Gata adalah pria bujang tiga puluh tahun yang hanya ingin menikmati hidup usai redupnya karir dan percintaan. Namun pertemuan dengan Nara, si perempuan muda yang mengaku bisa sulap, membuatnya kembali harus menjalani gejolak kehidupan yang berbeda.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
★☆
Nara menyipitkan mata kemudian menutup salah satunya, mencari fokus bak penembak ulung yang sedang membidik sasaran. Dengan teknik pengambilan nafas yang meyakinkan, dilanjut gerakan tangan menyerupai senjata api seperti yang semua anak kecil pernah lakukan.
"Mantap!"
Sebotol air mineral literan yang masih terisi, terlempar cukup jauh. Benar-benar seperti penembak jitu. Dengan jarak lebih dari sepuluh meter, hampir seperti tendangan penalti sepak bola, Nara berhasil 'menembak' botol tersebut.
"Mantap!!" Turki kegirangan. Nara meniup ujung telunjuknya persis seperti adegan koboi pasca menjatuhkan musuh di film-film.
"Oke! Siap-siap, Nara! Musuh selanjutnya!" Zee tak kalah antusias, kemudian melambungkan sebuah bola tenis ke arahnya. Nara mendongak ke atas mengikuti pergerakan bola, lalu kembali memfokuskan diri agar dapat membelokkan arah bola tersebut.
Berhasil!
"Mantap!!" Turki kegirangan dua kali. Nara kembali menggerak-gerakkan alisnya dengan gaya sombong yang dibuat-buat. Kini ia tidak hanya terlihat seperti tukang sulap amatiran. Hampir bisa dikatakan ia sudah terlihat seperti manusia super!
Sore itu, mereka sedang berkumpul di salah satu bekas lapangan sepak bola dekat rumah orang tua Turki. Mereka melakukan semacam pelatihan berkala yang diatur oleh the one and only, Turki. Sejauh ini memang ia-lah yang terlihat paling bersemangat mengulik kekuatan Nara dibanding si pemilik kekuatan itu sendiri. Mereka selalu menyempatkan diri 'berlatih' paling tidak satu kali dalam seminggu.
Turki coba meneliti telekinesis Nara agar lebih tepat sasaran dan tidak menakutkan. Apalagi jika sampai lepas kontrol seperti merobohkan lampu lalu lintas. Belum lagi mereka sudah pernah terlibat dengan orang-orang yang menggunakan senjata api. Secara teknis, Nara bisa melakukan hal yang sama dengan memanfaatkan angin.
"Oy! Ini mau digedein segimana lagi? Bisa-bisa gue dikira kriminal!" Teriak seorang pria tiga puluh tahun dengan malas serta nampak wajahnya yang memerah.
Gata.
Beliau ini di pojokan lapangan sedang memegang ranting. Sejak tadi ia sibuk membakar setumpuk sampah serta daun kering. Semakin lama semakin menimbulkan kobaran api dan gumpalan asap yang cukup besar.
"Lu turut membersihkan lingkungan dari sampah tahu," ujar Turki sambil menghampiri. Nara dan Zee juga ikut mendekat.
"Lingkungan bersih, udara yang kotor, anjir," Gata menggerutu.
"Payah nih, nggak mendukung kemajuan umat manusia," Turki menimpali, sambil menepuk bahu Nara, sang jagoan di matanya.
Nara tersenyum bangga. Tidak seperti sebelumnya, rasa lelah akibat dari penggunaan kekuatannya sekarang sudah perlahan berkurang.
Nara menatap tumpukan sampah yang terbakar. Sekilas mengingatkannya pada ledakan kafe beberapa bulan lalu. Kobaran yang membuatnya ketakutan setelah sekian lama hidup penuh rasa damai. Kali ini mereka semua mencoba untuk mengasah kemampuan Nara mengendalikan api.
Zee menatap dalam pada Nara, memberikan dukungan. Mereka mengangguk bersamaan. Nara berkonsentrasi penuh. Selaras pada mata, hati dan pikirannya. Turki dan Gata tidak kalah deg-degan.
Nara menggerakkan tangannya, seperti memegang sesuatu, mencoba beriringan dengan gerakan api yang mulai acak. Beberapa saat berlalu. Masih belum ada tanda api bergerak sesuai keinginan. Nara masih berusaha, rahangnya mengeras.
Gata mengisi ulang beberapa ranting serta daun kering lagi. Menjaga agar api tidak padam.
"Siap! Masih oke, Kak," Nara menghembuskan nafas panjang. Melakukan peregangan otot lalu memijat pelipisnya.
Nara kembali berfokus. Mengulang serangkaian konsentrasi yang ia rasa lebih sulit dari sekedar menggerakkan benda-benda solid.
Beberapa saat kembali berlalu tanpa hasil.
"Huaahh," Nara mengeluh.
"Hmm. Mungkin karena ini bukan tragedi spontan kali, ya," gumam Turki. "Coba fokusnya diubah dikit."
"Pakai trik baru, manfaatin angin," lanjutnya.
Kali ini api sedikit bergerak, melawan arah angin, mengikuti deru tiupannya.
Fuh! Nara mencoba lebih kencang. Namun bukannya padam, sampah yang terbakar malah berserakan. Bara api mulai menyebar ke mana-mana. Terbang ke berbagai arah dan sontak membuat mereka panik. Beruntung Gata segera mengambil tindakan. Api berhasil dipadamkan secara manual menggunakan air kemudian diinjak-injak.
"Kayaknya yang api harus lebih sering kita ulik lagi," Turki mengakhiri sesi sore itu.
Mereka berempat duduk di bawah pohon lalu berbagi minuman dingin. Pemandangan sore yang lapang dan menyejukkan mata.
"Sejauh ini apa lagi yang udah lu tahu soal Telekinesis?" Gata tiba-tiba bertanya walaupun wajahnya tampak tidak penasaran.
"Referensi gue, sih, udah lumayan banyak. Yang gue tahu ada tiga kelas kinesis berdasarkan teori-teori klasifikasi yang beredar."
Nara dan Zee menyaksikan dengan seksama.
"Pertama, Kinesis Alam, contohnya Pyrokinesis yang bisa ngendaliin api. Beberapa lainnya ada angin, air, bahkan cahaya. Menurut beberapa sumber, ini masuknya kelas A."
"Kedua, Kinesis untuk benda-benda solid, contohnya Telekinesis Nara. Kelas B ini, bisa manipulasi benda solid juga. Dari gerakan sampai merubah sifatnya kayak mencairkan es atau menguapkan air. Ah, kayak Gresha si youtuber tiga juta subrek."
"Yang terakhir, kelas C, Kinesis untuk Manusia. Contohnya kayak kemampuan hipnotis, baca pikiran, sampai yang ekstrim bisa menguasai seluruh alam sadar seseorang. Bisa juga memberi semacam sugesti hingga kita jadi kuat secara fisik bahkan sampai punya daya ingat yang tinggi."
"Kinesis ini kolaborasi antara kinerja alam dan manusia. Bahkan kadang di luar logika. Tapi sebenarnya daya pikir dan kemampuan otak manusia memang bisa dipakai lebih dari normal. Makanya efek kelelahan pasti terasa sehabis ngeluarin kemampuannya. Bahkan kalau berlebihan, bisa aja membahayakan nyawa."
"Menurut banyak referensi, per kelas kekuatan ini punya ratusan kemampuan. Hampir bisa dipastikan kalau orang yang punya kemampuan aneh, ya, pasti bagian dari Kinesis."
Nara dan Zee tak bergeming mendengar penjelasan Turki. Hal-hal yang sebelumnya hanya mereka saksikan pada kisah-kisah fiksi, kini benar-benar terpampang nyata di hadapan mereka.
"Berarti Nara, 'kan, ada di kelas B, ya? Tapi dia pernah memanipulasi gerakan api. Apa dia juga kelas A?" Zee mulai penasaran.
"Setahu gue, Kinesis bisa bangkit dalam tubuh manusia hanya dalam satu kelas aja. Walaupun gue belum yakin karena berkaca dari pengalaman Nara. Kayaknya masih memungkinkan untuk punya lebih dari satu kelas kekuatan."
Nara mengepalkan tangannya. Tak nampak kegusaran pada wajahnya. Terlihat kini ia malah tersenyum antusias. "Mohon bantuannya ya, Kak. Apapun tahapan latihan dari Kak Turki, aku akan ikuti!"
"Mohon bantuannya juga, Kagata!"
Gata tersenyum kecil, 'Memang fungsi gue apaan, ya?'
"Tenang saja! Walaupun abang yang satu ini belum tahu apa gunanya," Turki berguyon sambil menepuk bahu Gata, "Tapi gue sudah punya serangkaian pelatihan ke depan. Gue bahkan punya impian agar bisa membuat lu melakuakan sesuatu yang luar biasa. Tapi nanti, ya! Wahaha!"
Sore itu kembali berakhir dengan tawa serta banyak terawangan acak dari mereka berempat. Latihan hari ini telah selesai. Mereka hanya berharap bahwa hal-hal menakjubkan seperti ini dapat terus membawa kebaikan bagi semua orang.