-Chapter 9-

512 35 10
                                    

Krist termenung duduk di hadapan wanita yang tadi datang ke apartemen Singto. Wanita itu tiba-tiba masuk melewati Krist, seperti tidak menganggap keberadaan Krist. Pikiran Krist kacau balau, siapa wanita di depannya ini, bahkan wanita tersebut seperti hafal dengan seluk beluk apartemen Singto.

Bayangkan saja wanita itu masuk ke dapur, menaruh jas yang ia pakai, membuka lemari es dan mengambil minuman, lalu duduk di hadapan Krist saat ini. Wanita tersebut menyilangkan kaki dan menatap Krist tajam.

Apa Phi Singto selama ini membohongiku? Apa jangan-jangan wanita ini adalah kekasihnya, atau mungkin malah istrinya.

Kalimat tersebut tak hentinya berputar dalam pikiran Krist. Bahkan menurutnya penampilan wanita di depannya sangat cocok dengan Singto. Senada.

"Jadi, kau siapanya Singtoku? Kenapa bisa ada di sini?"

Wanita itu kembali bertanya, namun Krist seakan tak ingin menjawab. Krist terus menatap, kemudian memberanikan diri bertanya balik, "Lalu, phi ini siapanya Phi Singto?"

Wanita itu tersenyum miring, "Aku? Aku merupakan satu-satunya wanita berharga di hidup Singto. Oh iya perkenalkan, namaku Nam," jawabnya angkuh sambil mengulurkan tangan ke arah Krist.

Krist merasakan dadanya sesak, matanya juga memanas. Jadi benar, wanita di depannya adalah kekasih Singto. Lalu yang disebut oleh Singto tadi pagi adalah wanita ini. Itu berarti, Singto sering bermalam dengan wanita ini dan wanita ini sering membangunkan tidur Singto. Itu berarti...

Krist memejamkan matanya rapat, dirinya menggeleng perlahan, lalu beranjak dari sana. Dirinya dengan cepat pergi ke kamar, kemudian mengambil koper kecil berisi perlengkapan dirinya. Untung saja dia belum menata itu semua di lemari yang telah dipersiapkan oleh Singto. Dia tak mungkin bertahan di sini. Itu hanya akan membuatnya semakin sakit hati.

Saat dirinya keluar dari kamar, terlihat Bank yang berdiri di tengah pintu. Bank juga terlihat tertegun karena yang membukakan pintu adalah seorang wanita yang tidak ia kenali. Krist dengan cepat menghampiri Bank, mengacuhkan tatapan datar dari wanita bernama Nam tersebut. Bahkan Krist enggan untuk menatap maupun berpamitan.

Krist menarik tangan Bank yang masih terdiam tak mengerti dengan apa yang terjadi. "Krist!" Suara wanita tersebut mau tak mau membuat langkah kaki Krist dan Bank terhenti. Krist juga akhirnya menoleh dan menatap wanita tersebut.

"Namamu Krist kan? Apakah kau kekasih Singtoku?"

Krist tak ingin menjawab dan hanya terdiam. Namun tidak dengan Bank, dia melotot mendengar penuturan wanita itu. Ia mengalihkan pandang ke arah Krist yang juga menatapnya.

Krist kembali menatap wanita itu, kemudian mengatakan, "Tidak lagi!"

Krist kembali menarik tangan Bank dan mengajaknya pergi. Meninggalkan wanita tersebut yang mengerutkan kening, lalu bersikap tidak peduli dan masuk ke apartemen Singto.

***

Sedangkan di tempat lain, Singto yang baru saja tiba di tempat tujuannya terlihat duduk dengan gusar. Sebenarnya dia ingin langsung ke hotel, namun kliennya meminta bertemu langsung di salah satu tempat di dekat bandara. Seorang laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya dan menjabat sebagai sekretaris terlihat heran. "Khun, apa Anda baik-baik saja?".

Singto yang awalnya sedikit melamun pun tersentak dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tidak apa. Hanya saja perasaanku sedikit tak enak."

Sang sekretaris hanya mengangguk, lalu melanjutkan memilih dokumen yang harus dirinya dan bosnya ini presentasikan kepada klien.

"Ada apa sebenarnya. Perasaanku benar-benar tak enak. Apa aku hanya kelelahan. Sebaiknya aku menghubungi Krist juga," batin Singto.

Dia mulai mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Belum dirinya membuka kotak pesan, sang klien sudah datang terlebih dahulu. Singto kemudian kembali memasukkan ponselnya, menghela napas pelan.

Massage (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang