05

44 9 0
                                    


Keesokan paginya Win bangun seakan tidak ada masalah sebelumnya. Ia masih bersikap seperti biasa dihadapan Vachi membuat Vachi merasa lega jika kekasihnya baik-baik saja. Vachi pun berfikir jika semalam Win hanya kelelahan dan itu hal yang wajar. Setelah sarapan bersama, Win mengantar Vachi berangkat kerja karena tujuan mereka searah. Tiba didepan cafe, Vachi menatap kepergian Win lalu masuk kedalam cafe untuk mulai bekerja.

Karena masih pagi, belum banyak pelanggan yang datang membuat Vachi memiliki banyak waktu luang. Ia mencoba menghubungi William untuk menanyakan kabarnya, tapi nomor ponselnya tidak aktif. Vachi merasa sangat aneh dengan sikap temannya itu yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar setelah mendapatkan pekerjaan baru. Padahal Vachi berniat untuk mengajak Will minum bersama atau sekedar bertemu disuatu tempat. Tapi sudah beberapa hari ini Will tidak bisa dihubungi.

"Ada apa dengan wajah mu itu?" Seseorang menginterupsi Vachi yang sedang menunduk dan berfikir keras. Ia mengangkat wajahnya melihat pemilik cafe yang menatapnya dengan heran.

"Tuan Bob, apakah anda mendengar kabar tentang Will?" Tanya Vachi.

Bob yang menerima pertanyaan itu pun menggeleng "setelah dia mengundurkan diri, aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Ada apa?"

"Tidak ada. Hanya saja aku tidak bisa menghubunginya lagi"

"Tidak perlu cemas, mungkin dia hanya terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya. Kamu juga kembalilah bekerja, sebentar lagi banyak pelanggan akan datang"

"Baik tuan"

Vachi menyimpan ponselnya kedalam saku celana. Ia berusaha untuk berfikiran positif, mungkin saja Will memang sedang sibuk bekerja seperti yang Bob katakan.

*****

Win tiba di kampus cukup terlambat dari biasanya, untungnya masih ada lahan parkir yang kosong. Setelah memarkirkan mobilnya, Win berjalan menuju lift karena kelasnya berada di lantai 4. Melihat lift yang hampir tertutup Win berlari dengan cepat dan seseorang yang ada didalam lift menahan pintu agar Win bisa segera masuk.

"Terimakasih" ujar Win disela tarikan nafasnya yang tersengal-sengal kelelahan.

"Jadi, itu kau.." selain Win hanya ada 1 orang yang bersamanya didalam lift tersebut. Dan orang itulah yang berbicara.

"Apakah kamu mengenal ku?" Tanya Win melirik pria yang lebih pendek darinya. Pria itu memiliki rambut dan mata hitam. Berbeda dari kebanyakan orang Eropa pada umumnya yang memiliki rambut pirang serta mata hijau atau biru.

"Aku melihat mu di Ananta satu bulan yang lalu. Dan juga di Daemon kemarin malam"

Win mengerutkan keningnya, ia tahu Daemon adalah nama cafe bar tempat pertemuan mahasiswa kedokteran kemarin malam. Tapi Win tidak tahu apa itu Ananta. Ia bahkan tidak pernah mendengar nama itu.

"Ananta?" Tanya Win bingung.

"Kau bahkan tidak tahu Ananta. Itu adalah showroom mobil yang kau datangi saat itu"

"Ahh jadi itu namanya..." Win sekarang tahu nama showroom mobil mewah yang ia datangi saat itu. Karena saat Win menerima kartu namanya, tidak ada nama dalam kartu itu. Hanya ada alamat serta penjelasan jika itu adalah showroom mobil.

"Jadi mobil apa yang kau pilih? Kau tidak terlihat seperti anak generasi kedua dari negara ini. Apakah kau mampu membeli mobil disana?"

Nada bicara pria itu terdengar sangat merendahkan membuat Win merasa sangat kesal. Tapi melihat pria itu membawa jas putih yang menandakan jika pria didepannya ini merupakan seniornya. Win berusaha untuk menahan amarahnya.

"Aku memang tidak mampu membeli mobil-mobil itu. Untungnya ada orang dermawan yang memberikan ku secara cuma-cuma" ujar Win dengan senyuman. Tidak lama kemudian pintu lift terbuka di lantai 4, tanpa banyak bicara Win langsung keluar dari lift meninggalkan orang sombong yang sudah merendahkannya itu.

Eyestic 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang