11. ADA APA INI?

293 11 0
                                    

Sedang apa Siti di kamar Mamak? Bagaimana dia bisa masuk? Aina berjalan perlahan menghampiri Mamak. Ia melihat kalung tanda penjaga pasien melingkari bagian leher di jilbab Siti. Aina baru ingat, dari dua kalung penjaga pasien yang diberikan oleh rumah sakit, satu kalung masih dipegang Aryo. Berarti Siti ada di sini dengan sepengetahuan suaminya itu.

"Na, ini Siti datang mau bicara j," kata Mamak. Senyumnya terulas di bibir. Aina menatap Siti lalu mengangguk untuk kesopanan semata.

"Kalau gak keberatan, ayo kita bicara di luar, Mbak Aina," kata Siti. Aina hanya menjawab dengan anggukan kepala. Siti berdiri dan mendahului keluar.

"Mamak, nanti aku juga mau bicara serius sama Mamak, ya." Aina berbisik di dekat telinga ibunya.

Siti dan Aina duduk bersebelahan di kursi logam depan kamar Mamak. Beberapa detik yang canggung berlalu kemudian Siti mendahului bicara.

"Mas Aryo sudah cerita padaku bahwa Mbak Aina menolak lamarannya."

"Iya, benar."

"Kenapa?" Siti menoleh, matanya menatap wajah Aina.

"Karena saya wanita baik-baik, saya bukan pelakor," jawab Aina tanpa senyum. Ia balas menatap Siti. Istri Aryo itu perlahan menganggukkan kepala.

"Andaikan Mbak Aina langsung menerima lamaran dari Mas Aryo, mungkin respon saya adalah marah dan menuduh Mbak sebagai pelakor. Penolakan tegas dari Mbak membuat saya tahu bahwa cerita Mas Aryo tentang Mbak itu benar."

"Memangnya dia cerita apa soal saya?" Mata Aina memicing, tatapannya menghunjam pada Siti.

"Suami saya mencintai Mbak Aina karena Mbak tegas dan pegang prinsip."

Ya Tuhan, terbuat dari apa hati wanita ini? Bisik hati Aina. Seringan itu dia mengatakan bahwa suaminya mencintaiku.

"Enggak. Dia berlebihan. Saya ini plin-plan dan penakut." Aina tersenyum kaku. Ia masih belum bisa santai menghadapi Siti. Aura berkharisma yang dimiliki Siti membuat Aina jengah berada di dekatnya. Siti tersenyum lebar mendengar ucapan Aina tadi.

"Mbak Aina, saya merestui dan mengizinkan Mas Aryo menikah dengan Mbak Aina. Terimalah lamarannya."

"Kau gi la, ya?" Bisik Aina. "Apa maksudnya ini?"

Siti menghela nafas panjang. Ia diam beberapa detik sambil matanya tetap tertuju pada Aina.

Siti sudah bicara dari hati ke hati dengan Mamak sewaktu tadi Aina dipanggil dokter Shanti. Mamak bercerita panjang lebar tentang keadaannya saat ini dan alasan kenapa ia meminta Aryo menikahi Aina. Sebagai wanita biasa, Siti tentu sakit hati dan cemburu, namun karena suatu hal ia bisa menelan kembali kekecewaannya itu. Ia memahami kenapa Mamak melakukan hal yang sangat menyakiti hati semua istri di dunia ini. Siti merasa ia ikhlas mengizinkan Aryo mendua.

"Silakan kalau kau berpikir begitu tapi saya tidak sependapat." Aina berkata dengan nada tegas. "Usia saya sekarang sudah masuk ke tahap di mana orang menyebut saya perawan tua. Mungkin itu yang dikhawatirkan Mamak sampai beliau meminta Aryo mengajak saya menikah. Jawaban saya jelas dan tidak akan saya ubah, saya tidak mau."

"Misalkan Mas Aryo sekarang masih bujangan, tidak ada saya, apakah Mbak Aina tetap akan menolak?"

Mendadak Aina gugup. Pertanyaan Siti itu sangat memojokkannya. Ia sendiri tidak tahu apa jawaban yang tepat. Siti merasakan kebimbangan Aina.

"Jadi, Mbak Aina menolak lamaran Mas Aryo karena saya, ya kan? Hanya saya alasannya."

"Kita gak seharusnya membicarakan ini, Siti. Maaf, aku memanggilmu hanya nama saja. Sepertinya kau memang lebih muda dariku. Gak apa, kan?"

Siti menganggukkan kepalanya dan memberi Aina sebuah senyum maklum.

"Kalau alasan Mbak Aina menolak Mas Aryo adalah karena saya, sekali lagi saya katakan, saya setuju dan mengizinkan Mas Aryo menikah dengan Mbak Aina. Semoga itu jadi bahan pertimbangan buat Mbak agar menerima lamarannya."

Ada apa ini sebenarnya? Aina merasa semua orang di sekelilingnya jadi aneh. Saat ia dan Aryo berusaha jadi satu dalam ikatan cinta yang sah, banyak penolakan yang mereka terima. Sekarang, dalam sekejap, sepertinya semua orang memaksanya menerima lamaran Aryo. Mendakwanya berbuat jahat karena menolak lelaki itu. Situasi apa ini?

Jawabannya ada di Mamak. Aina tahu ia harus meminta Mamak bicara jujur.

Siti pulang satu jam kemudian. Jawaban Aina tetap seperti pendiriannya, ia tidak mau menikah dengan Aryo.

Mamak tidur saat Aina masuk kembali ke kamar. Gadis itu duduk di sisi pembaringan Mamak. Ia menatap wajah ibunya yang sudah diisi keriput di sana-sini.

Aina mengenal Mamak sebagai ibu yang keras dan tegas. Peraturannya bersifat mutlak, apapun itu. Sekali Mamak bicara, ia akan teguh memegang ucapannya. Baru kali ini Aina melihat Mamak mengubah keputusan. Betapa keras Mamak dulu melarang Aina berhubungan dengan Aryo. Sekarang, semua keanehan ini justru bersumber dari Mamak yang ngotot menjadikan Aina istri kedua Aryo.

Mungkin harta Aryo yang menyilaukan Mamak. Beberapa tahun belakangan ini Aina memang melihat Mamak agak kewalahan mengurus toko. Barang dagangan bukannya semakin bertambah tapi makin habis. Mamak bilang itu karena banyak yang berhutang padanya dan tidak tepat waktu membayar. Itulah sebabnya Aina bekerja menjahit di rumah. Kepada Mamak ia bilang itu hanya iseng saja daripada melamun di rumah. Kenyataannya, penghasilan Aina menjahit sering dipakai Mamak untuk kebutuhan sehari-hari.

Apa yang terjadi pada Mamak? Setelah Bapak meninggal, Mamak kelihatan tegar tapi Aina tahu sebenarnya Mamak lemah. Judes dan galaknya hanya sebagai topeng dari kerapuhan hatinya.

Enam kali Mamak menjodohkan Aina dengan anak rekan-rekan bisnis. Semua ditolak oleh Aina. Ia tidak tertarik sedikitpun pada pria-pria muda yang kebanyakan hanya membanggakan harta bapaknya saja. Selera Aina bukan yang seperti itu. Mamak akhirnya tahu bahwa penolakan Aina bersumber pada satu hal, Aryo. Sejak kepergian Aryo, Aina yang memang introvert jadi semakin menutup diri. Jangankan teman pria, teman wanita pun ia tidak punya. Aina sulit menjalin pertemanan. Ia lebih nyaman ada di rumah, menjahit berjam-jam. Sering suara mesin jahitnya berhenti dan saat Mamak melongoknya, Mamak melihat Aina melamun menatap jahitan yang sedang dikerjakan.

Mamak tahu ia telah melakukan kesalahan fatal pada putrinya. Niatnya hendak memilihkan jodoh terbaik untun Aina agar kelak sang anak bisa hidup bahagia ternyata membawa akibat buruk bagi Aina. Mamak tahu kesalahannya sudah tidak bisa diperbaiki lagi karena Aryo sekarang sudah menikah.

Dalam mimpinya, Mamak menjalani rasa penyesalan tak berbatas yang harus ia tanggung selamanya. Aina permata hatinya yang rapuh dan harus selalu ditemani akan sendirian saat Mamak pergi nanti. Siapa yang akan menemaninya? Mamak pergi membawa semua yang seharusnya ia tinggalkan untuk Aina. Semua, tak bersisa.

Mamak menggeliat sedikit lalu membuka mata. Pandangannya beradu dengan Aina.

"Kenapa kau melototin Mamak?" Suara parau Mamak terdengar. Aina tersenyum.

"Mamak lucu kalau tidur."

"Heh, kurang ajar kau." Mamak tertawa diikuti oleh Aina.

"Mak, aku mau Mamak bicara jujur."

"Tentang apa?"

"Kenapa aku seperti dipaksa menerima lamaran Aryo? Satu lagi, diagnosa Mamak sudah aku terima tadi dari dokter Shanti. Penyakit Mamak sangat mematikan, kanker paru-paru. Sudah lumayan parah. Sejak kapan itu, Mak?"

Mamak menarik nafas panjang. Ini saat yang tepat mengatakan segalanya pada Aina.

"Na, Mamak ini lagi sekarat."

SUAMIKU MENCINTAIMU (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang