"Berarti lusa kumpul di tempat biasa, ya! Di kafe Jakpus."
"Oke! Yeay, semester baru!"
"Zee, tolong jangan kebanyakan tidur!"
"Tergantung, kalian pada bawa bantal, gak?"
"Hahaha!"
"Yaudah, masakanku udah matang! Bye, guys!"
"Bye!"
Biiip
'Emang dasar, dua manusia ini,' Nara berserah dalam hati, ketika mengakhiri sambungan video call.
Nara melanjutkan aktivitas yang sempat terhambat ketika dihubungi oleh kedua sahabatnya itu, Zee dan Wawa. Sejak tadi ia sedang mengikat tali sepatu. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali memakai sepatu lari. Entah sudah berapa lama ia hanya bersantai di rumah tanpa ada aktivitas yang berarti selama libur semester kelima. Dua hari lagi ia akan kembali ke Jakarta untuk rutinitas perkuliahannya.
Perempuan dua puluh tahun itu menguncir rambut panjangnya yang hitam lurus. Sengaja menguraikan sedikit poni agar dahinya tidak tampak menyembul. Ia menatap langit seperti sedang memperkirakan cuaca. Menampakkan tahi lalat sedikit di bawah dagu sebelah kiri.
Setelahnya Nara melakukan pemanasan dinamis guna mencegah cedera karena sudah lama tidak berolahraga. Ia bahkan melakukan gerakan lompatan maksimal. Yang sekilas terlihat lucu untuk perempuan yang memiliki tinggi badan 150 sentimeter tersebut.
'Baiklah, ini akan menjadi hari yang luar biasa!' Nara membatin kemudian memulai langkah kecilnya.
😗😗
"Ah! Maaf!" Perempuan itu berseru keras. Nyaris terdengar cempreng.
Gata menyipitkan mata, menatap malas ke wajah perempuan muda di hadapannya. Membuat perempuan itu tersenyum tipis seperti tidak enak hati, dan terpaksa sedikit menengadah ke atas karena tinggi badannya sedikit di bawah dagu Gata.
Gata menghela nafas, berpikir entah kenapa dari sekian banyak pengunjung Coffee Shop ini, bajunya lah yang harus ketumpahan Americano panas. Ia bahkan belum sempat memesan apapun. Baru juga masuk dalam antrian, tiba-tiba saja perempuan di depannya ini berbalik arah lalu seketika menabraknya.
"Latte satu. Ice," terucap begitu saja dari mulut Gata yang berinisiatif memecah kesunyian. Ia pun menunjuk bercak bekas tumpahan kopi pada kemejanya, lalu melirik ke toilet. Mencoba memberi isyarat. Perempuan itu terlihat mengerti.
Gata segera mengganti baju. Beruntung ada kaus olahraga lengan pendek yang rencananya akan dipakai joging esok pagi. Bercak pada kemeja tadi dibasuh seadanya pada wastafel, lalu ia memasukkan kemeja itu ke dalam tas ransel yang sedari awal ada di punggungnya.
Sekembalinya ke area antrian, perempuan tadi menyambut dengan segelas Latte Ice. Terlihat pula ia telah memesan ulang minumannya. Ketika itulah Gata mulai mengamati. Perempuan muda berwajah oriental dengan mata yang terbuka lebar.
"Ini berapa?" Gata mengambil Latte Ice-nya. "Gue transfer, ya. Nggak ada cash."
Perempuan itu terlihat bingung, memiringkan sedikit kepalanya. Gata kembali mempertegas.
"Ini, kopi, gue bayar, sendiri. Tapi, gue transfer, ke elu. Gue, tadi, minta, pesenin. Bukan, minta, bayarin." Gata terlihat seperti pria tua yang belajar membaca.
Perempuan itu tertawa kecil. Tidak menduga bahwa Gata akan bersikap seperti itu.
"Aku kaget. Haha. Kirain Kakak tadi marah, terus minta dibeliin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Move It
Научная фантастикаGata adalah pria bujang tiga puluh tahun yang hanya ingin menikmati hidup usai redupnya karir dan percintaan. Namun pertemuan dengan Nara, si perempuan muda yang mengaku bisa sulap, membuatnya kembali harus menjalani gejolak kehidupan yang berbeda. ...
