Bagian 5

734 47 9
                                    


Please give me a pleasure :-)


"MSP Spinn-Off"








"Gun, bulan depan ikut ke rumah mama ya? Ajak bunda juga sekalian makan malam buat rayain ulang tahunku"

Tin melirik Gun yang tidak segera menjawabnya. Raut wajahnya seperti memikirkan sesuatu yang berat. Padahal biasanya Gun paling semangat kalau urusan makan, apalagi bertemu bunda dan mama.

"Lihat jadwal dulu, bulan depan banyak project yang harus diselesaikan".

"Baiklah".

Sudah. Tidak ada percakapan lagi. Mereka berdua asik dengan dunia masing-masing. Tidak ada cerita hari ini. Tidak ada candaan lagi setiap malam. Yang ada hanya rasa dingin.

Entahlah.

Tin yang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya dan Gun yang sibuk dengan handphone nya sedari tadi.

Dua jam telah berlalu, handphone Gun berdering nyaring.

Tin terpaksa menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah sofa yang tadi diduduki oleh Gun.

Gun Tidak ada.

Tin bangkit, melihat siapa yang menelepon. Disana tertulis 'Senior is calling' ada tanda bintangnya. Baru saja Tin ingin menjawab, tapi Gun lebih dulu mengambil handphonenya dari atas meja.

"Biar aku saja, kamu lanjutkan saja menyelesaikan tugasmu".
Gun mengatakannya sambil berjalan menuju kamarnya.

Tin merasa heran. Baru kali ini Gun menjawab telepon seperti ini.

Maksudnya, menghindar dari Tin.

Atau hanya pikiran Tin saja yang berlebihan.

Sekitar setengah jam kemudian, Gun keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Tin yang melihatnya lekas bertanya kepada Gun tentang siapa yang menelepon tadi.

"Telpon dari siapa?"

"Kak Pawat. Besok dia mengajakku makan siang sekaligus membahas project".

Apa ini? Tin merasa kesal dan sedikit cemburu.

Tidak, Tin harus melakukan sesuatu.

"Gun, besok kamu bebas waktu sore sampai malam kan? Ayo kita nonton film. Sudah lama kita tidak menonton bersama". Tin bertanya penuh harap.

"Ok, ayo nonton bersama".



***



Tin cukup lelah. Tadi pagi pagi sekali dia sudah harus berada di kampus untu praktikum. Belum lagi tugasnya sebagai asisten dosen mengharuskan dia bolak balik dari laboratorium menuju ruang dosen beberapa kali.

Tugasnya sudah selesai. Tin segera keluar dari laboratorium lalu memilih duduk di salah satu kursi taman yang berada di depan laboratorium.

Baru saja ia ingin sedikit memejamkan matanya, bahunya ditepuk cukup keras.

Tin menoleh dan membelalakkan matanya. Di belakangnya berdiri seorang artis yang cukup terkenal.

Kenapa dia disini? Untuk apa? Dan ada perlu apa seorang Ohm Pawat dengan dirinya?

Tin berdiri lalu sedikit membungkuk sebelum bertanya tentang ada urusan apa seorang artis besar dengan dirinya yang hanya mahasiswa.

"Kau Tin kan? Temannya Gun, atau mungkin lebih tepatnya adalah pacar dari seorang Gun Chinzillas?".

Tin yang mendengar pertanyaan sarkas dari orang didepannya sedikit kesal dan kaget.

"Ada perlu apa seorang 'Ohm Pawat' dengan seorang mahasiswa seperti saya?" Tin menjawab dengan menekan kalimat yang dia ucapkan.

"Kamu tau kan ini jam makan siang? Saya akan makan dengan Gun sehabis ini. Saya berusaha mendekatinya. Saya menyukainya. Dan sepertinya kamu harus mengalah dan pergi."

Tin mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk meredam emosinya. Matanya menusuk tajam kedepan. Sedangkan orang yang baru saja mengucapkan. Hal yang menjengkelkan itu sibuk meneliti penampilan Tin sekarang.

Saat ini, Tin hanya memakai kaos hitam lengan pendek dengan celana hitam panjang. Jangan lupa kacamata yang bertengger manis di hidungnya. Jika di bandingkan dengan orang yang didepannya memang terlihat jelas sekali perbedaannya.

"Kamu diam saja berarti setuju untuk melepaskan?"

Lihatlah dia, apakah ini sifat aslinya? Menyebalkan.

Tin tersenyum simpul.

"Kakak Ohm Pawat yang terhormat, semua keputusan ada di Gun. Jika dia tetap bertahan, saya akan berterima kasih kepadamu karena menjadi cobaan untuk hubunganku. Dan jika dia memilih pergi, saya tetap akan berterima kasih kepadamu karena kamu telah menunjukkan bahwa dia bukan pilihan terbaik untukku. Saya tidak akan membencimu untuk hal ini. Saya permisi."

Tin segera menyambar tas dan almamaternya di kursi, berjalan menjauh meninggalkan Ohm dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Dalam langkahnya, Tin berpikir dia tidak akan menyerah, tidak boleh.

Setidaknya Tin harus lebih berusaha lagi.

Langkahnya terhenti karena suara notifikasi di handphonenya.

Satu pesan masuk dari Gun.

Setelah membaca pesan dari Gun, Tin berjongkok menyembunyikan wajahnya diantara lutut dan lipatan tangannya. Air matanya menetes, dia ingin meraung dan menangis.

Tin sudah kalah.






"Tin, nontonnya kita batalkan dulu. Barusan kak Pawat meneleponku kalau setelah membahas project, dia mengajakku menghadiri acaranya lalu pergi makan malam. Nonton filmnya kita tunda dulu ya? Kita rencanakan lagi lain waktu. Maaf."















Boleh banget kalau mau kasih aku saran. Tapi jangan pakai bahasa kasar yaa...
:-)

MSP SPINN-OFF // GEMINIFOURTH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang