09: Han Yeoreum

6 0 0
                                    

Pak Kim menggendongku sampai ke dalam. Ia mendudukkanku di sofa lalu pergi ke dapur. Ia menuang air dan memberikanku minum.

"Kau pasti masih kaget. Minum ini dulu, nanti akan kupesankan makanan untuk kita." Ucap pak Kim dan aku mengangguk menerima gelas darinya.

Aku memegang gelas dengan kedua tangan, membiarkan air hangat itu merambat ke telapak tanganku lalu meminum airnya dengan hati-hati. Setelah habis setengah gelas, aku pun bersandar ke sofa. Pak Kim tadi ke kamarnya, tidak tahu sedang apa. Aku hanya diam menunggu sampai pak Kim kembali ke ruang tengah.

"Malam ini kau pakai kamarku. Aku akan tidur di ruang kerja." Ucapnya dan mengambil air minum di dapur.

"Pak Kim..." panggilku. Ia menatapku, "Ya?"

Aku mengambil napas dan dengan gugup aku mengucapkannya, "Terima kasih." Mendengarkan hal itu pak Kim hanya mengangguk dan meminum airnya hingga tandas.

Setelah makan malam ia kemudian menghampiriku, menaruh kedua lenganku ke lehernya sambil berkata, "Ayo kubawa ke kamar. Sudah malam. Kau pasti lelah."

Dan dengan sekali angkat aku kembali berada dalam gendongannya. Ia membawaku ke kamar tidurnya dan mendudukkanku di atas kasur. Ketika ia ingin keluar, aku meraih bajunya. Pak Kim yang kebingungan berbalik dan bertanya, "Kenapa? Ada yang membuatmu tidak nyaman?"

Aku menggeleng. Aku menimbang-nimbang sebelum berkata, "Bapak... tidak apa-apa tidur di ruang kerja? Disana kan, hanya ada sofa kecil..."

Setelah pertanyaan itu, aku tak berani memandang mata pak Kim. Itu karena... pak Kim melihatku seakan ingin mengeluarkan laser dari matanya, aku bisa merasakan tubuhku menciut ditatap seperti itu.

Aku tahu tidak seharusnya aku menanyakan hal ini. Tapi kalau tidak bertanya bukankah aku menjadi orang yang tidak tahu diri? Sudah mau dirawat tapi malah merampas hak pak Kim terlebih lagi di rumahnya sendiri. Semua yang ada di sini kan miliknya, dan aku tahu pak Kim orang yang tidak senang kalau kawasan miliknya diinvasi. Sungguh, aku tidak memikirkan hal yang... lain.

"Lalu kau mau aku tidur dimana? Di sini? Kau yakin ingin tidur bersamaku malam ini?" pertanyaan pak Kim membuatku langsung menggeleng kuat.

"Ti-tidak! Bukan begitu aku hanya..." ucapanku terhenti saat pak Kim mengelus puncak kepalaku. Ia tersenyum.

"Aku mengerti... Tapi sekarang kau lebih membutuhkan kasur ini dari pada aku. Jadi sekarang tidurlah, sudah malam. Besok kita akan atur surat izinmu." Ucapnya dan kembali melangkah keluar, namun aku menghentikannya lagi. Kali ini aku menarik lengannya. Pak Kim kemudian duduk di samping ranjang dan bersedekap.

"Sekarang apa lagi Han Yeoreum?" tanyanya dan aku menghembuskan napas berat. Sungguh sekarang satu-satunya yang bisa kumintai tolong adalah pak Kim.

"Pak Kim... boleh aku pinjam baju? Tadi aku terkapar di jalan dan bajuku..." aku belum sempat menyelesaikan kalimatku dan pak Kim kembali tersenyum. Ia pun berjalan dan membuka lemari di ujung ruangan. Ia mengambil salah satu hoodienya dan membawanya ke pangkuanku.

"Kalau ada hal lain yang kau perlukan panggil aku saja. Kalau begitu kutinggal ya." Katanya dan mengacak puncak kepalaku sekali lagi. Dan sebelum menutup pintu kamar, ia mengucapkan selamat malam yang kubalas dengan anggukan.

Akibat perhatian pak Kim, aku jadi tidak bisa tidur. Yah, bukan karena itu saja sih. Tapi juga karena kakiku ngilu bukan main.

***

Esok paginya pak Kim mengetok pintu kamar dan meminta izin untuk masuk. Ia ternyata membawakan sarapan. Ada susu dan roti panggang. Saat melihat wajahnya aku menahan tawa. Wajah kami berdua tak jauh berbeda pagi ini. Sama-sama terlihat lelah dengan kantong mata yang hitam. Aku tahu pak Kim juga tak bisa tidur semalam.

Real: VSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang