Hiruk-pikuk di ruang pesta tengah dihadiri agak menyebalkan. Berpikir untuk mengambil langkah keluar gedung, beberapa orang pasti akan menertawakan gadis itu.
"Tidak boleh," gumamnya.
Ia harus bersikap tenang, melihat sang mantan kekasih tengah melepas ciuman. Dan lihat, wanita cantik itu hendak melempar bunga. Senyum semringah itu sedikit membakar isi hatinya. Aura wajah itu bahkan terlihat berbeda. Hinata membatin; kira-kira seperti ini gambaran seorang perempuan ketika mereka menikah bersama orang yang mereka cintai. Lalu, bagaimana dengan mereka yang ditinggalkan?
"Aku harus mendapatkan bunga itu."
"Aku juga!"
Suara lengking di antara kelompok perempuan, mengalihkan perhatian para tamu. Mereka berlari kecil menghampiri pengantin. Di antara mereka baru saja terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan. Hinata menahan tawa, bersikap tenang, sembari mengaduk isi gelas. Lalu meneguk absinth sampai habis.
Dia salah satu perempuan single yang tidak peduli di mana bunga itu akan mendarat. Bunga yang akan dilempar itu baginya adalah mitos. Setelah meletakkan gelas di atas meja, ia bertepuk tangan ketika bunga itu berhasil ditangkap oleh wanita berambut pirang. Namun matanya menangkap hidangan di atas meja yang membuat isi perutnya berisik.
"Ini lebih baik daripada diam mengamati mereka," katanya sembari mengambil apel yang dipotong menyerupai bentuk kelinci.
"Lucu sekali," lirihnya. "Ini agak membosankan." Tangannya meletakkan kembali apel, suasana hati mampu membuatnya tidak selera makan. Meskipun matanya menelusuri setiap sudut gedung untuk mencoba makanan manis yang dihidangkan. Kebetulan Koki yang memasak merupakan Koki kesayangan keluarganya di rumah.
Pada akhirnya dia kembali mengambil gelas baru, kali ini bukan absinth, melainkan vodka yang baru saja dituang pelayan.
Suara dentingan dari gelas membuatnya tersentak. Seorang pria baru saja melakukan cheers padanya.
Hinata melirik dari ujung matanya, melihat pergerakan kecil pria itu, terutama pada bagian sorot mata yang lembut. Dan hal itu membuat sudut bibirnya terangkat ̶ ̶ mengerti arti dari tatapan di sana.
Ternyata ada orang lain selain dirinya tengah patah hati. Namun demikian, ia tetap tenang dan membisu. Ketika memandang ke arah pria itu, terlintas satu kata ̶ ̶ menyedihkan.
Sejenak membuatnya berpikir. "Apakah orang-orang di sekitarnya sekarang memandangnya demikian?"
Dia tertawa kecil, membuat pria di sebelahnya menoleh dengan senyuman tipis di sana. Dan saat itu, mereka sama-sama menatap. Hinata bergeming, ekspresi wajahnya berubah. Apakah aku baru saja salah menilai?
Pria itu berkata, "Aku mungkin tengah patah hati, namun tidak terlalu terluka sepertimu. Karena dari awal aku tahu bahwa dia tidak mencintaiku. Hingga tidak memunculkan harapan yang tinggi. Berbeda denganmu, karena kalian berdua sempat berbagi kebahagiaan satu sama lain."
Gadis itu menghela napas, kembali meneguk absinth. Rasanya tenggorokan agak kering. Padahal selama acara berlangsung, ia satu-satunya yang orang yang banyak minum.
"Apakah kita pernah bertemu? Kau berbicara seolah-olah mengenaliku."
Tergelak karena respons yang diberikan. "Ketika kau memiliki teman sejati, hal yang tidak penting sekali pun akan kau ketahui," jawabnya.
Gadis itu tertemenung, menatap kembali ke arah depan. Pria di sana baru saja melambai ke arahnya. Sementara pria di sampingnya terus memandang, lalu mengambil kesimpulan; gadis ini sangat pandai berekspresif.
Kurang lebih sepuluh menit, ia sudah melihat berbagai ekspresi dari sang gadis. "Ah, kenapa kau tidak menjadi aktris saja? Mungkin kau akan masuk ke dalam nominasi terbaik," katanya.
Dia tidak merespons, hanya melirik dari ujung mata. Sekali lagi dia melihat pria itu tengah melambai tangan kepada mantan kekasihnya di depan sana. Hinata menatap teduh, sialnya kenangan kembali menghantam kepala. Tawa, genggaman hangat, senyum manis dari sikap dingin mampu membuat derana hilang, rasa peduli itu, ekspresi marah ketika dia ceroboh. Tidak akan ada dua kali, dan itu terakhir dalam hidupnya. Wanita baru di sana yang akan menerima semua perlakuan manis itu.
"Aku tidak mencintainya, itu hanya ilusi."
Naruto tersentak ketika gadis itu melewatinya begitu saja. Tidak ada niat sama sekali untuk menahan. Justru ia tertegun, ketika baru saja melihat ekspresi baru. Tatapan mata teduh ̶ ̶ antara dingin dan hangat. Tapi itu adalah ekspresi yang sebenarnya. "Ah," desisnya. "Aku lupa menanyakan siapa namanya." Jari-jari tangannya bergerak tidak nyaman, kening itu bahkan mengernyit bingung. "Sasuke pernah mengatakannya padaku. Aku lupa!"
Kemudian ia menatap sekitar, dan berlari menghampiri sahabatnya yang baru saja menikah hari ini. "Ya, setidaknya pertama kali aku harus mengucapkan selamat pada mereka."
![](https://img.wattpad.com/cover/347371033-288-k924738.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Enmeshed Yore
FanfictionKalau tahu akan sangat menyakitkan seperti ini, mungkin dia tidak akan datang ke acara pesta pernikahan mantan kekasihnya. Melihat kumpulan para gadis yang begitu semangat ketika sang mempelai wanita melempar bunga, Hinata hanya berdiri jauh sembari...