01

52 1 0
                                    

"In the vastness of the universe, our intertwined hearts found their eternal home."

INTERTWINED HEARTS

***

Abigail Clark. Gadis kelahiran 2002 itu tengah mencermati dirinya dibalik cermin, balutan gaun merah mini ketat pilihan sahabatnya ternyata sangat menyempurnakan tubuh indah miliknya. Buah dada bulat yang terlihat malu-malu serta jenjang kaki yang menampilkan paha putih mulusnya membuat penampilan gadis itu berbeda 180° dari biasanya. Tentu, dengan polesan make up natural yang menghiasi wajahnya serta rambut yang dibiarkan terurai menambah kecantikan gadis itu berlipat. Namun bukannya berbahagia, gadis tersebut justru menahan tangis. Ingatannya pada beberapa hari lalu terus terputar pada memorinya, kejadian demi kejadian sepersekian detiknya terasa sangat nyata hingga hari ini.

"Kau sudah siap, Abby?" tanpa mengetuk pintu, seorang gadis pirang memasuki kamar Abby. Mendapati sahabatnya hendak menangis, Megan hanya bisa tersenyum getir. Bagaimanapun, apa yang dialami sahabatnya sangatlah menyedihkan dan meninggalkan luka yang berat.

"Kau pasti bisa, Abby." Megan membawa Abby pada pelukannya. Meski tanpa suara, Megan tahu bahwa sahabatnya kini menangis dalam diam.

"Ayolah, hari ini waktunya kau berbahagia. Lihat dirimu, sangat cantik dan memukau. Sean pasti menyesali perbuatannya karna telah meninggalkanmu." ucap Megan setelah memposisikan Abby untuk menatap standing mirror didepannya.

"Tapi tentu kau tidak boleh berbalik padanya, girl." tambahnya lagi menutup kalimatnya.

Abby menghela napas, dalam hatinya ia mengakui bahwa tampilannya sangat cantik namun hal lain dipikirannya adalah apakah tindakannya ini benar?

"Megan." Abby memutar dirinya untuk menghadap sahabatnya.

"Apa menurutmu ini benar? Maksudku, aku merubah penampilan sesuai dengan arahanmu untuk bersenang-senang dan menunjukkan pada Sean bahwa aku bahagia, tapi apa harus aku menyiksa diriku dengan pakaian ini? Sangat menyesakkan."

"No need to worry, Abby! Tapi dengar kau salah paham, ingat kau melakukan ini semata-mata untuk bersenang-senang, okay? Bukan untuk pria bajingan itu."

"Kau tau cara pertama melupakannya bagaimana?"

Abby bertanya dengan menautkan alisnya, tanpa butuh satu menit Megan pun melanjutkan ucapannya.

"Kau tidak boleh menyebut namanya. Tidak boleh satu kalipun."

"Untuk tadi anggap aku masih memaklumimu, sekarang kau tidak boleh menyebut namanya."

Abby tersenyum melihat sahabatnya yang sangat protektif dan bawel ini, ia bersyukur setidaknya di hari patah hatinya ia tidak dibiarkan sendirian.

"Okay berhenti buang-buang waktu, kita pergi sekarang." Megan pun mendahului langkah Abby untuk membuka pintu tak jauh dari posisi mereka, namun langkahnya terhenti dan berbalik pada gadis itu.

"Ada apa?" tanya Abby kebingungan.

"Tidak mungkin aku membiarkanmu pergi dengan wajahmu yang begini, bisa bisa aku dicap sebagai gadis yang tidak mengurus baik sahabatnya. Atau mungkin kau akan dicap sebagai hantu gaun merah nantinya. Tidak bisa, marilah biar aku bantu rapihkan make up mu, duduklah kembali."

Abby tersenyum geli mendengarnya, namun ia mengiyakan ucapan sahabatnya, ternyata tangisannya tadi mengacaukan polesan make up diwajahnya.

Megan pun dengan lihai memoles wajah indah sahabatnya dengan alat make up yang berserakan dimeja rias Abby. Sebagai langkah terakhir, Megan mengambil sesuatu dalam tasnya lalu tanpa berlama-lama ia pun memoles lipstik merah pada gadis itu.

Intertwined HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang