Chapter 05 - Karyawan EO

40 4 0
                                        


Gata sibuk menilik Spreadsheets pada laptopnya. Satu dari banyak tools andalan dan paling mahir digunakannya sejak pertama kali bekerja. Terpampang judul 'WP Tracking.' Matanya bergerak menyapu layar berulang kali. Di seberang tempatnya duduk ada Turki yang sedang memakai jaket, bersiap untuk pergi.

"Lagian lu disuruh nganggur, malah kerja," ucap Turki meledek Gata yang sedari tadi berkutat dengan progres kerja sampingannya menjadi WO dadakan untuk pernikahan Javan.

"Biar otak gue jalan terus, Ki. Bisa jadi bahan pembelajaran juga. Lu nggak mau kawin apa?"

"Umuran kayak kita, sih, bohong kalo belum kawin."

"Si bego."

"Yaudah, ntar kalo perlu apa-apa, kabarin. Gua ke site Kalimalang." Turki menggendong ranselnya. "Kunci motor?" Tangannya meraba-raba kantung jaket sampai celana.

"Tuh," Gata menunjuk kunci motor Turki di balik kotak tisu. "Salam ke si Anwar. Karyawan terbaik di kota ini," sahut Gata.

"Haha, iya lagi. Terbaik dia, bantu-bantu mulu."

"Tapi lu gaji, kan?!"

"Iyalah! Lu kira gue bos macam apa."

Turki berlanjut pergi.

Sore itu mereka baru saja selesai bertransaksi secara COD (Cash on Delivery) dengan salah satu pembeli mesin penambang Kripto. Bisnis yang mereka geluti satu tahun terakhir. Turki memang spesialis. Tiga tahun ia pernah bekerja menjadi teknisi mesin kripto di perusahaan orang, akhirnya memutuskan untuk jual beli bahkan mengoperasikan mesinnya sendiri.

Berbekal pengalaman, kalau ada masalah teknis di site –sebutan tempat pengoperasian mesin–, Turki bisa langsung mengecek dan segera memperbaiki. Mereka juga dibantu Anwar, remaja yang punya basic kelistrikan dan sudah kenal lama dengan Turki di tempat kerja sebelumnya.

Entah kenapa Gata mengeluarkan ponselnya dari saku, segera membuka kontak kemudian menelepon Nara. Tiba-tiba saja kepikiran untuk mengobrol apalagi lokasinya tidak jauh. Iseng-iseng berhadiah.

Setengah jam berlalu sampai akhirnya Nara tiba. Gata yang sudah menyadari kedatangannya dari bangku, mematikan rokok kemudian men-scroll fokus pada laptopnya, berlagak pura-pura tidak melihat.

"Sorry, Kak, lama."

"Sorry, ngerepotin," Gata berdiri menyalami Nara.

"Yah, Kak. Kalo repot mah aku nggak bakal datang. Hehe."

"Move ke dalam apa di sini aja?"

"Di sini aja, udah nggak panas juga." Nara melihat ke arah kasir. "Aku pesen dulu, ya."

Sekembalinya, Nara meletakkan segelas Americano panas di atas meja. Raut wajah yang begitu bersemangat tertaut jelas. "Baiklah, kita mau ngobrolin apa, nih?"

"Di balik casing lu yang begini, kopi pahit panas adalah yang paling plot twist, sih," ujar Gata, teringat pertemuan pertama mereka karena minuman tersebut. Nara hanya tertawa riang.

"Gini, gini. Soal bentar lagi Javan mau nikahan. Gue mau nambahin aksesoris di kanan-kiri bangku orang tua mempelai. Ada beberapa saran dari orang dekor. Cuma secara feeling kayaknya butuh sudut pandang lain," Gata melanjutkan.

Move ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang