[12] Jangan Sok Baik

43.1K 387 2
                                    

Tanu menenteng dua plastik kresek besar berisi makanan ringan, ia habis belanja di supermarket. Menghabiskan banyak duit untuk memborong segala makanan yang manis. Katanya makanan manis bisa membuat perasaan orang menjadi lebih baik.

Tanu tidak terlalu suka makanan manis. Sudah jelas ia tidak membeli untuk dirinya sendiri.

Sesampainya di kamar dengan nuansa vintage sederhana, ia meletakkan belanjaan di atas tempat tidur. Seorang gadis tidur di atasnya dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Dalam satu tarikan Tanu membuang selimut tersebut.

"Bangun hey!"

Gadis itu hanya mengeram kesal, tetapi tidak jua mengubah posisi. Masih dalam keadaan tengkurap dengan wajah ia sembunyikan dalam bantal.

"Sudah seminggu, belum puas galaunya?"

Jennie menggeleng. Usai peristiwa traumatis yang ia alami sore itu, ia tidak punya gairah hidup lagi.

***

Kejadian sore itu...

Butuh tenaga ekstra untuk Jennie bergerak dalam kondisi tubuh yang diikat. Ia bahkan sampai terjatuh menghantam lantai demi meraih ponsel yang ada dalam tas yang tadi dicampakkan antek-antek Mawar.

Dengan gerakan ngesot-ngesot dan tubuh yang sakit, ia berhasil juga mendapatkan ponselnya. Meskipun membutuhkan waktu yang sangat lama hingga matahari tenggelam di ufuk barat.

Satu ia menelpon siapapun yang bisa ia hubungi. Karena keterbatasan pergerakan ia menekan asal. Nomor Tanu menjadi nomor terakhir di log panggilan.

"Hallo Jennie? Kamu dimana jam segini kok belum pulang?"

Entah karena apa, waktunya sangat bertepatan Tanu sedang mencarinya. Jennie langsung menjelaskan keberadaannya, meskipun tidak terdengar jelas dengan mulut masih tersumpal.

Namun, beberapa saat kemudian Tanu berhasil menemukan dirinya. Ia dilepaskan dan dibawa pulang.

Tanu sempat berpikir untuk membawa Jennie ke rumah sakit melihat ada darah di bagian tubuhnya, tetapi Jennie menolak dengan dalih ia tidak apa-apa.

Sampai di rumah Jennie menceritakan kronologis kejadian sore itu. Membuat Tanu emosi dan hendak pergi melabrak mawar ke rumahnya.

Lagi-lagi yang Jennie lakukan adalah melarang pria itu melakukannya. Ia berkata dirinya tidak apa-apa.

Kenyataannya. Bohong. Ia trauma.

Kejadian itu meninggal luka badan dan luka batin. Jennie takut ke sekolah, ia takut bertemu orang-orang.

***

"Sudah aku bilang, kita bawa aja kasus ini ke kepala sekolah biar mereka dapat hukumannya," kata Tanu. Ia masih tidak habis pikir dengan cara Jennie menanggapi masalahnya.

"Kamu enggak mau melaporkan pelakunya, tapi kamu juga terpuruk gini. Mau kamu apa sih?" Tanu sudah kehilangan kesabaran melihat kondisi Jennie.

"Tidur dan sembunyi di kamar enggak menyelesaikan apa-apa, Jenn. Pilihannya hanya dua. Berjuang untuk melaporkan teman jahat kamu itu supaya dia dapat hukuman atau kamu iklhasin keadaan dengan melupakannya dan menjalani hidup seperti tidak terjadi apa-apa."

Jennie merasa telinganya panas, hampir setiap hari dalam tujuh hari ia absen sekolah, Tanu selalu saja cerewet. Merepet panjang ngalah-ngalahin ibunya sewaktu marah.

"Berisik," jerit Jennie ia bangkit dan menyingkirkan belanja Tanu yang tadi diletakkan di dekatnya. "Mas Tanu enggak bakalan ngerti perasaan Jennie, karena Mas nggak ngalamin. Jadi berhenti sok bijaksana. Nasehat Mas Tanu enggak bakalan aku dengerin."

Jennie dan Mas Tetangga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang