12. Ada Kita

63 16 3
                                    

Happy Reading
###

Berjuang sendirian di tengah kejamnya dunia memang tidak semudah yang dibayangkan.

Itulah menurut Nero, selama ini Nero selalu berjuang untuk tetap menjalani hidupnya.

Sedari bayi sudah berada di panti asuhan, sosok orang tua yang seharusnya menemani dan melihat tumbuh kembangnya justru tidak ada.

Sosok ibu yang seharusnya memberikan kasih sayang dan kehangatan dekapan seorang ibu pun tidak ada, sosoknya tergantikan oleh orang asing yang selama ini merawatnya di panti. Sosok yang saat ini dia panggil 'Bunda.'

Bahkan Nero tidak pernah merasakan rasanya di lindungi oleh seorang Ayah, di ajarkan naik sepeda saat kecil. Dan banyak lagi kebersamaan seorang anak dan Ayah, tidak pernah Nero rasakan.

Dulu saat SD, dia selalu menangis saat pulang dari sekolahnya. Mengadu pada sosok Bundanya, kalau dia ingin seperti teman-temannya yang di antar saat pergi sekolah oleh Ayahnya.

Dia ingin memiliki seorang Super Hiro seperti teman-temannya, ya Nero sangat ingin memiliki seorang Ayah, sangat ingin merasakan kasih sayang dari sosok tersebut.

"BUNDA! NERO DATANG!" seruan itu berasal dari Nero yang tengah berlari memasuki panti.

Seruannya membuat beberapa anak panti yang tengah bermain di halaman depan, langsung menatapnya.

"ABANG!" seruan dari anak-anak di sana membuat langkah Nero terhenti.

"Halo adik-adik abang!" Nero membalas seruan mereka, Nero mendudukkan dirinya di tengah-tengah anak-anak yang tengah duduk di tanah.

"Abang kok teriak-teriak sih?!" tanya salah satu anak laki-laki di sana.

"Hehe maaf, abang kangen sama Bunda. Sama kalian juga, Minggu kemarin Abang enggak bisa ke sini. Maaf ya abang baru ke sini sekarang," Nero mengelus puncak kepala anak itu.

Dengan senyum manisnya, Nero mencium pipi mereka satu persatu. Aksinya membuat 7 orang anak itu tertawa, mereka senang saat Nero memperlakukan mereka seperti ini. Sosok yang menjadi panutan bagi mereka.

Sosok yang sudah mereka anggap sebagai kakak, sosok yang begitu menyayangi mereka. Tanpa memperdulikan kalau mereka tidak memiliki hubungan darah.

"Kita juga kangen sama abang," ucap anak perempuan yang duduk di pangkuan Nero.

Nero tersenyum, "Bunda ke mana? Kok tadi abang panggil enggak keluar-keluar?" tanya Nero.

"Bunda ada di kamar, lagi enggak enak badan. Tadi aja kita sarapan cuma di temenin sama mbak Rena, terus sama Bi Inah juga."

Nero terdiam mendengar penjelasan dari anak laki-laki berusia 6 tahun itu, "Bunda udah minum obat belum?" tanyanya.

Anak tadi mengangguk, temannya ikut menjawab. "Udah bang, tadi Bunda udah makan juga. Tadi mbak Lea yang ngurus Bunda, kita di suruh main sama Mbak Rena."

"Lho terus mbak Rena-nya ke mana?"

"Mbak di sini, kamu yang dari tadi enggak liat ada mbak di sini. Nero," ucap seseorang dari arah samping Nero.

Nero menatapnya, kemudian tersenyum menahan malu. "Maaf mbak, Nero enggak liat. Terlalu fokus sama adik-adik Nero hehe."

"Dasar kamu ini," Mbak Rena, salah satu pengurus panti yang sudah ada sejak Nero berumur 5 tahun. Beliau juga yang dulunya selalu mengantar anak-anak panti pergi ke sekolah. Saat ini beliau baru berumur 30 tahunan.

"Kamu masuk gih! Temuin Bunda, siapa tahu nanti Bunda sembuh setelah liat anak gantengnya ini dateng," pinta Mbak Rena.

"Mbak tahu aja kalo Nero ini emang ganteng," ujar Nero.

NEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang