The First

8 1 0
                                    

Hari ini aku akan pergi ke sekolah. Semua barang-barang telah diangkut ke dalam mobil. Aku menyeret koper hitam ditangan kiriku. Di samping, kedua orang tua yang mengantarku menuju pintu gerbang.

Sesampainya di pintu gerbang. Aku membuka pintu mobil lalu menoleh ke arah mereka. "Ibu, ayah, Ely, paman Alferd, bibi Liana, dan kakak-kakak yang telah menyerahkan kesetiaannya pada kerajaan. Aku pergi dulu, ya."

Aku tersenyum dan melambaikan tangan kepada mereka. Mereka membalas lambaianku sambil mengucapkan salam perpisahan. Dan orangtuaku, mereka menangis dengan penuh haru.

Pintu mobil ditutup. Aku kembali melambai. Dan mobil melaju. Menoleh kebelakang aku mendapati ibu menangis dalam pelukan ayah. Aku tidak tega melihat mereka. Baru beberapa bulan bertemu dengan anak mereka, dan sekarang anak itu harus berpisah dengan mereka demi menyamai status dengan remaja lainnya.

Aku menyalakan hologram. Melihat web tentang sekolah yang akan kutempati. Aku memeriksa map, ternyata letaknya di tengah laut. Disekitarnya ada beberapa pulau yang difungsikan menjadi berbagai infrastruktur sekolah. Misalnya rumah kaca dan stadion.

"Pak, lalu bagaimana caranya kita bisa sampai kesekolah? Kan ditengah laut."

"Oh.. Kalau itu bisa diurus, pangeran. Nanti di pelabuhan ada tempat khusus untuk menteleport mobil kesana. Jadi tidak perlu jalur laut."

"Begitu, ya. Terimakasih, pak."

"Sama-sama, pangeran. Sudah menjadi tugas saya."

Sembari menikmati perjalanan, aku menatap keluar jendela. Karena sedang diatas jembatan ditambah lagi waktu sudah sore maka pemandangan sunset memenuhi mata. Aku teringat dengan kamera yang kudapat dari toko.

Setelah mengeluarkannya dari tas aku langsung mengarahkannya ke arah sunset.

Jepret!...
Satu momen berhasil ditangkap.

Aku melihat hasil foto yang baru kudapat. Saat kugeser, hanya terdapat sistem sensor sidik jari. Aku iseng-iseng mencoba sidik jariku. Silang. Tidak bisa.

Aku kesal karena penasaran dengan dua ribu lima ratus sembilan puluh sembilan foto lainnya. Siapa yang pakai sistem ini segala? Kan, ditaruh ke toko juga. Hahhh... Kurasa sistem ini bisa dirusak.

Setelah menyambungkan kamera dengan alat hologram menggunakan kabel, aku langsung mencoba untuk melakukan hacking. Dan hasilnya...

"Kenapa harus pake sandi segala sih?... Menyebalkan." Aku langsung mencabut kabel dari kamera dan menggenggamnya.

"Ingat ya kamera jadul. Aku pasti akan mengungkap apa yang kau sembunyikan, lalu akan kulihat siapa yang merupakan pemilikmu sebelumnya dan akan kumarahi pemilikmu itu karena pelit."

Tanpa kusadari supir mendengarkan ocehanku. "Hahaha.. Ya, walaupun begitu bukankah itu haknya karena privasi? Kalau pemiliknya sudah tiada bagaimana? Atau bisa jadi, Honourable AL. Hahaha... Kalau beliau bisa jadi anda sudah habis olehnya."

"Oiya, aku lupa melihat biodata para murid dan gurunya."

Aku kembali membuka hologram. Memeriksa berbagai biodata dari mereka. Pertama-tama aku memeriksa biodata sepupuku, Yelena Raveiz. Saat melihat fotonya aku langsung terkesiap. Ternyata dia sudah sebesar itu. Dari penampilannya dia terlihat tomboy dengan rambut ikal pendek dan mata tajamnya. Dan aku suka warna rambutnya. Perpaduan antara hijau dan biru.

Aku melihat skor dari sihirnya, 305. Itu sudah termasuk tinggi karena skor maksimal bagi murid adalah 1000.

Berpindah ke biodata para guru dan staf sekolah. Namanya langsung muncul di paling atas. AL. Nama yang singkat memang. Tidak ada foto.

"Sipaling misterius. Mana aku lupa gimana wajahnya lagi."

Aku melihat skor sihirnya dan itu membuat mataku langsung membulat tidak percaya. Hanya satu simbol yang menjelaskannya. ∞

'Ni orang se-OP apa sih?'

Mobil berhenti. Kami sudah tiba di dermaga. Supir mengarahkan mobil menuju tempat teleport. Saat ban mobil memasuki ruangan seketika cahaya biru mengisi ruangan. Tubuhku terasa mengambang, aku melihat ke sekitar. Hamparan angkasa dibentangkan secara terbuka.

"Seperti inilah jika seseorang melakukan teknik teleportasi, pangeran. Luar angkasa yang anda lihat saat ini adalah perpindahan ruang dan waktu."

Aku mengangguk mengerti dan tetap memperhatikan keindahan luar angkasa. Sebelum akhirnya kami mengarah kepada satu bintang dan mendekatinya.

"Kita sudah sampai, pangeran."

Huh? Aku menyadarkan pikiranku.

"Haha.. Sepertinya anda melamun karena efek dari teleportasi. Itu hal wajar." Dia membuka pintu mobil.

Aku turun dari mobil dan melihat bangunan yang berdiri kokoh di hadapanku.

"Ini adalah asramanya, pangeran. Wajar saja kalau ada banyak soalnya muridnya ada seribu empat ratus orang." Dia mengeluarkan barang-barang dari bagasi.

Beberapa petugas menghampiri kami untuk membantu mengangkut. Aku memilih untuk menyeret koperku.

"Sepertinya mereka sudah diberitahu bahwa ada murid baru."

"Tentu saja mereka semua sudah diberitahu, pangeran."

"Tunggu. Mereka semua?"

"Ya, pangeran. Semuanya. Tapi pangeran tidak usah khawatir, anda akan melakukan pengenalan sekolah mulai besok pagi."

Rasa khawatir mulai menyelimuti ku. Besok adalah hari dimana ujianku dimulai.

"Baiklah, pangeran. Saya izin undur diri."

"Ah.. Iya. Terimakasih telah mengantarku kesini."

"Sama-sama, pangeran. Sudah menjadi tugas saya." Kembali masuk ke mobil dan mobil menghilang dengan teleportasi.

Aku memutar badan menghadap gedung asrama. Salah satu petugas menghampiriku.

"Biar saya antar anda kekamar anda, pangeran." Aku mengikutinya dari belakang.

Seisi asrama terlihat kosong. Kurasa mereka semua sedang ada kegiatan di sekolah. Semua asrama terdiri dari tiga bangunan yang berbentuk lingkaran dengan lapangan dan taman di dalamnya.

Kami berhenti di sebuah asrama yang terdapat papan nama Asrama Highschool Scintillates. Pintu gerbang dibuka dan kami masuk kedalamnya. Didalam terdapat sebuah taman bunga dan hutan kecil yang mengelilingi lapangan. Seperti, kau perlu menelusuri hutan sebelum sampai ke kota.

Kami berada di atas sebuah pijakan teleport. Sebuah hologram muncul dan petugas menekan tombol angka 6. Seketika kami berpindah ke lorong lantai lima diatas pijakan yang sama.

Berjalan menyusuri lorong hingga puluhan pintu terlewati. Berhenti di satu pintu yang telah tergeletak barang-barangku di depannya.

"Ini kamar anda, pangeran. Nomor dua ratus lima puluh. Apa ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Tidak, ini sudah cukup. Terimakasih telah mengantarku  kemari." Dia mengangguk lalu menghilang.

Aku menyentuh ganggang pintu. Sensor kulit pada ganggang pintu aktif. Menerima data baru. Mendorong pintu dan melihat isinya. Ini lumayan luas, ada kamar mandi dan dapurnya.

Memasukkan barang-barangku satu-persatu. Saat membuka lemari aku mendapati bahwa seragam sekolah telah disiapkan di dalamnya beserta sepatu dan aksesoris lainnya. Menyusun pakaianku lalu merapikan beberapa barang dari kotak.

Meletakkan sebuah rak yang melayang di atas meja belajar dan ranjang yang berisikan buku-buku sihir yang belum kupahami.

Jam menunjukkan pukul tiga sore. Seharusnya mereka sudah pulang dari sekolah.

Dan benar saja. Beberapa menit kemudian terdengar suara ricuh dari arah luar. Aku malas untuk keluar, memutuskan untuk berdiam diri dikamar. Menunggu ketenangan yang datang.

Walaupun aku tidak menyukai keramaian. Tapi aku adalah satu diantaranya.

I'M BACKWhere stories live. Discover now