MPLS

17 1 0
                                    

Day 1

"Gak adil, udah SMA tetep aja yang jadi perhatian selalu elu. Ini baru hari pertama MPLS!"

Faktanya selama Vika berjalan mulai dari parkiran sampai tiba di ruangan MPLS, tidak luput dari sorot kagum orang-orang terhadap orang disampingnya.

Gauri memberikan senyum sarkas "Gak usah lu pikirin, mereka mikirnya lu beruntung berangkat bareng cowok se keren gua" alisnya terangkat.

"Najis banget gua tiap hari harus jalan sama lo terus"

Day 2

"Kata gua hati-hati, yang ribet gua juga"

Gauri kini sedang membasuh luka di lutut Vika lalu membungkusnya dengan plester.

Vika menyerka air matanya "Gue cuman, gue tadi- "

"Makanya kalo gabisa panggil gue dulu" potong Gauri.

Bukan Vika kalau jam istirahat tidak merecoki Gauri, tapi hari ini Gauri pun merasa kehilangan sebab sudah 15 menit berlalu, tapi Vika belum terlihat batang hidungnya. Gauri berinisiatif berkeliling, sampai tepat di pojok dekat kantin, di bawah pohon mangga ia melihat Vika sedang menepuk-nepuk lututnya sambil menangis kecil.

Niat Vika ini ingin mengambil anak kucing yang tidak bisa turun di salah satu dahan pohon mangga, namun ia gagal karena pohon nya licin. Begini-begini juga Vika jago manjat seharusnya.

Vika menciut, Gauri menyeramkan baginya sekarang. Jawabannya karena Gauri benci melihat perempuan menangis, Gauri benci melihat perempuan terluka, perempuan manapun.

"Besok kegiatannya outdoor, gue harap lo jangan ceroboh" kata terakhir Gauri sebelum dia menyodorkan lunch box milik Vika yang sudah siap santap.

Day 3

Gauri sedang menjadi topik hangat, pasalnya para OSIS sering kecolongan diam-diam memperhatikannya. Vika selalu merotasikan matanya ketika kedapatan para OSIS sedang curi-curi pandang terhadap Gauri. Tak terkecuali Vika, ia pun sama menjadi hot topic sebab semua orang sama bertanya-tanya siapakah sosok perempuan yang setiap hari berada di samping Gauri. Yang tak lain dirinya sendiri.

Vika menyenggol sikut Gauri pelan "Lo apa gak risih?" tanyanya.

"Jangan mikirin gue, udah biasa. Elu tuh, apa kuat di sangkut pautkan terus sama gue" lagi-lagi bangga.

"Kayaknya enak juga ya kalo numpang naek daun ke elu, misalnya lu mention gue di Instagram gitu" ujar Vika.

"Ngimpi, Instagram aja kita gak punya"

Vika cekikikan mendengarnya.

"So so an banget ya kita mau main IG, kontak WhatsApp aja gak lebih dari 10 kayaknya" timpal Vika.

Hari kesatu sampai ketiga MPLS nya lancar. Kendala di hari ketiga, Vika hanya merasa lelah saja. Kalau saja Gauri tidak di dekatnya mungkin nafasnya akan sering terputus-putus. Beruntunglah Gauri selalu mengingatkannya untuk berhenti dulu.

Disinilah mereka setiap malam, di sofa rumah Vika sambil menonton TV.

"Gila banget! Rasanya mau mati aja pas gue harus estafet botol. Kalo gua gak di ganti sama lu, udah pingsan kali gua. Tapi hari ini seru banget ya, gue banyak berinteraksi sama temen angkatan, ya meski belum kenal semuanya" ucap Vika bersemangat.

Gauri hanya diam sambil mengunyah kacang polong yang ia bawa dari rumahnya.

"Hmm lu seneng ga MPLS nya? Rate dong dari 1-10 mau ngasih berapa?" tanya Vika.

Gauri tampak mengerutkan alisnya seolah sedang berfikir "Hmm.. 6/10" jawabnya.

"Dih dikit banget, harusnya lu kasih 10 soalnya lu kan di gemari semua orang, lagi dan lagi dan akan seterusnya begitu."

"Gak exited soalnya sama lu lagi sama lu lagi"

Gauri melanjutkan kalimatnya karena melihat Vika yang cemberut. "Bercanda, gue kasih 6 karena gue capek diperhatiin se intens itu sama orang-orang. Mereka tuh cuman penasaran doang sama gue karena gue mirip Aliando"

Hakikatnya Gauri memang setampan itu.

"Aliando sarap, katanya tadi ga risih, udah biasa cenah, so iye lu ah"

"Itu biar lu diem aja sih" ujarnya.

Sebenarnya Vika tahu mengapa Gauri memberinya 6/10, ia hanya basa-basi agar Gauri bisa lebih mengekspresikan dirinya hari ini. Kemudian Vika menyambar tubuh Gauri.

"Anda melakukannya dengan baik wahai anak bunda Meli, makasih ya anak jelek anak dekil anak nakal bocah tantrum bocah tengik udah nemenin MPLS gua" ujar Vika.

"Geli bangetttt dengernya" terka Gauri tanpa menolak pelukan Vika.

"Haruslah, harus berterimakasih, soalnya kita gak sekelas deh kayaknya. Jadi gue sangat bahagia masa"

Gauri mengeratkan pelukannya se erat mungkin sampai si empu terlihat menyesakkan. Seolah pelukan itu berarti 'Rasain mampus lu engap, bengek-bengek lu'.

"Sayangnya lu gak liat papan sekolah tadi, Vik. Kita kelas 10 IPA 3, sebenernya gue juga sudi tapi mau gimana lagi"

Seolah badai petir di siang bolong, Vika melotot hebat melepaskan paksa 'pelukan persahabatan' nya itu.

"BANGSATTTTTTT GAURI KITA SEKELAS MULU, GIMANA DONGGGGGG INI!!!!"

.
.
.

Gauri membanting sepelan mungkin pintu kamar Vika, karena takut mengganggu alam bawah sadar sang gadis. Vika itu mudah tidur pulas, buktinya daritadi merengek karena tidak terima sekelas lagi dengan Gauri, selang beberapa menit matanya sudah terkatup.

"Gua pulang dulu Vik, lo juga.. you did well." Gauri tahu tidak akan ada sahutan apapun dari sang empu. Namun sudah menjadi kebiasaan, dia hanya malu mengungkapkan rasa sayang sebagai teman terhadap sahabatnya lewat kata-kata.

Gauri pun berpamitan pada bude Lasih- orang kepercayaan keluarga Vika. Bude Lasih membungkuskan pisang goreng cokelat bikinannya tadi untuk Gauri, biar di jalan sambil ngunyah katanya. Pasalnya jarak rumah Gauri dengan rumah Vika sekitar 15 meter an, iya mereka tetanggaan.

Di jalan, Gauri membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana.

------------------------------------------------------------

Tante Lily

Malam tante, Vika selama MPLS lancar, cuman dihari kedua dia jatoh soalnya mau ngambil kucing di pohon mangga. Maafin Gauri gak bisa jagain Vika dengan baik. Tapi sekarang lukanya udah lumayan mengering.

O ya, Vika sekelas lagi sama aku, kata kesiswaan tante yang urus semuanya.

Gauri tau tante sibuk banget di London, tapi Vika kangen banget sama mamanya tan, setidaknya tante membalas pesan-pesan dari Vika.

------------------------------------------------------------




To be continue

Should (i) FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang