•PROLOG•

190 42 5
                                    

Sore itu cuaca tidak mendukung sama sekali, langit yang tadinya berwarna biru terang sekarang berubah warna menjadi kelabu yang gelap dan di sertai hujan yang sangat deras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu cuaca tidak mendukung sama sekali, langit yang tadinya berwarna biru terang sekarang berubah warna menjadi kelabu yang gelap dan di sertai hujan yang sangat deras.

Seorang gadis kecil berumur sepuluh tahun tengah duduk sambil memeluk lututnya, kini dia tengah menunduk. Nampaknya dia menangis meraung-raung di bawah guyuran hujan. Sesekali dia terisak.

Kedua lengannya nampak lecet, dengan warna ungu kebiruan. Gadis itu meringis kesakitan tatkala merasakan lengannya yang terasa sakit saat terkena air hujan. Tentunya luka itu dihasilkan oleh papahnya sendiri.

Sungguh kejam sekali bukan?

Gadis kecil cantik itu bernama Arisha , akrab di panggil Sasa.

Terlihat sekali bahwa dia tidak peduli dengan dirinya sendiri yang sudah menggigil ke-dinginan. Risha mendongakkan kepalanya keatas seraya memejamkan matanya.

Menikmati rintikan hujan yang mengguyur wajah mungilnya. Dia mengeratkan pelukannya dan tersenyum miris. Toh, tidak ada satupun orang yang bakal peduli padanya-tidak terkecuali orang tuanya.

Menyedihkan sekali hidupnya, bukan?

"Hiks... Kenapa Sasa nggak pernah bahagia? Hiks..." Arisha bertanya kepada dirinya sendiri dengan suara bergetar.

"Hiks... hiks... Kenapa Sasa harus ada di dunia yang kejam ini? Hiks..." Dia kembali bertanya diiringi isakan tangisnya.

Kenapa orang tuanya selalu menyalahkannya?

Apakah mereka berdua memang tidak sayang kepadanya. Yang Aisha ketahui, orang tuanya hanya sayang terhadap kakak perempuannya. Kalau boleh jujur, Arisha merasa iri. Dia ingin menjadi kakaknya-yang selalu mendapat kasih sayang orang tuanya, tanpa harus diminta.

Seorang anak laki-laki seumuran Arisha tengah berjalan sambil membawa payung berwarna sage. Terlihat kini dia sedang menengok kanan kiri, tentunya untuk mencari sumber suara tangisan.

Tiba-tiba matanya menangkap seorang gadis berkuncir dua, saat ini dia tengah duduk di atas rerumputan membelakanginya. Anak laki-laki itu terlihat ragu sejenak, sebelum akhirnya dia kembali menyusuri jalan setapak untuk menghampiri anak gadis yang sedari tadi mencuri perhatiannya.

Sekarang anak laki-laki berwajah tampan itu sudah berada di depan Arisha, dia nampak memayungi tubuh Arisha yang sudah basah. Sayang sekali, dress mini berwarna merah muda sekarang sudah lusuh, basah, dan kotor.

Tentu saja, karena sudah terkena tanah liat yang sekarang sudah basah karena tetesan air hujan yang turun membasahi apa saja yang berada di muka bumi. Entah sudah berapa jumlah tetesan hujan yang tentunya tidak bisa jika dihitung dengan jari.

Arisha mendongakkan wajahnya ketika tidak merasakan tetesan hujan yang sekian kalinya. Menatap anak laki-laki yang terlihat seumurannya itu dengan wajah datarnya.

Arisha sempat merasa terkejut saat menyadari anak laki-laki yang baginya sangat asing. Kentara sekali jika Arisha tidak menyukai keberadaan anak laki-laki itu. Mengingat bahwa saat ini dia lagi ingin sendirian.

Anak laki-laki itu mengernyitkan dahinya bingung. "Gadis cantik kenapa duduk disini sendirian?" Anak laki-laki itu bertanya dengan antusias.

Taman yang saat ini mereka berdua tempati jauh dari kata bersih-sampah berserakan dimana-mana. Beracam jenis bunga yang saat ini sudah layu. Hingga dedaunan berwarna cokelat sudah banyak yang berguguran.

Terlihat sekali bahwa taman itu tidak terawat. Sayang sekali, padahal taman itu sangat bagus-ukurannya yang terbilang luas, mungkin jika taman itu terawat maka sudah dipastikan bahwa banyak orang yang akan mengunjunginya.

Arisha menggeleng-gelengkan kepalanya. "Hiks... Sasa gak... kenapa... kenapa... hiks..." Arisha menyahut lirih seraya terisak.

Detik berikutnya anak laki-laki itu terlihat memiringkan kepalanya. Dia memang tidak mengetahui apa penyebab gadis yang berada didepannya itu menangis-tetapi dia berusaha untuk menenangkannya.

"Sasa cantik enggak boleh nangis, ya?"

Anak laki-laki itu jongkok. Kemudian dia berinisiatif untuk menyeka air mata yang membasahi pipi Arisha dengan menggunakan telapak tangan kanannya. Tentunya tangan kirinya di gunakan untuk memegang gagang payung yang berwarna sage.

Arisha menurunkan pandangannya ke bawah, menatap tanah liat yang ditumbuhi rerumputan berwarna hijau. "Emangnya kenapa?" Arisha bertanya penasaran.

"Ya nggak boleh, nantinya cantiknya jadi hilang loh," jelasnya seraya tersenyum lebar.

Detik berikutnya, Arisha berhenti menangis lalu dia kembali mendongak menatap wajah tampan milik anak laki-laki itu yang sedang tersenyum lebar, Arisha mengerucutkan bibirnya lucu.

"Kata siapa?" Arisha bertanya dengan cemberut.

Anak laki-laki itu menyengir kuda sebelum menyahut perkataan yang dilontarkan oleh Arisha barusan. "Kata Erlang," Anak laki-laki yang di ketahui bernama Erlang itu menjawab dengan polosnya.

"Erlang bisa aja," Arisha menyahut pelan seraya mencubit pelan lengan anak laki-laki itu.

Erlang terlihat menggaruk hidungnya yang tidak gatal, lalu dia menyengir kuda. "Coba deh, Sasa bilang eeeeemmm gitu!"

Arisha mengangguk lalu dia mencoba mempraktekannya, hal tersebut kontan membuat anak laki-laki itu senang bukan main kala melihat Arisha yang kini tengah menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk bulan sabit yang terlihat manis.

"Nah gitu dong senyum jangan nangis mulu, kan Sasa jadi tambah cantik kalau tersenyum," Erlang menyahut seraya mengusap-usap rambut Arisha yang basah.

Arisha hanya tertawa pelan saat mendengar perkataan Erlang barusan. Detik berikutnya dia melepaskan kalung berlian emas dengan liontin huruf A kecil. Sungguh sangat indah bukan?

Tanpa aba-aba Arisha menarik telapak tangan kanan Erlang dan langsung menaruh kalung miliknya di situ. Sementara Erlang? Dia masih diam mematung. Dia benar-benar tak mengira bahwa dia akan dikasih kalung oleh anak gadis yang baru saja dia kenal.

"Sasa titip kalung ini ya? Sasa mohon pada Erlang untuk jagain kalung Sasa baik-baik, nanti kalau kita udah gede pasti Erlang bakal ketemu Sasa lagi,"

Wajah Erlang terlihat begitu ragu, namun hal tersebut tak berlangsung lama karena detik berikutnya dia tersenyum manis seraya mengangguk sejenak. "Oke, Sasa,"

"Janji?" Arisha ikut tersenyum seraya mengulurkan jari kelingking mungilnya.

"Janji!" Erlang menyahut gembira seraya menautkan jari kelingkingnya pada jari milik Arisha.

o0o

TBC!

A/N:

- Gimana prolognya?

-Next?

ARISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang