•7

266 50 0
                                    

"Tuhan sayang sama lu."

Aku mengenal siapa sosok yang mengatakan itu, namanya Dipta. Satu kelasku, dia populer di sekolah. Menurutku, karena berpacaran dengan Reihan. Huh, siapa di sini yang tidak tahu Reihan? Si humble dengan banyak teman.

Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba memberhentikan aksiku kala Dipta menghampiri dengan wajah datarnya seperti biasa.

"lu tau nggak... ulang tahun sekolah tuh 6 hari lagi? guest star-nya keren. lu ga mau lihat?" Dipta bertanya padaku.

Aku meliriknya sekilas, lalu turun dari pagar yang sempat ku panjat beberapa detik lalu.

"siapa yang ngarep gua berangkat waktu acara ulang tahun sekolah?" Balik tanyaku, sarkas.

Tidak hanya Reihan dan Dipta yang populer, aku juga, mungkin.

Namaku Nindy. Sebagian murid sekolah mengenalku, sebagai anak emas kepala sekolah.

"padahal kemaren Dean udah bantu bersihin sampah di loker sama meja lu loh..." Dipta ini banyak bicara.

Aku tidak suka kepadanya.

Dia menyebalkan. Ketika anak-anak di kelas mendiamkan-ku karena rumor menyebalkan seminggu lalu, hanya Dipta yang masih mengajakku berbicara.

Memangnya dia siapa?

"Reihan gak suka gua deket-deket sama lu. tapi bodo amat."

Reihan, si humble yang ternyata juga menyebalkan.

"orang kan gak akan paham kalo ga mengalami. Reihan tau apa, dia cuma denger dari cerita orang, ga tau aslinya tapi ikut-ikutan. orang bego emang."

Eh, kenapa Dipta terkesan membicarakan Reihan di belakang? Padahal itu pacarnya sendiri. Aku bingung menanggapi seperti apa sekarang.

"mostly anak kelas kan ga percaya sama rumor -"

"tapi yang nyebarin anak kelas kita juga kan?" Potongku tidak suka.

"emm emang lambe turah banget sih. kata wali kelas mau disidang kok. toh korbannya juga banyak, selain lu tuh ada kelas sebelah yang dituduh mabok ke sekolah."

Seketika aku mulai tertarik mengobrol dengan Dipta. Padahal kami di kelas jarang interaksi atau mungkin hampir tidak pernah.

"oh ya? bukan cuma gua?" Tanyaku heran.

"iya... kalo lu ga melakukan apa yang mereka bilang, lu cuek ajaa."

"emang bisa? orang-orang sampe ngotorin loker gua, kursi gua dituker, buku tugas gua sengaja ga dikumpulin?!" Akhirnya aku mengeluarkan unek-unekku.

"lu ga liat gua sama Dean tiap pagi bantu bersihin, anak-anak yang piket juga tanggung jawab kok padahal bukan kursi mereka," cibir Dipta terdengar sebal.

Aku juga kesal mendengarnya.

"lawan. jangan lihat orang yang ganggu lu terus, buka mata juga masih banyak orang yang dipihak lu. tadinya tuh gua mau temenan, beneran temenan."

Kenapa jadi Dipta yang marah?

"ih ga tau, gua kesel. lawan dong pokoknya. kalo omongan mereka salah, buktiin. gua tau lu bukan orang kayak gitu. kalo butuh bantuan juga gua yakin anak kelas pasti bakal turun tangan." Dipta berucap dengan nada emosi di awal. Wajahnya jadi semakin tidak enak dilihat, lalu pergi setelah mengucapkan kalimat panjang itu.

Aku terdiam, memikirkan apa yang ku dengar tadi. Setidaknya Dipta bisa menghentikan aksiku yang hendak mengakhiri hidup karena hal sepele. Harusnya aku berterima kasih...

Namun, siapa sangka Dipta sendiri mengalami sesuatu yang lebih parah. Seharusnya aku tidak membuatnya kesal kala itu. Dia hanya ingin berteman kan?



























***

































"eh Reihan—"

Reihan tersentak. Niat awalnya hendak menuju kelas seusai dari kantin ini urung. Memutar tubuh menatap perempuan yang lebih pendek darinya dengan membawa sesuatu. Wajahnya tidak asing.

"sorry, gua Nindy." Orang itu memperkenalkan diri.

Di sini Reihan mengangguk. "oh elu. ada apa?" Tanyanya kemudian.

"sebelumnya gua mau minta maaf..." Nindy berucap pelan, dia sedang tidak percaya diri.

Namun, Reihan hanya diam. Menanti kalimat selanjutnya yang akan keluar dari perempuan yang tengah menunduk di depannya sekarang.

"gua minta maaf atas nama Dean, dan gua sendiri. gua tau Dipta dilarang main sama gua karena mungkin lu pada berpikir gua ga pantes buat temenan sama Dipta, karena Dean..." Nindy menjeda ucapannya, memberanikan untuk mendongak, menatap lamat wajah datar Reihan yang tengah mendengarnya. "gua minta maaf. gua beneran temenan sama Dipta tulus, yang mau jadi temen, bukan ada maksud jahat. kalo emang segitu ga sukanya lu semua Dipta main sama gua, gua gapapa. tapi jangan marahin Dipta ya. maaf."

Reihan bingung, sebenarnya dia tidak masalah Dipta berteman dengan siapa saja. Mendengar cerita teman-temannya tentang bagaimana Dean -si pacar Nindy, memperlakukan Dipta, Reihan juga tidak suka.

Tetapi tidak suka pada Dean, bukan Nindy. Walau dulu sempat dia tidak menyukai perempuan itu karena rumor di sekolah. Sekarang dia juga tahu Nindy tidak salah.

"lu, harusnya jangan minta maaf," balas Reihan setelahnya. "wajar kalo keluarganya cowok gua sama temen-temen gua agak curiga, secara lu ama Dean masih ada hubungan. tapi gua kalo jadi lu juga bakal sakit hati." Dia terkekeh kecil.

"gak kok. gua cuma kasihan selalu Dipta yang dimarahin kalo main sama gua," balas Nindy.

"sorry, kalo privasi ga usah dijawab gapapa. tapi lu kenapa masih pacaran sama Dean? udah tau dia jahat gitu," tanya Reihan, mengerutkan keningnya, tiba-tiba muncul rasa curiga.

Nindy menghela napas panjang, tersenyum getir. "soalnya Dean udah banyak berbuat baik ke gua," jawabannya kurang memuaskan untuk Reihan. "dia yang nemenin gua, waktu gua lagi hancur-hancurnya sama masalah keluarga, sekolah... jadi, maaf ya. gua minta maaf atas nama Dean, gua janji habis keluar dari rumah sakit dia berubah."

Kini Reihan mengerti. Dia pernah ada di posisi Dean, menemani Dipta ketika anak itu sedang di posisi terpuruk dalam hidupnya.

"oh okay. semoga cepet sembuh, buat Dean. gua coba bilang sama yang lain kalo lu tuh ga ada maksud apa-apa ke Dipta-"

"jangan!!" Potong Nindy cepat. "jangan, biarin aja gapapa. gua ga akan main sama Dipta lagi," dia menolak.

"gapapa, ntar gua bilang pelan-pelan. pasti bisa kok. kalo ga bisa yaa... sorry," Reihan tertawa kecil.

"makasih ya, Reihan."

Sebelum pergi, Nindy menitipkan sesuatu untuk Dipta. Katanya itu jaket yang sempat dipinjamkan kemarin. Reihan menolak di awal, menyuruh untuk memberikannya sendiri.

Tetapi, "gua ga mau bikin Dipta dimarahin lagi," ucapan Nindy yang sekarang membuat Reihan menenteng papper bag berisi jaket itu dalam kelasnya.

pacar gua (sequel alter) - slowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang