"Kamu itu baik, kok."
Tawa, tangis, amarah, jijik, kecewa, hidup telah memberikanmu banyak hal.
"Aslinya baik. Tipe soft boy, gentle, dan mungkin bottom. Entahlah, di setiap penpik yang kubaca, nggak pernah ada top atau seme Aether. Mungkin karena sifatmu yang uwu. Bahkan di versi Abyss pun, Aether adalah kakak yang baik."
Sekalipun telah jutaan yang kau terima, pasti akan selalu ada ruang untuk hal baru.
Aku mengira hidupku telah sempurna selama lima ratus tahun ini, tidak kekurangan apa pun dan tak membutuhkan apa pun. Aku pemimpin Teyvat, lebih kuat dari dewa, mengambil alih Celestia dan takkan ada yang mampu membalikkan badannya dariku.
Namun ....
"Pasti banyak yang mau sama kamu. Beruntungnya~ Enakkah kalau laku?"
Aku masih merasa kosong.
Aku tinggal mengisi satu hal lagi.
"Aether? Kenapa melamun?"
Ekspresinya selalu sama, datar dan tak berperasaan. Mata sayu dengan rambut terurai berantakan, dia hampir setiap waktu tak pernah lepas dari piyama tidurnya. Dia menguap, kaki lurus naik ke dinding, tangan direntangkan sedangkan kasurku menjadi korban tumpuannya.
Dia selalu saja berpose seenaknya ... memangnya aku apa di mata gadis itu? Lalat, hah?
Dia lupa aku ini pria?
"Bahasamu terlalu rumit. Gunakan bahasa sederhana."
"Haha, lucu sekali. Kamu pikir aku mau repot-repot jelasin?"
Hampir semua orang di kerajaan ini tunduk ketakutan terhadap pemimpin Abyss yang agung. Dari dulu kucoba menakut-nakutinya, tapi selalu gagal. Si penyihir punya keberanian sebesar Teyvat, kuakui.
"Hey." Dia memanggil, wajah malasnya tak pernah absen.
"Jangan diam aja. Aku gabut, nih."
Gabut, artinya bosan. Lihatlah, aku tidak sebodoh yang dia kira. Dia pasti tak menyangka aku punya daftar lengkap kosakatanya dan sandi-sandi yang selalu dia utarakan selama ini.
Seperti contohnya, BDSM. Awalnya sulit mencari makna kata itu, tetapi setelah berhari-hari membaca buku, aku pun tahu kata tersebut adalah kependekan dari "Bahagia Dalam Sakitnya Makhluk (lain)".
Atau anjay, yang artinya anak (ber)jaya.
Ataupun DPS, Dari Paling Sakral.
Tentu saja pangeran Abyss ini punya kecerdasan tak terbandingi.
"Coba saranin aku sesuatu, dong. Udah lama nggak gerak karna kasurmu empuk banget," lanjutnya tanpa beban, yang menjadi keheningan karena menunggu jawabanku.
"Olahra—"
"Jangan berani-beraninya kau ...!" Dia langsung membungkamku, memperingati bahwa kata yang barusan aku ingin ucapkan termasuk daftar hitam kamusnya.
Aku pun memikirkan jawaban lain, "Lakukan hobi?"
"Tiduran dan mager adalah hobiku."
"Memasak?"
"Kau mau dapurmu kebakaran?"
"Terus maunya apa?"
"Terserah kamu aja, sih."
Pikiran wanita ini selalu rumit. Dia bilang terserah, tapi menolak juga setiap saranku. Apakah memang setiap perempuan begini atau hanya dia?
Namun ide terbesit di kepalaku. Aku kembali menatapnya, sedikit berharap untuk jawaban satu ini.
"Bagaimana kalau ... tersenyum?"
"Nggak, ah. Mager."
Beginilah keunikan sang penyihir. Di balik muka acuh tak acuhnya itu, aku ingin melihat senyumannya sekali saja. Tapi dia menolak, seakan-akan dunia menjadi beban kalau dia mengangkat dua ujung bibir ke atas. Sesulit apa sih, terlihat bahagia di depanku?
"Ada yang lain?"
Aku berpikir, diam, tak berani memberitahu satu hal lagi. Takut dia akan menjauhiku karena hal itu. Takut akan kehilangannya hanya dari kata-kata.
Aku pangeran Abyss yang agung, tidak pernah kekurangan apa pun.
Setidaknya, sampai aku bertemu dirinya.
Aku hanya ingin berada dalam masamu.
Dalam waktumu.
Bersamamu, sampai zaman memisahkan kedua takdir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Your Epoch | Abyss! Aether
FanfictionREWRITE version dari [I WANT A REDAMANCY]. - Bisa dibaca tanpa membaca versi lamanya - [N] = [Name] _____________________________ Sang Pangeran Abyss yang ditusuk dari berbagai arah, mencoba memimpin dan menyelamatkan Teyvat menurut pemikirannya. Di...