★☆
Malam itu Khaifa bergegas keluar rumah dengan girang karena skincare pesanannya sudah tiba. Ia mengambil jaket karena sedari tadi hanya mengenakan kaus oblong. Kondisi rumah sudah sangat sepi sebab orangtuanya terbiasa tidur sebelum jam sepuluh malam.
Seorang kurir bermasker lengkap menyambutnya di luar.
"Scan di sini ya, Kak."
"Ok–"
Seketika nafasnya terbungkam.
Entah sudah berapa lama, Khaifa akhirnya terbangun dan merasakan tubuhnya terasa kaku. Tangan dan kakinya tertekuk, terlilit simpul tali yang sangat kuat. Ia mendapati dirinya sedang terbaring lemas pada sesuatu yang bergerak. Yang mana sudah ditebaknya bahwa ia sedang berada di dalam sebuah mobil.
Gelap. Mata dan mulutnya tersumpal oleh kain. Sebenarnya ia panik dan mulai merasa ketakutan. Namun ditahannya segala reaksi yang memberontak, karena lebih takut akan hal yang lebih buruk. Ia masih berpura-pura tidak sadarkan diri.
Tak banyak suara yang didengarnya. Hanya sesekali seperti batuk orang yang membawanya, bunyi kunyahan camilan kering, dan bunyi tap kartu tol. Ia bahkan tidak tahu sudah berapa lama ia di perjalanan. Berharap akan ada situasi yang menguntungkan.
Sampailah ketika mobil dirasanya sudah berhenti. Masih dengan menahan rasa takutnya, pintu bagasi mobil dibuka dan terasa tubuhnya diangkat kemudian dipapah masuk ke sebuah ruangan. Ia disandarkan pada sebuah kursi. Khaifa melemaskan badannya masih sambil berpura-pura tidak sadarkan diri.
"Ke Ucup dulu," kata salah seorang yang didengarnya.
"Yaudah, gue juga mau pipis," ujar salah seorang lagi.
Terdengar langkah kedua orang itu perlahan menjauh. Cukup lama hingga terasa menghilang sepenuhnya. Khaifa mendengus sedikit lalu berusaha menggaruk punggungnya dengan susah payah, mengingat kedua tangannya diikat ke belakang.
Khaifa coba menghentakkan kakinya yang juga terikat keduanya. Ia bahkan membuat sedikit kegaduhan dengan batuknya. Hening. Ia pikir tidak ada orang lain dalam jarak dekat. Bahunya coba bergerak untuk membuka penutup mata.
'Ah!' Khaifa terkaget karena seketika tubuhnya tidak seimbang hingga rebah ke bawah bersamaan dengan kursinya. Penutup mata mulai sedikit terbuka.
Hening. Ia coba meneliti ke sekitar. Mengintip dari balik kain yang masih menutup sebagian matanya. Ruangan kecil dengan lampu temaram yang menyeramkan.
Ditariknya kaki menekuk ke depan, mencoba agar posisi tangannya bisa berputar ke depan melalui pinggang. Dengan panik dan terburu-buru, ia merusak simpul ikatan yang melilit kakinya.
◎
Turki baru saja menyusul ke kantor polisi untuk menyampaikan penelusuran lanjutan terkait aplikasi pernikahan, sekaligus menemani Gata dan Javan yang masih enggan untuk pulang. Sedangkan Riella sudah kembali ke rumahnya.
"Kurang satu, nih," Turki bergumam.
Javan dan Gata memandangnya dengan penasaran.
"Ya, kurang satu aja. Bisa gaplek kalo berempat."
Javan kembali memalingkan pandangannya. Gata kembali rebahan pada kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Move It
Science FictionGata adalah pria bujang tiga puluh tahun yang hanya ingin menikmati hidup usai redupnya karir dan percintaan. Namun pertemuan dengan Nara, si perempuan muda yang mengaku bisa sulap, membuatnya kembali harus menjalani gejolak kehidupan yang berbeda. ...
