Penentuan

9 1 1
                                    

6 tahun telah berlalu...

Di sebuah kamar yang luas. Hanya terdengar kicauan dari burung yang bertengger di jendela. Cahaya matahari yang hangat menjadi penerang utama kamar.

Di atas kasur, seorang anak laki-laki sedang berbaring. Rambutnya yang putih dan kulitnya yang cerah (bukan albino, ya) terlihat lebih terang disirami sinar mentari. Piyama biru bergaris putih vertikal dikenakannya. Dan selimut hangat yang masih menutupi tubuhnya.

Tok!.. Tok!.. Tok!..

Suara ketukan pintu membangunkan diriku. Aku membuka mata, bangun dari tidur dan duduk di sisi ranjang. Aku mengucek-ngucek mata, berusaha mengusir rasa kantuk.

Sesuatu dengan pakaian dirndl memasuki kamarku. Ya, dia adalah Ely.

"Maaf telah mengganggu istirahat anda, Yang Mulia. Sekarang sudah masuk waktu untuk sarapan. Yang Mulia Raja dan Ratu telah menunggu di ruang makan."

Aku mengangguk. Lalu Ely menggandeng tanganku menuju ruang makan istana. Diperjalanan menuju ruang makan, aku melihat para maid dan butler sudah beraktivitas dengan tugas mereka masing-masing. Robot dan manusia, mereka telah biasa hidup berdampingan.

Akhirnya kami tiba di ruang makan. Disana terlihat Ayah, Ibu, Paman Alfred, Bibi Liana, dan sepupu perempuanku yang masih berumur empat tahun Yelena. Mereka sudah duduk di tempat masing-masing. Sesuai dengan tata krama kerajaan, tidak boleh memulai suatu acara sebelum seluruh anggota kerajaan hadir di tempat.

Aku duduk di samping Yelena. Lalu sarapan dimulai.

Suasana hening mengisi seluruh ruangan. Kami fokus menyantap hidangan masing-masing.

Ditengah-tengah sarapan Yelena memintaku untuk menyuapinya. Kuturuti saja, namanya juga anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang orang disekitarnya. Pipinya terlalu gembul sampai-sampai aku mencubitnya. Nggak sakit, kok. Cuman merah aja.

Ayah selesai sarapan lalu meneguk teh hangatnya. Saat dirinya selesai makan, kami juga selesai menyantap makanan penutup.

Suara berat menyapa telingaku. "Setelah ini kita akan bersiap-siap. Dan Thyaga."

Aku menatapnya. "Ya, ayah."

Wajah ayah yang datar menimbulkan ketegangan dalam ruangan. "Waktunya penentuan."

Aku berbaring di kasur empukku. Kalau saja Ely melihatmu langsung baring habis makan, bisa terbang tu buku tata keramat.

BRAKK!

"Yang Mulia☆! Waktunya berkemas☆!!... " Ely masuk bersama 9 maid dan butler kerajaan.

Aku hanya menoleh sekilas. Wajah datar dan pasrah adalah responku.

Mereka melakukan tugasnya. Ya, memandikanku dengan air hangat dengan beberapa bunga. Memberiku wewangian dan handuk yang menurutku lebih nyaman yang handuk biasa. Tapi, bisakah mereka berhenti memberiku pakaian baru. Padahal di lemari ada puluhan toko baju di dalamnya. Dahlah.

Sekarang aku sedang duduk di depan meja cermin. Setelah mereka merias wajahku. Giliran Ely yang merapikan rambutku.

Beberapa sisiran telah selesai. Ely membuka sebuah kotak kecil yang dibawakan oleh seorang pelayan wanita. "Sekarang... Sentuhan terakhir."

Ely mengambil sesuatu dari dalam kotak itu. Sebuah anting, dengan lambang kerajaan Raveiz di sana.

Dengan hati-hati Ely memasangkan anting perak itu kepadaku. Setelah itu dia mengarahkanku ke cermin. Aku melihat bayanganku sendiri. Lalu tersenyum.

"Terimakasih ya, kakak-kakak karena telah membuatku tampil dengan ganteng begini." Aku berpose ala-ala model di depan mereka. Itu berhasil membuat mereka terhibur.

I'M BACKWhere stories live. Discover now