Nara keluar dari ruangan tata usaha. Sudah dua bulan lamanya ia sama sekali belum bayar uang SPP. Mengingat selama ini uang dari orang tuanya dipakai entah untuk apa oleh abangnya membuat Nara sedikit geram. Regan memaksa Nara agar memberikan uangnya semua hingga tidak ada yang tersisa sedikitpun.
Sambil merapihkan seragamnya yang sedikit kusut, Nara hendak kembali ke kelas. Jalannya sedikit tertatih akibat perbuatan Arsen semalam. Laki-laki itu memang gila. Dan Nara juga merasa gila karena tidak bisa lepas dari iblis itu.
"Nara!"
Langkahnya terhenti melihat Kayla, teman sebangkunya menghampiri dengan membawa kotak bekal.
"Gue cariin ternyata di sini. Ke kantin yuk."
Nara mengangguk tanda setuju. Sesekali mereka tertawa mendengar cerita absurd yang kerap lebih banyak dilontarkan Kayla. Karena memang gadis itu memiliki selera humor yang tinggi.
Saat sedang asik bertukar cerita, tiba-tiba Arsen datang menghalangi mereka. "Bisa lo tinggalin Nara sebentar?" Situasi sempat hening sebelum Arsen menarik tangan Nara menjauhi Kayla.
"Nanti nyusul ya Nar!"
Nara memberikan acungan jempol. Senyum yang tadinya lebar saat bercanda dengan Kayla seketika luntur saat merasakan tangan Arsen menariknya menuju belakang gedung sekolah.
"Kenapa lo ninggalin gue tadi pagi?"
Arsen mendorong Nara hingga perempuan itu tersudut di salah satu tembok gedung. Ia memenjarakan Nara dengan kedua tangannya di samping bahu perempuan itu.
"Hari ini aku ada piket. Jadinya datang lebih awal."
Nara berusaha menetralkan jantungnya yang berdebar kencang. Posisi ini sudah sering ia rasakan bersama Arsen. Namun tetap saja ia tidak bisa mengendalikan rasa gugupnya seperti sekarang.
Arsen mengangguk. Laki-laki itu menatap Nara dengan intens sebelum kembali bersuara. "Ada apa lo ke ruang TU?" Tanyanya.
"Ngga ada apa-apa Arsen. Bisa kamu jauhan sedikit?" Nara mendorong bahu tegap laki-laki itu.
Arsen berdecak kesal. Ia mengeluarkan sebatang rokok di sakunya kemudian membakarnya tepat di depan Nara.
"Pulang sekolah tunggu gue di parkiran. Awas lo kabur lagi." Ucapnya meninggalkan Nara sendirian di sana.
Nara sempat terdiam, lalu memilih melanjutkan langkahnya ke kantin menyusul Kayla. Dalam hati ia terus memaki dengan kasar kelakuan Arsen. Egois, pemaksa, dan arogan. Sama sekali bukan daftar laki-laki yang baik untuk dijadikan pendamping hidup.
Ah, sudahlah memikirkan pendamping hidup... Memang siapa yang mau dengan dirinya yang sudah rusak begini. Nara hanya perlu fokus belajar agar lulus ia bisa mendapat pekerjaan yang baik.
Hari ini Nara tidak bawa bekal. Ia memilih beli mie ayam untuk mengisi perutnya yang kosong.
"Nanti saya antar ke meja mana neng?"
"Ngga usah pak biar saya bawa sendiri aja."
Nara hendak membawa mangkuk panas itu ke meja tengah namun ia berhenti mendengar seruan seseorang di belakangnya.
"Padahal gak bisa bawanya tapi kenapa sok-sok an nolak abangnya si Nar, sini biar gue yang bawain."
Itu Fatur, teman sekelas Nara juga. Laki-laki itu merebut mie ayam di tangannya.
"Pesen satu lagi ya bang nanti saya ambil."
"Siap!"
Fatur membawa makanan Nara ke meja tengah yang sudah diisi Kayla. Mereka hanya duduk bertiga di sana. Sambil menunggu pesanan Fatur agar makan bersama, mereka yang memang dekat satu sama lain berbagi cerita di meja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Collide
Teen FictionNara sangat tahu. Semua musibah yang dialaminya saat ini murni karena kesalahan yang ia buat. Arsen, cowok gila dan tidak punya perasaan itu menghancurkan harga dirinya hingga paling dalam. Bodohnya Nara ikut masuk ke dalam alur permainan itu dan te...