama Hersa? " tanya bang Mahesa dengan memetik pelan senar gitarnya.
" Gimana ya bang?, gue mau kasian tapi lu nyadar gak sih yang buat bunda meninggal itu dia " jelas Jendral.
Deg!
Hati Hersa sakit rasa nya Hersa ingin menangis detik itu juga, ternyata selama ini mereka kira Hersa lah yang membunuh bunda. Hersa tak habis pikir. Sekarang Hersa mengerti kenapa ayah dan kedua abang nya selalu saja membenci nya.
Hersa yang awal nya ingin ke dapur kini putar balik ke kamar tidur nya. Hersa hanya bisa merasakan sesak di dada, rasanya benar' sakit.
" Hersa jangan nangis, lu laki-laki " Hersa yang menahan air mata mati'an dan berusaha tidak memikirkan hal yang baru saja dia dengar dengan telinga nya sendiri.
Hersa sudah muak dengan apa yang sudah terjadi dengan dunia nya. Yang Hersa pikirkan sekarang adalah, apa hanya karna bunda bersama Hersa saat abang'nya pergi ke Tokyo untuk menjemput sang ayah, oleh karna itu mereka mengira Hersa lah yang membunuh bunda, tak masuk akal sama sekali bukan.
Padahal yang sebenar nya terjadi saat mereka pergi menjemput ayah ke Tokyo, bunda yang ada di kamar sudah berlumuran darah di pergelangan tangan dengan posisi bunda yang duduk di bawah bersandar di kasur tidur nya.
Hal itu terjadi setelah 2 hari Mahesa dan Jendral di Tokyo bersama ayah. Saat Hersa yang sedang ingin menuju ke kamar nya Hersa kaget melihat keadaan bunda sudah berlumuran darah di pergelangan tangan nya, Hersa yang melihat itu sontak kaget dan berteriak memanggil pembantu yang ada di rumah mereka.
Saat itu juga ayah dan kedua abang Hersa pulang dan langsung menuju ke kamar bunda dan ayah karna mendengar suara teriakan Hersa. Bukan nya mendengar penjelasan Hersa dulu ayah malah langsung mendorong tubuh Hersa.
Posisi Hersa di situ memegang kater yang ada di samping tubuh bunda mungkin saja dari situ kesalah fahaman terjadi.
Hersa tak kuat jika harus mengingat ingat kejadian di hari itu lagi, hari di mana bunda menitipkan pesan yang bermakna untuk Hersa dan kedua abang nya namun sampai sekarang Hersa juga belum sempat memberi tau pesan pada kedua abang nya karna kecanggungan mereka setelah kematian sang bunda.
" Hersa harus apa sekarang bun?, Hersa boleh nyerah gak?, haruskah menyerah? " lagi' Hersa mengatakan itu dengan suara yang hanya bisa di dengar oleh diri nya sendiri.
" Hersa belum bangun? " tanya singkat ayah.
Mahersa dan Jendral hanya menatap satu sama lain heran. Bukan apa' tapi tumben sekali ayah menanya kan di mana keadaan Hersa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Should You Give Up?
Fantasy" Mati Karna Minum obat, atau Mati karna kurang tidur aku hanya punya dua pilihan itu "