13 | Ancaman. (2)

36 11 0
                                    

"Jangan kak!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan kak!"

Sial!

Arisha benar-benar tidak menyangka jika Aurora tadi sempat memotretnya. Sial. Dia kecolongan, jika begini artinya pasti dia akan di suruh-suruh seenaknya oleh kakaknya, meskipun dia tidak menolak, tentu saja di dalam hati kecilnya merasa tidak terima. Baginya perlakuan kakaknya terhadapnya sudah benar-benar keterlaluan.

"Ya udah sana pergi dari hadapan gue. Jangan cuma iya-iya doang."

Bagaimana mau membantah, jika dia membantah saja pasti Aurora akan melakukan sesuatu yang dia inginkan untuk membuatnya menderita, misalnya mengadu kepada Liam seperti waktu lalu, atau memberi Liam bukti foto itu. Arisha tahu bahwa dia saat ini sedang di ancam oleh Aurora.

Memangnya selama ini dia salah apa hingga Aurora tega terhadapnya. Apakah salah jika dia dengan dengan seorang cowok? Bahkan Arisha tidak pernah ikut campur urusan Aurora dengan cowok manapun itu, boro-boro mau cari perhatian kepada para cowok, ketemu mereka saja dia sangat ogah.

"Bagus! Gitu dong nurut sama gue, kalau nggak, lo akan tahu akibatnya kan?" Aurora bertanya sembari tersenyum lebar sebelum akhirnya berbalik untuk memasuki rumah terlebih dahulu dan meninggalkan Arisha yang menatapnya nanar.

Suasana hati Aurora terasa sangat senang. Tidak sia-sia usahanya untuk memotret Arisha dengan seorang cowok, dengan begini dia menjadi leluasa menjadikan foto yang berada di ponselnya sebagai ancaman untuk Arisha, jika Arisha tidak mau menuruti permintaannya maka dia tak segan memberi tahu foto itu kepada Liam.

"Iya kak." Arisha menyahut lirih. Sebenarnya dia ingin sekali marah-marah terhadap Aurora, tetapi sayangnya dia harus mengurung niatnya itu. Jika dia melawan maka Liam akan turun tangan dan pastinya dia yang akan di salahkan. Lebih baik dia menuruti keinginan Aurora saja dari pada Liam marah terhadapnya.

Sejujurnya Arisha capek di perlakukan tidak adil seperti ini tetapi dia tidak punya pilihan lain selain sabar. Mungkin selama ini hidupnya menderita, namun entah ke depannya akan seperti apa, Arisha tidak tahu. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa penderitaan akan berakhir bahagia dan Arisha percaya akan kalimat itu.

Arisha menyempatkan diri untuk berganti pakaian sebelum menuju taman belakang. Dia melepas kaca matanya di depan cermin, menatap dirinya yang menyedihkan, pura-pura kuat dan tegar rasanya memang sangat melelahkan. Matanya tiba-tiba memanas. Entah sampai kapan dia harus berpura-pura seperti ini. Pura-pura kuat, pura-pura cupu, pura-pura bodoh, terdengar menyenangkan, bukan? Tetapi sayangnya Arisha tidak menyesali pilihannya sendiri.

Ketika sedang asik melamun, samar-samar Arisha mendengar panggilan dari Aurora, dia buru-buru menaruh kaca mata besarnya di atas nakas sebelum keluar dari kamar untuk melaksanakan perintah dari kakaknya tadi.

"Buruan bersihin, sebelum papah pulang, jangan minta bantuan bibi, soalnya gue mau lo bersihin sendiri."

Arisha hanya mengangguk dan mengiyakan sebelum menuju taman belakang rumah. Sesampainya di taman belakang, matanya membulat maksimal. Bagaimana tidak? Taman belakang rumahnya sangat tidak terawat, banyak dedaunan yang gugur dan belum di buang. Arisha baru ingat, terakhir dia mengunjungi taman ini satu bulan yang lalu.

Bibi Fia tadi sempat menguping pembicaraan Arisha dan Aurora. Kini dia sedang mengintip di balik jendela yang bisa melihat ke area taman belakang, dia rasanya ingin sekali membantu Arisha menyapu-lagi pula bukankah itu tanggung jawabnya sebagai pembantu, bukan? Namun saat dia sudah mengambil sapu yang lain, Aurora dengan cepat menegurnya.

"Nggak usah bantu dia bi!"

"Tapi non, kasihan non Sasa, non Sasa kan baru pulang sekolah-"

"Kalau bibi masih mau ngotot bantuin dia, jangan harap besok masih bisa kerja di sini." Aurora berseru keras. Tentu saja dia tidak terima. Sudah paham betul jika bibi Fia memang menyayangi Arisha-maka dari itu Aurora tidak terlalu menyukainya.

Kontan tubuh bibi Fia menegang dan bergetar ketika mendengar seruan Aurora. Dia menatap takut-takut ke arah wajah Aurora yang terlihat begitu marah kepadanya. "Maaf, non, maaf-" katanya berulang kali.

Ancaman Aurora selaku anak tuannya memang tidak main-main. Pernah suatu hari dia menolong Arisha dari Aurora dan berakhir dia juga ikut terkena masalah dan di hukum. Bibi Fia terpaksa mengembalikan sapu ke tempat semula sebelum akhirnya kembali mengerjakan tugasnya di dalam rumah.

Menurut pandangan bibi Fia, Aurora jahat, sangat berbeda dengan Arisha yang memang dari kecil sudah baik. Tetapi dia merasa aneh dengan keluarga Liam. Bagaimana tidak? Liam selalu pilih kasih terhadap kedua anaknya. Liam selalu memanjakan dan membela Aurora-anak sulungnya yang sudah jelas-jelas dia jahat. Apakah tidak terbalik? Harusnya yang berada di posisi Aurora-Arisha, bukan?

Aurora memang sedari tadi mengamati pergerakan Arisha. Terlihat Arisha memang melaksanakan perintahnya dengan sungguh-sungguh. Meski begitu, Aurora masih saja membenci Arisha, seolah dia tidak bisa melihat kebaikan Arisha, mungkin ini karena rasa iri yang menggelayuti hatinya?

Tidak berselang lama terdengar mobil Liam, dia baru pulang ketika waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Biasanya Liam ada meeting, maka dari itu dia terpaksa pulang sore. Raut wajah Aurora langsung berubah, yang tadinya terlihat marah sekarang menjadi semringah. Buru-buru dia berlari ke arah pintu utama rumah untuk menyambut kedatangan Liam.

Liam tersenyum lebar ketika mendapati anak sulung kesayangannya sedang berdiri di depan pintu sembari tersenyum ke arahnya. Seketika rasa penatnya hilang entah kemana. Senyuman Aurora memang baginya.

"Papah! Aurora kangen, papah pulangnya sore banget sih?!" Aurora bertanya menuntut sebelum berhambur ke pelukan Liam.

o0o

TBC!

ARISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang