"Astaghfirullah! Ibu!" Mbok Sri bergegas memburu ke arah Siti. Majikannya itu melongo melihat ke serpihan piring yang buyar di lantai dekat kakinya.
"Ibu gak apa-apa?" Asisten rumah tangga yang cekatan itu segera meraih sapu dan serok lalu membersihkan kepingan beling yang berserakan.
Siti diam berpegangan pada meja dapur. Mendadak dadanya berdebar kencang. Perasaannya tidak enak. Matanya melihat ke jam dinding, jarumnya menunjukkan jam sembilan, masih pagi. Kenapa Aryo belum pulang?
"Mbok, lanjutin pilihin beras, ya. Aku kok mendadak gak enak badan," kata Siti pada Mbok Sri, wanita enam puluh tahun yang sudah bekerja sejak awal bubur ayam Jakarta 95 dimulai. Siti mengajaknya serta ke rumah di Tegal ini karena tidak mau memakai asisten baru. Mbok Sri sudah tahu apa tugasnya dan Siti suka dengan cara kerja sang asisten.
"Iya, Bu. Mbok selesaikan pilihin berasnya. Ibu istirahat, ya. Kalau butuh apa-apa, panggil Mbok."
"Terima kasih ya, Mbok. Maaf aku jadi ngerepotin Mbok. Gak tahu kenapa tiba-tiba lenganku kok nyenggol piring itu, ya."
"Ibu kecapekan. Semalam juga kan Ibu bikin bumbu sama minyak ayam sampai jam satu, toh? Tadi jam empat Ibu sudah bangun lagi, milihin beras segala." Mbok Sri seperti mengomeli anaknya yang tidak menurut aturan.
"Biasanya beras yang datang itu bagus dan bersih, Mbok. Kali ini kok Mas Aryo pesan yang banyak gabahnya. Kalau dimasak jadi bubur ya gak enak dimakan, Mbok."
"Bapak mau coba-coba, kalik, Bu. Pesan beras lagi saja yang merk biasanya, yang ini biar Mbok pakai buat makan karyawan, jadi nasi saja."
"Iya ya, Mbok. Nanti aku bilang deh ke Mas Aryo. Walaupun buat dimasak jadi nasi untuk makan karyawan, tetap harus dipilih dan ditampi lho, Mbok!"
"Beres, Ibu!"
Siti meninggalkan dapurnya yang luas dan rapi. Mbok Sri melanjutkan membersihkan sisa pecahan piring lalu mengambil tampah besar yang dipenuhi beras. Masakan untuk sarapan sudah tersaji di meja makan, kalau Aryo pulang nanti bisa langsung sarapan. Mbok Sri tenang membersihkan beras di hadapannya.
Siti membaringkan tubuh di tempat tidur. Ia mencoba memejamkan mata tapi tidak bisa terlena. Entah kenapa, dadanya berdebar keras dan keringat dingin membasahi tubuh.
*****
Aina duduk menangis terisak. Di depannya, Aryo berdiri diam. Mereka membuat orang lain yang lewat di koridor depan kamar Mamak menoleh dan menatap. Hari sudah beranjak siang. Rumah sakit dr. Soeselo yang merupakan rumah sakit terbesar di kabupaten Tegal penuh oleh orang lalu lalang. Walaupun pasien hanya boleh ditunggui satu orang saja, entah kenapa koridor ruang rawat kelas 1 ini ramai sekali.
"Katakan apa alasannya, Yo," kata Aina di sela tangisnya.
"Karena permintaan Mamak."
"Bukan karena kau cinta padaku, kan?"
"Aku cinta padamu."
"Tidak. Kau mencintai Siti."
"Aku juga cinta pada Siti."
"Konyol kau!"
Aryo mengusap rambutnya sendiri dengan galau. Sejak tadi ia merasakan ponselnya bergetar, pasti Siti cemas menunggunya pulang. Nanti, masalah dengan Aina harus diselesaikan dulu.
"Mamak memaksamu?" tanya Aina. "Pergi sajalah kau dari Tegal. Kembali ke Jakarta atau kemanapun selain di sini. Jadi Mamak tidak bisa lagi menerormu."
"Walaupun ini memang permintaan Mamak tapi aku tidak merasa dipaksa, Na. Menikahlah denganku, kecuali kalau kau sudah ada kekasih lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU MENCINTAIMU (tamat)
RomanceSiti tidak pernah menduga ia akan jadi istri pertama. Aryo, suami yang ia temani sejak nol, minta izin mendua ketika mereka sudah berjaya. wanita kedua yang akan jadi madu Siti adalah Aina, cinta pertama Aryo. Siti tidak punya pilihan selain setuju...