06

16 0 0
                                    

"In the vastness of the universe, our intertwined hearts found their eternal home."

INTERTWINED HEARTS

***

Lelah. Satu kata itu yang menggambarkan kondisi Abby sekarang ini, ia lelah untuk menangis dan menjadi lemah seperti ini.

Gadis itu menatap jam dinding yang menempel dikamarnya, sudah pukul tujuh malam. Ia sudah tertidur sekitar empat jam dari saat ia menangis siang tadi. Dengan segera, ia melangkah ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Setelah itu, Abby menghampiri ponselnya yang ada di meja, sepertinya ia akan memesan makanan menggunakan aplikasi pesan antar mengingat kondisinya yang lemah dan dia bahkan lupa untuk makan dari pagi tadi. Bahkan dari kemarin malam, ya, Abby ingat dirinya tidak sempat makan dikarenakan bangun terlambat dihari kerjanya.

Ia terdiam, pandangannya beralih pada sebuah paperbag coklat, itu makanan dari Nicholas. Bahkan ia tidak sempat menyentuhnya. Gadis itu pun mengambil paperbag dan mengeluarkan beberapa kotak makan yang ada didalamnya. Ia membuka satu persatu kotak tersebut hingga menampilkan sayuran dan ikan segar yang masih terlihat lezat meskipun sudah dalam keadaan dingin. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memesan makanan dan berniat untuk menghangatkan makanan yang ada dihadapannya ini. Dengan segera, ia menutup semua kotaknya dan memasukkannya ke paperbag untuk memudahkan dalam membawa semua makanan ini ke dapur.

Ting..

Suara bel apartemen membuat dirinya meletakkan kembali paperbag yang hendak dibawanya, ia pun melangkah dan menilik siapa orang yang mengunjunginya malam-malam seperti ini. Seingatnya Megan sedang berada diluar kota untuk urusan pekerjaan, dan Rachel? Sepertinya tidak mungkin, temannya itu selalu memberi tahu jika hendak berkunjung. Oh astaga, mungkin saja iya. Abby belum sempat mengecek ponselnya sampai sekarang, mungkin saja Rachel memang datang untuk menemaninya di hari hari patah hati ini. Ya, sejak perbicaraan singkat di kantor tadi, Rachel tampak khawatir dan kemungkinan besar gadis itu ingin bertemu dengannya.

Abby mencoba sekali lagi menilik peep hole pintu apartemen miliknya. Ia tercengang mengetahui siapa yang datang kali ini. Benar-benar diluar ekspetasinya, bagaimana mungkin harus bertemu pria gila ini lagi? Sepertinya dugaannya kali ini benar, hidupnya mulai sekarang tidak akan lagi tenang.

Gadis itu mengangkat kedua bahunya, nampak tidak peduli dengan ini semua. Tanpa berniat membuka pintu, ia pun membalikkan badan dan kembali ke ruang utama.

Drttt...Drtt...

Ponselnya berdering pertanda panggilan masuk.

Sial! Itu pasti dia. Apa sih maunya?

Awalnya Abby berusaha tidak peduli, namun entah mengapa, Abby pun menyesali tindakannya tapi inilah yang terjadi, ia mengangkat telpon itu.

"Kau tidak akan membiarkanku masuk?"

"Tau dari mana kau nomor kamarku?" Tanya Abby balik tanpa berniat menjawab Nicholas. Seingatnya, tadi siang ia bisa pastikan bahwa pria gila ini tidak mengikutinya sampai ke kamarnya.

"Sudah kukatakan sebelumnya, tidak ada yang tidak ku ketahui tentangmu, cupcake."

Abby menelan salivanya, entah bagaimana bisa suara pria ini terdengar sexy baginya.

Astaga, tidak! Ada apa denganmu, Abby?

Gadis itu menggeleng pelan, ia menetralkan dirinya. Tidak boleh, ia tidak boleh sampai melanjutkan kesalahan ini.

"Untuk apa kau kemari? Kau tidak bisa beralasan tentang pekerjaan lagi, ini bukan waktunya, kau tahu."

"Tentu tidak, aku hanya merindukanmu, cupcake."

Intertwined HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang