16 | Persoalan nomor.

13 11 20
                                    

Arisha sedari tadi mondar-mandir didalam kamarnya sembari memijit pelipisnya yang berdenyut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arisha sedari tadi mondar-mandir didalam kamarnya sembari memijit pelipisnya yang berdenyut. Hari sudah larut namun dia masih memikirkan perkataan Aurora— tadi siang. Arisha tidak habis pikir lagi dengan Aurora, Arisha kira Aurora menjadi baik karena sudah berubah, ternyata dugaannya salah besar. Aurora berlagak baik karena memang ada maunya— terbukti bahwa cewek itu menginginkan nomor ponselnya Erlang.

"Gue besok harus gimana, anjir? Masa gue nyamperin kak Erlang duluan terus minta nomor ponselnya gitu? Mau ditaruh mana harga diri gue, huh?" Arisha mengomel.

"Kenapa nggak kak Aurora aja yang minta nomornya? Kenapa harus pake nyuruh gue segala? Emang bener-bener keterlaluan."

"Tapi tunggu! Kenapa tiba-tiba kak Aurora pengen punya nomor kak Erlang? Apa jangan-jangan kak Aurora suka lagi sama kak Erlang? Ah, bodoamat. Lagi pula kenapa gue harus peduli. Mau suka kek, mau nggak kek, terserah. Itu bukan urusan gue."

Harusnya Aurora minta nomor Erlang sendiri, kenapa harus meminta bantuan kepadanya, huh? Argh! Arisha menghela nafasnya kasar, jujur dia sudah muak dengan Aurora yang selalu menganggu kehidupan tentramnya. Arisha sebenarnya tidak ingin menuruti permintaan Aurora— tetapi jika dia menolak konsekuensinya pasti cewek itu akan semakin membuatnya menderita— mengingat bahwa cewek itu sangat senang jika melihatnya menderita karena ulahnya.

Arisha bergidik. Dia jadi mulai ragu dengan Aurora. Apakah cewek itu memang benar kakak kandungnya atau bukan? Jika dilihat-lihat dari fisik, dia memang lebih unggul dari pada kakaknya dan kepribadian keduanya sangat bertolak belakang. Hal tersebut yang membuat Aurora menjadi ragu. Arisha lantas menggeleng pelan dan berusaha menepis pikirannya yang tidak masuk akal? Bagaimana dia bisa berfikir demikian, huh?

Arisha membaringkan tubuhnya dikasur queen size-nya. Dia tidak bisa membayangkan hari besok. Menurutnya ini adalah tantangan yang sangat menguji adrenali. Pasti Kelana bertambah benci terhadapnya— mengingat bahwa cewek itu sangat bucin terhadap Erlang— sayangnya Erlang terlihat tidak tertarik dengan cewek itu.

Arisha memikirkan bagaimana caranya dia meminta nomor ponsel cowok itu? Mengingat bahwa akhir-akhir ini dia terlihat begitu sangat menghindari Erlang. Arisha jadi menggigit bibir bawahnya, dia jadi kepikiran soal Erlang. Cowok itu apakah sadar akan sikapnya kepadanya? Arisha rasa Erlang menyadari perubahan sikapnya yang tiba-tiba menghindar. Pasti Erlang bertanya-tanya penyebabnya yang membuatnya menghindar.

Arisha mengusap wajahnya kasar. Padahal akhir-akhir ini dia sudah berusaha menjauhi Erlang. Lalu besok dia harus berhadapan dengan Erlang lagi? Lelucon macam apa ini? Arisha bahkan tidak bisa menduga respon apa yang akan Erlang berikan besok ketika dia meminta nomor ponsel cowok itu. Pasti cowok itu akan berfikir bahwa Arisha yang meminta— padahal faktanya Arisha hanya disuruh oleh Aurora. Jika tidak disuruh oleh Aurora pasti Arisha tidak akan berniat meminta nomor ponsel cowok itu.

*

Dari raut wajah Arisha, Erlang bisa menyimpulkan cewek itu ketakutan ketika berhadapan dengannya. Dia jadi berfikir, apakah dirinya menyeramkan? Erlang rasa tidak. Sejujurnya Erlang sangat penasaran dengan alasan Arisha yang terlihat seolah-olah sedang menghindarinya.

Tadi saat dia berniat mengajak Arisha pulang— cewek itu bilang bahwa dia sudah dijemput oleh papahnya, Erlang tidak tahu benar atau tidaknya— saat ingin memastikan sendiri para anak Omorfos menghampirinya. Aska menepuk bahu Erlang dan berhasil membuat Erlang tersadar akan lamunannya. Punggung Arisha yang sudah terlihat mengecil— mengingat jarak mereka sekarang sudah tidak dekat lagi.

"Ayo, pulang! Ngapain lo masih disini?"

Aska menoleh ke samping, melihat kelas adik kelasnya. "Nungguin siapa? Adik kelas?

"Nggak. Cuma lewat doang." Erlang sengaja membantah. Padahal faktanya tadi dia sempat menunggu Arisha untuk mengajak cewek itu pulang, sayangnya cewek itu tidak bisa.

Aska hanya mengendikan bahu acuh. "Ya udah, ayo pulang, anak Omorfos udah pada nungguin di parkiran. Lo jangan pulang dulu, hari ini kita kumpul di rumah Daren."

"Em-hm... Gas cabut!" Putus Erlang, lalu keduanya lantas berjalan beriringan menuju parkiran.

*

Entah kenapa akhir-akhir ini nama Arisha selalu muncul didalam benaknya. Dia tidak tahu menahu soal itu. Yang dia tahu ialah nama Arisha selalu mengingatkannya pada masa kecilnya— dimana gadis kecil itu juga memiliki nama Arisha. Bay the way... gadis kecil yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis remaja sekarang berada dimana, ya? Sungguh, Erlang sangat ingin kembali dipertemukan dengan gadis itu.

"Sasa titip kalung ini ya? Sasa mohon pada Erlang untuk jagain kalung Sasa baik-baik, nanti kalau kita udah gede pasti Erlang bakal ketemu Sasa lagi,"

Wajah Erlang terlihat begitu ragu, namun hal tersebut tak berlangsung lama karena detik berikutnya dia tersenyum manis seraya mengangguk sejenak. "Oke, Sasa,"

"Janji?" Arisha ikut tersenyum seraya mengulurkan jari kelingking mungilnya.

"Janji!" Erlang menyahut gembira seraya menautkan jari kelingkingnya pada jari milik Arisha.

Erlang selalu mengingat dengan janji mereka berdua kala itu. Dia percaya bahwa Arisha tidak akan pernah mengingkari janjinya. Bahkan sampai saat ini Erlang masih menyimpan dengan baik kalung milik Arisha. Dia setiap hari selalu berdoa agar suatu saat keduanya akan kembali dipertemukan.

*

Aska membuka laci nakas mejanya, dia mengambil sebuah kotak kecil yang digunakan untuk menyimpan sesuatu yang berharga. Dia membukanya kotak kecil itu dengan perlahan, netranya menatap kalung berlian emas dengan liontin huruf A kecil. Wajahnya berubah menjadi sendu, baginya rindunya kepadanya mamahnya bisa terobati jika dia melihat kalung itu. Kalung itu sendiri adalah pemberian dari kedua orang tuanya ketika dia masih sekolah dasar.

Kata kedua orang tuanya dia mempunyai saudara kandung— hanya saja keadaan yang membuat mereka berpisah. Bahkan Aska sama sekali belum pernah bertemu dengan adik kandungnya. Kata kedua orang tuanya dulu adiknya juga mempunyai kalung seperti yang dia miliki. Karena kalung tersebut sudah didesain khusus jadi hanya ada dua saja.

Aska tinggal bersama papahnya— kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai ketika dia masih berumur sebelas tahun dan dimana adiknya masih berumur sepuluh tahun kala itu. Sejak adiknya lahir, keduanya memang sengaja sudah dipisahkan. Papahnya yang merawatnya dan mamahnya yang merawat adiknya. Bahkan Aska tidak tahu nama adiknya siapa— satu hal yang Aska tahu— nama adiknya berinisial A— sama seperti dirinya.

Aska ingin membenci kedua orang tuanya, namun dia tidak bisa berbuat hal tersebut. Bagaimana dia bisa membenci kedua orang itu? Mengingat bahwa keduanya adalah orang tua kandungnya. Aska tidak tahu keberadaan mamahnya dan adiknya. Papahnya memang melarangnya untuk mencari adiknya. Papahnya berpesan jika kelak keduanya akan bertemu dan Aska percaya akan hal itu.

o0o

TBC!

ARISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang