Kami kembali ke Seoul, dan segera membereskan rumah yang telah ditinggalkan lebih lama dari biasanya. Selagi pak Kim mandi, aku berinisiatif untuk memasakkan makan malam. Sebenarnya bukan makan malam yang proper karena aku hanya memasak ramen dan mencampurnya dengan kimchi yang tersisa di kulkas.
Aku menata makanan di atas meja depan televisi, dan duduk menunggu pak Kim. Tak lama pak Kim keluar dengan handuk di pundaknya, rambutnya masih basah, bahkan membasahi kaos abu-abu yang dipakainya. Melihatnya yang seperti itu mengingatkanku di bulan-bulan awal pernikahan kontrak pertama kami. Pak Kim selalu membuat hatiku bergetar dengan pesona tak terduganya seperti ini. Terserah kalian mau berkata aku dibutakan cinta atau apa, tapi kalau masalah wajah pak Kim, kurasa setiap orang akan mengakui betapa tampannya pria itu.
Aku berdeham dan berusaha mengumpulkan akal sehat. Bagaimana pun, aku sudah bilang aku tidak mencintainya lagi. Jangan sampai aku menjilat ludah sendiri!
Aku langsung bergeser saat pak Kim duduk di sofa tepat di sampingku, lengan baju kami bersentuhan, dan membuatku ingin menghilang dari sana. Getaran apa lagi ini?!
"Kau... kenapa?" tanya pak Kim begitu melihatku menyingkir. Aku segera menjawab dengan tergagap, "A-aku... lupa ambil air."
Wajah pak Kim terlihat sedikit bingung dan matanya menatap segelas air yang ada dihadapanku, "Ini air..."
"Air dingin! Maksudku air dingin." kataku dan langsung berlari ke kulkas. Pak Kim tidak terlihat begitu peduli, karena ia langsung kembali sibuk menjepit ramen dengan sumpitnya. Aku membuka kulkas dan berdiri agak lama menunggu hawa dinginnya membuat wajahku yang terasa panas kembali ke suhu normal.
Aku kembali dengan membawa sebotol air dingin dan menyantap ramen. Meskipun terlihat tenang, aku sebenarnya sangat teralihkan oleh pak Kim. Apalagi setelah status baru kami, yaitu 'rujuk'.
"Kau jangan minum ini. Kau sudah batuk-batuk di kereta tadi." ucap pak Kim dan menyerobot air dinginku, menenggaknya hingga tandas. Apa kalau dia lelah dia jadi menjengkelkan?
"Rambut bapak yang basah itu juga bisa buat bapak flu. Kenapa tidak keringkan dulu? Malah langsung makan ramen... " gumamku. Aku benar-benar sudah berusaha untuk mengatakannya sepelan mungkin agar pak Kim tidak mendengarnya, namun tidak terjadi. Dia tetap mendengarnya, dan hal itu membuat pak Kim berhenti seketika.
"Kau bilang apa?" tanya pak Kim dengan raut wajah yang bisa dibilang cukup terkejut. Baru saja 1 hari lewat dari perjanjian 'rujuk' kami, aku sudah bisa membantahnya seperti ini. Rasanya puas juga menyandang predikat istrinya lagi. Lihat, dia jadi tidak bisa bicara apa-apa.
"Wah... kau sudah kembali menjadi nyonya Kim ternyata. Good for you." ucap pak Kim dan bangkit berdiri, meninggalkanku sendiri. Hah... apa aku keterlaluan barusan? Tidak, tidak. Itu memang faktanya. Pak Kim memang sangat malas mengeringkan rambut. Apalagi kalau lagi sibuk. Untuk masalah mengeringkan rambutnya, aku adalah orang yang cukup rewel dulu.
Tak lama kemudian, pak Kim keluar dan dia menyodorkan hair dryer ke arahku. "Karena kau yang mengeluh, kau yang harus mengurusnya."
"Hah?" tanyaku bingung, dan pak Kim malah makin menyodorkan hair dryer itu ke hadapanku. Mengerti maksudnya aku hanya bisa mengambil hair dryer itu dan menyuruhnya duduk membelakangiku. Karena pak Kim agak tinggi, aku harus berlutut untuk mengeringkan rambutnya.
Pak Kim tidak terlalu senang dengan sentuhan orang. Dia cukup risih mengenai hal itu. Aku cukup terkejut saat orang seperti itu mengizinkanku -yang notabene- hanya istri bohongan untuk menyentuhnya. Jangan berpikir macam-macam! Bisa dibilang sentuhan kami hanya sebatas penata rias dan artisnya. Tidak lebih dari itu.
"Pak Kim... apa benar dengan rujuknya kita bisa benar-benar membantu pak Kim?" tanyaku membuka obrolan untuk mengusir kecanggungan yang tercipta semenjak aku mulai menyentuh rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real: VS
Teen FictionPercaya atau tidak, aku sudah menjanda lebih dari 5 tahun. Dan aku baru saja berulang tahun yang ke-27 tahun ini.