Singto mengelus kening Krist pelan, dirinya ikut duduk berbaring di sebelah Krist yang masih setia menutup mata.
Suhu tubuhnya sedikit turun, selang beberapa lama Krist mulai membuka kelopak mata cantiknya. Singto tersenyum senang, "Krist?" Panggil Singto pelan.
Krist yang masih mencoba menyesuaikan cahaya, dapat melihat keberadaan Singto di sana. "Apa aku sangat merindukanmu, Phi. Sampai aku bermimpi ditemani olehmu?" Gumamnya.
Singto tersenyum, mendekatkan wajahnya pada Krist. "Baby, kau sedang tidak bermimpi. Aku memang di sini hmm."
Krist kembali mengerjap, kemudian matanya sedikit melebar ketika menyadari jika Singto benar-benar ada di sini. "Untuk apa Phi kemari!?" Krist sudah ingin bangun, tapi ditahan oleh Singto. "Baby, jangan bangun dulu. Kumohon istirahatlah dulu. Phi di sini karena ingin menjagamu."
Mau tak mau Krist menurut, kepalanya terasa berputar. Kemudian dia menatap Singto yang juga menatapnya. Tiba-tiba hatinya mencelos, dadanya sesak, matanya berkaca, "Hiks tapi kau jahat padaku..." Tumpah sudah, Krist juga tak paham kenapa dia jadi secengeng ini. Bahkan menangis tersedu di depan Singto.
Singto yang melihatnya pun panik. "Baby, hey jangan menangis." Dia menangkap pipi Krist dan mencoba menghapus air matanya. Namun percuma, air mata itu terus turun.
"Hiks, saat aku membangunkanmu. Kau tanpa sadar menyebut namanya. Hiks.. kau sering tidur dengannya ya?" Tanya Krist masih dengan air mata yang terus jatuh. Singto menggelengkan kepalanya, belum ia menjawab, Krist kembali berbicara.
"Hiks, dia juga selalu menyebut jika dirimu adalah miliknya, hiks. Dia juga menyebut jika dirinya adalah wanitamu yang paling berharga. Hiks, jika iya. Kenapa kau memintaku untuk menjadi kekasihmu. Kenapa terus mendekatiku—" Krist tak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia menutup wajahnya dengan tangan dan menangis terisak.
Singto yang melihatnya benar-benar tak tega. Astaga, ia tak bisa menyalahkan Krist atas pemikirannya itu. Siapa yang tak sakit hati dan berpikir jika kekasihnya telah memiliki orang lain, apalagi dengan kalimat kakaknya tempo hari yang terasa ambigu itu.
Akhirnya Singto memilik menarik tubuh Krist dan mendekapnya erat. "Sayang, kumohon tenanglah. Jangan menangis begini," ucapnya sambil mengelus punggung Krist pelan.
"Hiks, kau tega padaku Phi .." Isak Krist.
Singto yang tak tahan pun memaksa Krist untuk membuka telapak tangannya. "Dengarkan aku!"
Sentakan Singto tak ayal membuat Krist terpaksa menatapnya, dia sedikit banyak merasa terintimidasi. Meskipun masih sedikit terisak karena dadanya yang sesak, dia terdiam dan mau mendengarkan Singto.
Dalam hatinya dia was-was. Apakah Singto akan mengakui segalanya, lalu meninggalkannya. Meskipun dia berulang kali mengatakan ingin putus dari pria di depannya ini, tapi hatinya tak pernah rela.
"Dia bukan kekasihku, apalagi istriku atau apalah itu..."
Krist menatap Singto dengan seksama.
"Dia—"
"Dia siapa phi?" Tuntut Krist.
Singto menghela napas pelan, "Dia itu kakakku, Krist. Kakak kandungku."
Krist terduduk tak percaya, "Jangan berbohong padaku, mengaku saja Phi!"
"Mengaku apa, aku sudah mengaku. Dia memang kakakku. Tanyakan saja pada Phi Tay," jawab Singto.
"Bisa saja kan kau meminta Phi Tay untuk mengatakan seperti yang kau katakan," ucap Krist tak percaya.
Singto merogoh ponselnya, memainkannya sebentar lalu menunjukkan beberapa foto pada Krist.

KAMU SEDANG MEMBACA
Massage (21+)
Kısa HikayeCuma pikiran kotor author yang dipublish 🌚 Ini cerita homo Boys x Boys Yang gak suka bisa minggir Warning : mature content 🔞