six; one second

521 115 0
                                    

Aether termenung, kata-kata sederhana [N] barusan ia telan bulat-bulat. Rasanya tidaklah manis, tidak pula pahit, melainkan sebuah tamparan yang anehnya, tidak sakit. Dia sepenuhnya sadar atas sikap sombong dan berkuasa yang ia miliki, merupakan salah satu taktik agar orang lain tidak menginjak-injak dirinya. Juga merupakan efek dari menempati posisi pertama di keagungan Abyss.

Namun baru kali ini, ada orang yang menegur sang pangeran dengan begitu santai tanpa rasa takut. Tanpa amarah, tidak ada pula dendam.

Gadis kiriman itu yang menguap kesekian kali, meregangkan badan kemudian berbaring di atas lantai gazebo yang dingin. Tubuhnya menghadap ke langit-langit, tetapi wajahnya masih memandang manik milik Aether.

"Ternyata enak juga tiduran di sini," komentar [N], bersikap luwes seolah-olah pembicaraan barusan bukanlah apa-apa.

Jeda beberapa detik, untuk [N] terlihat lebih rileks dari biasanya. Tepat setelah itu, dia lanjut membuka mulut.

"Berbaringlah."

Perintah [N] menaikkan satu alis Aether.

"Kau pasti lelah."

Tiga kata.

Hanya tiga kata.

Hanya tiga kata yang dibutuhkan [N], untuk membuat Aether merasakan beratnya dunia.

Semua yang pernah ia tumpuk ratusan tahun ini, seketika menindis kedua bahu tanpa ampun. Keletihan, kesengsaraan, seluruh keputusasaannya menjadi gelombang, menghantam setiap inci dari fisik maupun mental. Keraguan yang pernah membebaninya, air mata dan darah yang pernah diberikannya, kembali datang menghantuinya. Semangat dan harapan yang selama ini ia paksakan tiba-tiba menghilang, dipukul terjauh oleh tiga kata seorang [N].

Kau pasti lelah.

... tidak ada yang pernah mengatakan hal itu padanya.

Sampai saat ini.

Untuk ribuan jam tidur yang ia korbankan, jutaan menit dipikul dengan rasa lelah, miliyaran detik terbawa pekerjaan tak ada habis ... Aether tanpa sadar, ikut membaringkan tubuhnya. Padahal, memaksakan diri sendiri adalah hal yang biasa. Padahal, itu semua bukan apa-apa demi mimpi yang harus tercapai.

Padahal, dia terbiasa menahan ribuan panah yang tertusuk di belakang.

Namun, mengapa sekarang semuanya nampak sangat melelahkan?

"Bagus. Meski nggak tidur, baring aja rasanya cukup, kan?" [N] bergumam, mengalihkan pandangan kembali pada langit-langit gazebo, yang tak lama diikuti oleh Aether.

Kedua rambut tergerai bebas di atas lantai kayu, kedua mata yang memandang ke depan, mendatangkan keheningan lain. Jarak mereka tidak terlalu dekat, tidak pula jauh, saling berdampingan satu sama lain dipisahkan oleh satu meter. Kedua kepala pun saling berbanding terbalik posisinya, tetapi tak ada kecanggungan, apa lagi kegelisahan.

Hanya ada rasa lelah.

... dan nyaman.

Tidak.

... tidak.

Seharusnya Aether tidak boleh merasakan ini, wanita itu mencoba membunuhnya di malam pertama mereka.

Namun sedetik saja.

Sedetik saja, biarkan dirinya bernapas tenang, dan melupakan dunia.

Sedetik saja tanpa sesak dari mimpi-mimpi, dikejar oleh tanggung jawab, ataupun dikurung oleh harapan.

Sedetik untuk menjauh dari hidup dan segala ekspektasinya.

Satu detik untuk ia menghapus lelah.

Beristirahat.

In Your Epoch | Abyss! AetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang