Aryo terhuyung mundur, tangannya memegang dada, kejutan akibat ucapan Siti terlalu hebat untuknya. Siti tetap berdiri diam di sisi meja makan. Wajah pucatnya membuat wanita itu kelihatan sedang sakit.
"Siti, istighfar. Apa-apaan kamu?"
"Aku sudah pikirkan baik-baik, Mas. Kamu kesulitan mengambil sikap, aku dan Aina jadi serba salah. Biar aku saja yang ambil sikap. Ceraikan aku dan nikahi Aina. Tunaikan janjimu padanya."
"Janji apa, Siti?"
"Janji menikahi dia. Tanpa kata putus kau tinggalkan dia, Mas. Dia menunggumu, membuang umurnya menjadi gadis untuk menjadi istrimu. Aku bersalah kalau aku tetap mempertahankanmu."
"Aku juga punya janji denganmu, Siti! Aku juga harus menunaikan janjiku padamu!" Aryo mendekati Siti, meraih tangannya tapi ditepis oleh Siti.
"Janji apa? Kau gak punya janji apapun denganku!"
"Aku berjanji dengan Allah sebagai saksinya bahwa aku akan menjadi suamimu seumur hidupku!"
Siti mengusap air matanya yang jatuh deras ke pipi. Ia duduk di kursi makan, lemas sekali tubuhnya. Beberapa hari pikiran ini menyiksanya lahir batin.
"Siti, dukung aku, jangan semakin membuatku bingung," kata Aryo pelan. Ia berlutut di depan Siti, menaruh kepalanya di pangkuan sang istri.
"Kalau kamu bingung, itu artinya memang kau mencintai Aina tapi takut menyakiti aku, Mas. Aku gak apa-apa, pergilah, nikahi Aina. Kalian saling mencintai, aku gak mau ada di tengah kalian."
"Siti," kata Aryo, wajahnya tengadah menatap istrinya. "Kalau aku minta kau terima Aina sebagai madumu, kau bersedia?"
Sebelum menjawab, tangis Siti pecah lagi. Kali ini lebih keras dan lebih pilu. Dugaannya benar, suaminya memang ada keinginan menikah lagi dengan mantan kekasih yang mendadak muncul lagi.
"Tidak, Mas. Aku gak sanggup berbagi suami. Lepaskan saja aku," sahut Siti dalam ratap tangisnya.
"Ti, aku gak tahu harus bagaimana. Aku gak tega melihat Mamak yang sakit dan Aina yang menungguku tapi aku juga tidak mau melepasmu. Aku bersalah pada Aina karena meninggalkannya tanpa kata selesai. Aku pikir dia sudah bertemu jodohnya dan tidak lagi menungguku."
"Kau jodohnya, Mas!"
Ya Tuhan. Aryo semakin kacau rasanya. Kenapa harus begini? Ia menyesali keputusannya pulang ke Tegal. Seharusnya ia tetap di Jakarta saja. Apakah ini jawaban Tuhan atas doa Aina selama ini?
"Tentukan sikapmu malam ini. Besok pagi aku tunggu jawabanmu. Aku akan berkemas, siapa tahu besok aku harus pergi," kata Siti masih dengan Isak tangis yang begitu menyayat hati. Ia bangkit, menepis Aryo di depannya.
Aryo menatap punggung istrinya yang masuk kembali ke kamar . Terdengar suara klik kunci pintu.
*****
Mamak semakin lemah. Dokter Shanti sudah meminta Aina agar bersiap untuk kemungkinan terburuk. Mamak memaksa diri kelihatan sehat selama tiga tahun belakangan. Usahanya sangat maksimal hingga putrinya sendiri tidak tahu tentang penyakitnya. Kekuatan manusia ada batasnya, kini Mamak tidak bisa lagi pura-pura kuat. Penyakit mematikan dalam tubuhnya semakin menguasai.
Sejak semalam Mamak hanya diam saja. Saat matanya terbuka, ia menatap Aina seolah ada yang ingin disampaikan tapi bibirnya sudah tidak bisa mengucap.
Siang ini Aina membersihkan wajah dan tangan ibunya sambil terus bicara walaupun Mamak hanya merespon dengan senyum. Sekuat tenaga Aina menahan air matanya. Ia sudah menekan dalam-dalam rasa bersalah karena terlambat mengetahui penyakit Mamak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU MENCINTAIMU (tamat)
RomanceSiti tidak pernah menduga ia akan jadi istri pertama. Aryo, suami yang ia temani sejak nol, minta izin mendua ketika mereka sudah berjaya. wanita kedua yang akan jadi madu Siti adalah Aina, cinta pertama Aryo. Siti tidak punya pilihan selain setuju...