crop top

17 1 0
                                    

Sepanjang jalan Gauri tersenyum miris melihat room chat yang tidak pernah mendapat balasan. Sudah ia duga, tapi justru dengan begitu rasanya seperti healing.

Setidaknya ia bisa mengungkapkan apapun yang ada di pikirannya secara gamblang tanpa seorang pun tahu, sebab sang penerima pesan sibuknya tiada akhir. Ia merasa waktunya akan terbuang sia-sia hanya sekedar membaca pesan yang Gauri tulis dari 3 tahun terakhir. Padahal semua isi pesan itu tentang anak sematawayangnya.

"Gue tau akhirnya selalu sama, Vik. Tapi gue gak mau putus asa" gumamnya.

Langkah demi langkah tak terasa kini kedua kakinya sudah berada di dekat pekarangan rumahnya. Samar-samar ia mendengar suara knalpot mobil yang dinyalakan. Detik selanjutnya gerbang dibukakan dan terpampang lah mobil siap laju dengan kecepatan tinggi menerobos pintu gerbang melewati Gauri begitu saja.

Itu adalah Ayahnya.

"Lagi..?"

Setelah berucap Gauri berlari ke dalam rumahnya dan meninggalkan pisang goreng tadi tergeletak di pinggir gerbang.

Ia menelisik penjuru rumahnya, setelah ia menemukan sosok yang ia cari, lalu ia mendekap sosok yang paling ia sayangi di muka bumi, bundanya. Ia membiarkan wanita di pelukannya menjatuhkan air mata yang ke sekian kali di hadapannya.

Dan penyebabnya masih orang yang sama.

Jari-jari kekar milik laki-laki itu mengepal, rahangnya kokoh pada 90°, tenggorokannya mendadak kering beserta lidahnya yang terasa kelu.

"Maaf, maaf Gauri datangnya telat, bun."

.
.
.

Pagi ini adalah pagi pertama menjadi siswa di sekolah menengah atas bagi Gauri dan Vika. Sudah menjadi hal biasa perihal menutupi rasa, Gauri belum kuasa menunjukkan kesedihannya semalam terhadap Vika di pagi secerah ini, biarkan yang sudah terjadi terjadilah. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa, selalu begitu.

"Lama banget kayak tuan putri" cetus Gauri diatas motor Kawasaki nya.

Vika berjalan keluar rumahnya tergesa, dasi ia rapihkan, tas gendong miliknya ia eratkan, namun laki-laki didepannya cukup membuat pikiranya berhenti sesaat.

Matanya hampir keluar, "Gila banget si Gauri, motor bebek lu si Kiming mana?" tanya Vika heran, karena selama SMP mereka selalu menaiki motor Scoopy berwarna prestige bernama 'Kiming si tompel kering'.

"Begayaan banget ganti motor, mau menggeber hati cewek-cewek yaaa" ledek Vika.

Gauri hanya memasang wajah malas.

"Cepet naik atau gua tinggalin?"

Selama di perjalanan Vika nyerocos seperti biasanya. Ditambah motor Gauri yang baru ia beli diam-diam seminggu yang lalu, itu semakin membuat Vika mengomel tanpa spasi.

Sesampainya di koridor sekolah, seperti yang sudah Vika duga pasti mereka menjadi sorotan manusia.

"Benci banget gua!" tuturnya.

"Jangan sebangku sama gua!" balas Gauri.

"BERCANDA, GUA GAK BISA NYONTEK FISIKA! Gue sayang lo Gauri, gue gak benci lo kok, nggak, gak jadi benci!" lugas Vika sambil berjalan mendahului Gauri.

Bukan Gauri kalau tidak mengalah, capek berdebat ujungnya pasti selalu Vika yang menang, batinnya.

Gauri itu mudah bergaul, karena pembawaannya yang santai juga obrolannya yang ringan. Lihat saja hari pertama sekolah sudah dikenali seisi kelas.

Melihat teman sebangkunya sudah memiliki banyak teman, Vika memiliki tekad untuk mencari teman juga.

"Hai, gue Vika" tangannya terulur untuk gadis ber ikat rambut merah muda.

Si gadis melirik, lalu ia menjabat tangan yang terulur itu. "Aku Maddie" katanya sambil tersenyum.

Kalau ditanya kenapa Vika memilih berkenalan dengan Maddie, selain Maddie berada di depan bangkunya, ya alasannya karena Maddie ini menarik. Manusia kue, dari atas sampai bawah tidak luput dengan nuansa warna merah muda, lucu pikirnya. Sangat kotras dengan warna kesukaan Vika yaitu abu-abu.

Kata Vika, jika seseorang bertanya siapa wanita tercantik di kelasnya. Ia akan menjawab 'Maddie orangnya'.

.
.
.

Sudah pasti, pulang sekolah begini Vika selalu menodong Gauri untuk mampir dulu ke rumahnya. Yakali hari pertama sekolah dia tidak mengekspresikan kesan pesan pertama, cetusnya.

Kini di sofa, "Si Maddie kayaknya udah kenal lu sih, tapi lu udah kenalan langsung sama dia belum?" tanya Vika yang masih dibalut seragam sekolah.

Gauri melepas tas dan hoodie nya sebelum ia bergabung bersama Vika di sofa.

"Minimal pulangin dulu gua, masih seragaman gini gerah. nanti juga gua kesini lagi biasanya"

"Pake kaos gua dulu aja napa si, biasanya juga begitu"

Gauri merotasikan matanya "Yang ada gue di kasih crop top lagi."

"Lo tuh ya di inget-inget mulu kejadian waktu itu. Itu kan urgent jadi gua asal ambil gitu" sungut Vika.

"Ah udah, cepet jawab yang tadi. Kalo lu udah jawab baru boleh pulang" lanjutnya.

"Yang mana?" tanya Gauri.

"Ih si Maddie"

"Kenapa lu kayak kepo banget"

"Dia cantik, ih oon lu"

"Oh"

Cukup sudah Vika murka sekarang, "YA APAAA JAWABAN LU"

"Ya belum"

"BELUM APA GAURI"

"YA BELUM KENALANNNNN"

"Yaudah"

"Si bangsat Vika" kini Gauri yang murka.

Vika membenarkan posisi duduknya, "Lu serius oon ya, gue kek liat barbie idup masa. Kalo gue cowok, gue mau gebet dah si Maddie ini. Kata gue semua orang harus kenal Maddie si cewek anggun."

"Lebay lu."

Vika menoyor pelan kepala lelaki itu "Makanya jadi cowok sejati, biar mata lu kebuka lebar ada cewek semenarik Maddie. Agak cepet ah nanti kesalip temen sebangkunya"

"Yang salip menyalip tu peringkat, sekolah emang ajang nya sulap salip gebetan hah?!"

"Halah mapi"

"Mapi apaan" tanya Gauri.

"MALASSS MENANGGAPIII"











To be continue

" 6 tahun temenan gaada yang berubah dari lo, Vik. Masih sama-sama berisik. "

Should (i) FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang