Menjelang waktu Ashar, Aryo kembali dapat laporan bahwa pembangunan tempat untuk cabang Pemalang mendapat protes warga. Aneh juga, pikir Aryo. Ia sudah melakukan segalanya sesuai prosedur. Sepertinya warga sekitar tempat itu tidak suka ada pembangunan restoran di wilayah mereka.
Aryo berkata pada Rahmat, manager pelaksana di Pemalang, yang meneleponnya.
"Di pertemuan dengan warga, kau sudah bilang kan bahwa nanti karyawan akan direkrut dari warga sekitar?"
"Sudah, Pak. Warga sudah tahu itu, malah sudah ada surat lamaran yang masuk ke manajemen. Semua saya tampung dulu."
"Alasan penolakan kali ini apa lagi? Masih soal pengolahan limbah?"
"Antara lain itu, Pak. Ada issue baru lagi, katanya ... mm, maaf ya, Pak, ada provokator yang menyebar gosip bahwa Pak Aryo punya pesugihan!"
"Astaghfirullah!" Aryo menekan dadanya dengan tangan kiri, ia kaget sekali dengan kabar itu. "Bagaimana bisa? Apa alasannya, Mat?"
"Dari gosip yang beredar, warga khawatir Pak Aryo sukses karena muja setan, Pak. Katanya, Bapak terlalu cepat sukses. Mana punya dua istri cantik-cantik sekaligus!"
"Hei! Beraninya kau puji istri-istriku cantik!" bentak Aryo.
"Ma-maaf, Pak. Saya cuma menyampaikan apa yang saya dengar di sini. Issue pesugihan itu disangkut pautkan dengan ketakutan warga sekitar bahwa Bapak akan ambil tumbal warga sini!"
Ya Tuhan. Apa lagi ini?
Aryo sudah keluar banyak modal untuk membangun lokasi cabang Pemalang. Dari pengalamannya, biasanya warga sekitar lokasi malah menyambut baik adanya restoran di lingkungan mereka karena akan menyerap tenaga kerja dari pemuda lokal. Kenapa kali ini berbeda? Pakai ada issue pesugihan segala.
"Aku akan jadwalkan segera supaya bisa meninjau ke Pemalang, Mat. Sementara ini tolong kau atur segala hal agar tidak terjadi bentrok dengan warga. Jangan memaksakan kehendak, jika memang warga menolak, kita rehat dulu sementara "
"Iya, Pak. Ada lagi yang harus saya lakukan, Pak?'
"Itu saja. Hati-hati kau di sana."
"Siap, Pak."
Setelah menutup sambungan telepon, Aryo termenung. Ia duduk di kursi plastik di dapur. Beberapa karyawan yang bertugas memasak hilir mudik menyiapkan bahan pembuat bubur ayam. Siti dan Aina duduk mengobrol di meja 6. Aryo menatap mereka.
Awal mula kisah poligaminya memang penuh pertentangan dari dua wanita itu. Aryo mengenang kembali saat ia minta izin pada Siti agar dibolehkan menikah lagi. Itu adalah saat paling sulit dalam hidup Aryo. Belum lagi perjuangannya menaklukkan Aina si keras kepala.
Siapa sangka hari ini kedua wanita ayu itu sedang duduk mengobrol, kadang berbisik, dan tertawa bersama. Mungkin ini yang akhirnya membuat orang mengira Aryo punya ilmu penakluk atau pelet. Demi Tuhan, Aryo tidak pernah punya ilmu seperti itu. Ia sendiri tidak tahu bagaimana akhirnya Siti dan Aina jadi akrab begitu.
Ia melihat Aina menoleh padanya, lalu berbisik sesuatu pada Siti. Reaksi Siti adalah ikut menatap Aryo lalu kedua wanita itu tertawa cekikikan bernada rahasia.
Ish, ada apa ini? Tidak boleh dibiarkan ada konspirasi diantara mereka!
Aryo keluar dari dapur dan menghampiri kedua istrinya.
"Lagi ngomongin apa? Ngomongin aku, kan? Kenapa ngeliatin aku sambil ketawa-ketawa?"
"Idih, GR-nya!" sahut Aina. "Siapa yang lagi ngomongin kamu?"
"Sensi banget," gerutu Siti. Setelah itu keduanya kembali tertawa cekikikan sambil saling tatap.
Aryo menggeram. Ini sudah memancing emosi, harus dibubarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU MENCINTAIMU (tamat)
RomansaSiti tidak pernah menduga ia akan jadi istri pertama. Aryo, suami yang ia temani sejak nol, minta izin mendua ketika mereka sudah berjaya. wanita kedua yang akan jadi madu Siti adalah Aina, cinta pertama Aryo. Siti tidak punya pilihan selain setuju...